Menari Bukan Ajang “Unjuk Gigi”

Read Time:3 Minute, 55 Second
Dok. Pribadi

Nama                                    : Tanti Tifany Aulia
Alamat                                  : Jl. Raya Muhtar no. 44, Sawangan, Depok, Jawa Barat
Tempat, Tanggal Lahir         : Bogor, 12 Juni 1994
Riwayat Pendidikan              : SDN 1 Sawangan
                                                SMPN 9 Depok
                                                SMAN 1 Parung
Tari tradisional merupakan kebudayaan yang harus dijaga. Menari bukan untuk dikenal tapi mengenalkan Budaya Indonesia.
Kegemaran menari Tanti Tifany Aulia terlihat sejak ia mengenyam pendidikan di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD) 01 Sawangan, Depok,  Jawa Barat. Berawal dari keinginan orangtua, Tanti akhirnya bergabung di Sanggar Tari Trisna Manggala, Depok. Tarian pertama yang ia pelajari ialah Tari Topeng dari Betawi, tarian tersebut menjadi pijakannya dalam mempelajari berbagai macam tarian nusantara.
Setahun setelah bergabung di Sanggar Tari Trisna Manggala, Tanti berhasil memenangkan beberapa perlombaan tari di berbagai daerah. Tak hanya lomba, ia juga menampilkan tari di berbagai acara meski masih duduk di kelas 5 SD. “Setelah menang beberapa lomba tari, saya mengisi berbagai acara, salah satunya di Televisi Republik Indonesia (TVRI),” kata Tanti ketika di temui di Lobi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Senin (12/10).
Saat masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Ia lebih memilih ekstrakurikuler karate dibandingkan tari. Ia pun  aktif di ekstrakurikuler karate hingga menjadi salah satu atlet karate Jawa Barat. “Waktu itu sempat bosan menjadi penari dan kepikiran untuk berkarier di karate,” paparnya.
Meski sempat berhenti menari, Tanti tak lupa dengan kecintaannya terhadap tari tradisional Indonesia. Terbukti ketika gadis kelahiran 12 Juni 1994 ini duduk di kelas 2 SMA, menjadi salah satu finalis  IM3 Mobac Academy, acara tersebut mencari remaja yang menampilkan berbagai bakatnya. “Semenjak menjadi finalis IM3 Mobac academy, saya jadi sering latihan menari lagi,” tutur Tanti.
Seusai meninggalkan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), ia melanjutkan kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan benar-benar kembali berkecimpung di dunia tari. Terlebih setelah Tanti bergabung dengan Komunitas Pecinta Tari Tradisional (Kontras) Akutansi, FEB. Selang setahun ia bergabung dengan Kontras, ia lalu dipercaya untuk menjadi ketua Kontras.

Di masa kepemimpinan Tanti, Kontras Akutansi mewakili UIN Jakarta dipilih menjadi penari pada acara ulang tahun Tangerang Selatan (Tangsel) yang ke-5. Ia dan kawan-kawannya bergabung dalam 116 penari dari seluruh Tangsel untuk menarikan Tari Puspa Pesona yang sengaja dipersembahkan untuk merayakan ulang tahun Tangsel. “Saya sangat senang karena bisa tampil di depan Airin Wali Kota Tangsel,” ungkap gadis yang juga pernah tampil tari di program musyik Dahsyat Rajawali Citra Indonesia (RCTI) ini.

Selain menjadi ketua Kontras Akutansi, Tanti juga bergabung di Sanggar Tari Larasati. Awalnya, Tanti hanya ingin belajar menari, tapi kemudian diminta untuk menjadi salah satu pelatih tari di sanggar tersebut. Sehingga, ia pun menjadi pelatih tari untuk anak-anak berusia 3 tahun sampai remaja. “Untuk melatih tari kepada anak kecil itu benar-benar membutuhkan kesabaran,” tuturnya.

Di Sanggar Tari Lestari, Tanti sering menjadi perwakilan penari dari Depok dalam berbagai perlombaan dan acara di berbagai kota. Salah satunya festival  Apeksi di Ambon, acara tersebut merupakan acara besar dan diikuti oleh seluruh wilayah Indonesia. Ia juga menjadi juara 1 lomba tari tradisional se-kota Depok “Hal itu menjadi pengalaman yang tak bisa terlupakan, karena saya dapat melihat kebudayaan dari daerah lain pula,” ujar gadis yang juga menjadi MC di acara tertentu ini.

Bagi Tanti, ada tiga usur yang perlu diperhatikan seorang penari. Pertama, Wiragayang  merupakan dasar keterampilan gerak tubuh penari. Kedua Wirama yang berarti suatu pola untuk mencapai gerakan harmonis serta terakhir Wirasa yang menggambarkan tingkat penghayatan dan penjiwaan dalam tarian.

Tak hanya itu, Tanti juga memiliki pandangan bahwa tari bukanlah ajang memperlihatkan kelihaian dalam menari. Tanti mengungkapkan, saat ini banyak penari yang asal menari tanpa menghiraukan ketiga unsur penting yang harus diperhatikan seorang penari. “Jadi penari juga enggak asal nari, bukan cuma pamer kalau di bisa nari biar eksis,” ungkapnya.

Menurut Tanti, tari tradisional merupakan budaya Indonesia yang wajib dijaga. Tanti menyayangkan anak muda yang tak acuh terhadap budaya Indonesia. Ia menginginkan adanya pemuda yang bersama-sama membangun, mengembangkan, dan mengenalkan budaya Indonesia. “Jangan hanya peduli ketika ada salah satu kebudayaan kita sudah diambil negara lain,” pungkasnya.

Ika Puspitasari

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Melacak jejak AS di Iran
Next post Jonru