Apa Kabar WCU?

Read Time:3 Minute, 28 Second
Dede Rosyada terus membenahi UIN Jakarta demi menuju WCU. Fasilitas dan kualitas pengajar yang minim menjadi batu sandung utama.

Meneruskan estafet kepemimpinan Komaruddin Hidayat sebagai rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada kini tengah fokus mewujudkan cita-cita UIN Jakarta menuju World Class University (WCU). Setahun sudah Dede memimpin. Tekadnya membawa UIN menuju WCU tersandung minimnya fasilitas bertaraf internasional bagi mahasiswa.

Dede mengakui banyak faktor yang perlu diperhatikan bila ingin mencapai WCU di antaranya kurikulum dan penerbitan jurnal internasional. Untuk menuju WCU nanti, ia akan menerapkan kurikulum yang terhubung dengan dunia kerja di UIN Jakarta, dengan begitu setelah lulus perkuliahan mahasiswa bisa langsung mendapat pekerjaan.

Kedua, lanjut Dede, UIN Jakarta harus siap menerbitkan jurnal internasional berbahasa asing semisal Inggris ataupun Arab. Untuk tahun 2016 Dede menargetkan UIN Jakarta dapat merilis 600 jurnal internasional dan bisa menerima 500 mahasiswa asing. “Syarat untuk WCU memang berat. Tapi kita kan terus ngejar itu,” ujarnya, Jumat (20/11).

Demi mendukung mencapai WCU, Dede memerlukan peran nyata dari seluruh dosen UIN Jakarta untuk meningkatkan kualitas dalam mengajar. Jika sudah begitu, kata Dede, sangat memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran yang dosen berikan. Dede pun tak menapik sebagian dosen UIN Jakarta kurang maksimal dalam mengajar.

Selain meningkatkan kompetensi dosen, sejak semester satu mahasiswa akan diberikan pelajaran mendalam bahasa agar mahir berbahasa asing. Untuk itu, Dede telah menyiapkan dua kelas dwibahasa bertaraf internasional yang akan ada di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). “Maunya sihkelas internasional ada di semua fakultas tapi yang siap baru FST  sama FEB,” ungkapnya.

Di UIN Jakarta sendiri kini ada 207 mahasiswa asing. Dede menjelaskan dengan adanya mahasiswa asing yang mengenyam pendidikan di UIN Jakarta mengindikasikan UIN Jakarta kian dipercaya sebagai universitas bertaraf internasional. Ia mengatakan, tahun 2015 UIN Jakarta telah menerima 16 dosen asing dan mengirim 10 dosen untuk mengajar di universitas luar negeri.

Sementara itu, rangking dunia UIN Jakarta dalam webometrics berada di posisi 4072. Sedangkan di tingkat nasional UIN Jakarta berhasil menempati peringkat 45. Dede menyadari, di awal kepemimpinannya webometricsbukan lah program prioritas utama.

Namun, ia mengetahui peringkat webometrics menjadi penilaian WCU, belum lagi beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia mulai berlomba mengejar peringkat teratas dalam webometrics. Alhasil UIN Jakarta pun mau tak mau meningkatkan peringkat di webometrics. “Jadi saya menginstruksikan mahasiswa dan dosen membuat email serta blog berdomain mhs.uinjkt.ac.id,” katanya.

Banyaknya PT di Indonesia bermimpi menjadi WCU ditanggapi serius oleh Pakar Pendidikan Indonesia, H. A. R. Tilaar. Menurutnya fenomena PT mengejar WCU merupakan kekeliruan dalam pendidikan. Ia pun mempertanyakan siapakah yang membuat aturan sebuah PT harus menjadi WCU. Bagi Tilaar WCU tidak memiliki konsep yang jelas, terutama bila dilihat dari sisi pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)  seperti mahasiswa dan dosen.

Merujuk pada Undang Undang (UU) Perguruan Tinggi no 40 tahun 2007 tentang Tridharma Perguruan Tinggi sejak itu rakyat mengenal tiga poin PT antara lain, pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Ditegaskan kembali dalam UU Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Dari pengajaran, penelitian, dan pengabdian merupakan konsep dari dunia barat, hingga sekarang konsep tersebut telah diterapkan dan menjadi kurikulum untuk PT di Indonesia.
“Jadi, apakah WCU itu? Apa kita mau menyontek Oxford atau Harvard University? Saya rasa itu keliru,” jelas Tilaar, Jumat (20/11).

Anggota Kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini menawarkan, semestinya PT di Indonesia mempunyai Tridharma tambahan yakni pendidikan yang berpusat pada riset pengembangan budaya Indonesia. Lantaran, ia merasa kini peraturan pemerintah mengenai pendidikan semakin memisahkan pendidikan dengan kebudayaan. Padahal ia menganggap pendidikan sangat bisa menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan kekayaan alam Indonesia.

Di sisi lain, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menyadari budaya erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Karena itu, melestarikan kekayaan alam dan kebudayaan Indonesia merupakan tugas rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa. Maka dari itu, ia pun  menawarkan sebuah konsep pendidikan yang berbasis pengembangan budaya Indonesia, dan hal tersebut yang mestinya dapat dipahami para rektor PT di Indonesia.


Tilaar menyarankan PT di Indonesia baiknya dapat mengenal, menggali, hingga mendalami kakayaan budaya dan alam Indonesia. Ia pun berharap semua PT dapat meningkatkan kualitas mahasiswa serta dosen dengan mengedepankan nilai moral. “Ngawurnamanya kalau ngejar WCU tanpa memikirkan dan melestarikan budaya nusantara,” tegasnya.

Yasir Arafat

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Musyawarah Hasilkan Satu Pasang Kandidat
Next post Meruwat Papua