Menjaga Calung Indonesia

Read Time:2 Minute, 41 Second
Di tengah era globalisasi, budaya asing bebas keluar dan masuk ke Indonesia. Demi menjaga budaya Tanah Air, Komunitas Himalaya Calung Simfoni (HCS) mengajak masyarakat lestarikan calung sebagai kebudayaan asli Indonesia.
Delapan pemuda memukul batang dari ruas-ruas tabung bambu yang tersusun sesuai tangga nada, susunan bambu tersebut bernama calung. Diiringi lantunan calung, mereka memain kan lagu Lir-ilir dari Jawa Tengah. Kegiatan ini menjadi rutinitas Komunitas HCS saban Sabtu malam di Sekretariat Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (Himalaya) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Walau berada di bawah naungan Himalaya, komunitas ini menerima siapa saja yang minat belajar calung. Tak hanya mahasiswa, masyarakat sekitar pun bisa bergabung dalam Komunitas  HCS. Terhitung sampai saat ini ada 20 anggota yang tergabung dalam komunitas ini.
Berdirinya Komunitas HCS berawal dari kegelisahan anggota Himalaya lantaran melihat hanya sedikit pemuda yang minat memainkan calung. Kemudian September 2013 silam, Divisi Kebudayaan Himalaya membentuk Komunitas HCS. Ketua Umum Himalaya, Irfan Sanusi mengatakan, komunitas yang berada di bawah naungan Himalaya ini bertujuan melestarikan budaya Indonesia.
Saat ini, lanjut Irfan, pemuda lebih menyukai budaya barat dibandingkan budaya Indonesia. “Sebagian besar, pemain calung di Tasikmalaya adalah orang tua. Biasanya, mereka memainkan calung hanya di acara-acara tertentu seperti hari kemerdekaan Indonesia,” kata Irfan seusai mempraktikkan cara bermain calung kepada INSTITUT, Minggu (19/4).
Komunitas yang bergerak di bidang kebudayaan ini tak hanya tampil di dalam kampus, kerap kali mereka juga tampil di luar kampus. Semisal dalam Acara Charta Peduli Awards di Radio Republik Indonesia (RRI) dan dalam Friday Class Pengembangan Diri di kediaman Seto Mulyadi, pada Desember 2014 lalu.
Di sisi lain, salah satu anggota Komunitas HCS, Agung Arabian menuturkan, demi menjaga eksistensi alat musik tradisional, calung bisa dipadukan dengan alat musik modern semisal piano atau gitar. “Perpaduan calung dengan alat musik modern membuat calung lebih menarik dan mengajak pemuda untuk mempelajari calung,” ujar Agung, Minggu (19/4).
Salah satu upaya agar penonton tidak jenuh dalam menyaksikan pementasan calung, Komunitas HCS juga membawakan lagu-lagu yang telah mereka aransemen di setiap penampilannya. Mereka juga menciptakan lagu sendiri seperti lagu Perkenalan Himalaya dan Sambal Lada.
Pemuda asal Cilacap ini menambahkan, pemuda yang tergabung dalam komunitas HCS nantinya mampu meregenerasi dan menjaga calung agar tetap dikenal masyarakat. “Alhasil, generasi muda ke depan dapat menikmati serta mengenal calung,” ungkap Agung.
Agung menilai, banyak masyarakat kurang mengenal calung terlihat dari mereka yang tak dapat membedakan antara musik tradisional calung dan angklung. Kebanyakan masyarakat hanya tahu dua alat musik tradisional tersebut sama-sama terbuat dari bambu.
Pelatih Komunitas HCS, Asep Ashly Nugraha menjelaskan, perbedaan calung dan angklung terlihat dari cara memainkannya. Calung dimainkan dengan memukul ruas tabung bambu dan angklung dimainkan dengan menggoyangkan tabung bambu. Perbedaan lainnya terletak pada jenis tangga nada. Calung menggunakan tangga nada pentatonik, sedangkan angklung menggunakan tangga nada mayor.
Asep berharap, masyarakat Indonesia dapat menjaga budaya sebagai kearifan lokal dengan cara mengenali budaya dari daerah masing-masing. Pasalnya, sambung Asep, saat ini tidak banyak warga yang mengenal calung. “Bahkan  hanya sedikit warga Tasikmalaya yang mengenal calung. Padahal, calung merupakan alat musik tradisional dari Tasikmalaya,” kata Asep.
Komunitas yang memainkan jenis calung jinjing ini berencana mengadakan acara dengan melibatkan komunitas di sekitar Ciputat. “Akhir Mei mendatang, kami akan mengadakan acara dengan tema melestarikan budaya Indonesia,” pungkasnya.
Ika Puspitasari

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Dede Rosyada : Tak Semua Mahasiswa Ber IPK Empat Itu Cerdas
Next post Mahasiswa Harus Berpikir Kreatif