Read Time:2 Minute, 3 Second
UIN Jakarta, INSTITUT- “Cina merupakan negara padat penduduk. Setiap jengkal tanah kosong harus ditanami tanaman tumpang sari, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, rempah-rempah serta tanaman lainnya. Hal itu berbanding terbalik dengan Indonesia, yang notabene mempunyai hamparan tanah lapang, namun kesulitan dan bergantung pada impor dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya,” begitulah yang dikatakan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, pada seminar Kedaulatan Pangan dan Martabat Bangsa di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Sabtu (21/12).
Megawati mengungkapkan, negara Indonesia sangat bergantung pada impor barang dari luar negeri, terutama dalam hal kebutuhan pangan. Padahal, Indonesia sangat kaya akan alamnya serta wilayah yang luas dan subur. Hal tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia belum mempunyai kedaulatan pangan yang cukup bagi negaranya.
Saat ini saja, lanjut Megawati, daerah Karawang dan Cikarang dulunya merupakan tanah subur yang terkenal dengan lumbung padinya, kini justru dihilangkan dan dijadikan kawasan industri pabrik-pabrik besar. Penduduk Indonesia mungkin sudah terbiasa dengan barang-barang impor dari luar, sehingga produksi pangan dari alam kini tak dikelola secara maksimal.
Putri proklamator itu juga memperkirakan bahwa sekitar abad pertengahan atau sekitar 2050, jika perilaku manusia di dunia ini masih tetap sama seperti sekarang, maka kemungkinan bahaya kelaparan itu akan menjadi semakin parah. Jika melihat pada keadaan zaman dulu, di setiap halaman rumah pasti tertanam tanaman tumpang sari.
Ia menjelaskan bahwa di Indonesia impor setiap tahunnya mencapai 160 triliun. Apabila hal itu (impor) bisa dihindari, lanjut Megawati, Indonesia bisa menghemat 160 triliun setiap tahunnya. Dana tersebut bisa digunakan untuk membangun politik mandiri dan niscaya sampai saat ini Indonesia tidak akan bergantung pada impor dari negara lain. “Indonesia negara yang belum berdaulat dalam bidang politik kebutuhan pangan,” tambahnya.
Terkait hal tersebut, dalam cakupan yang lebih sempit Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) juga memaparkan tiga permasalahan pangan yang berada di DKI Jakarta. Yaitu, tata ruang, produksi pangan dan politik perdagangan yang belum jelas. Indonesia khususnya Jakarta belum mempunyai sistem perdagangan yang baik, sehingga harga barang-barang itu selalu dipermainkan.
Khususnya DKI Jakarta, Jokowi menegaskan, strategi perdagangan harus mulai ditata lagi. Jakarta berpotensi untuk mempunyai sistem perdagangan yang lebih baik, akan tetapi dalam pelaksanaannya Jakarta masih belum siap untuk hal tersebut.
Selain itu, menurut Jokowi trasportasi juga menjadi salah satu kendala dalam pengiriman barang terutama ke luar pulau. Jokowi mengaku belum melakukan hal-hal besar yang berkaitan dengan kedaulatan pangan. Akan tetapi, jika bisa membuat stok barang yang besar, maka hal ini dapat mendukung kenaikan kualitas dalam membangun kedaulatan pangan di Indonesia. (Winda Alfiani)
Average Rating