Read Time:1 Minute, 51 Second
Pada Juli lalu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengeluarkan UU No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty). Tax amnesty merupakan program pengampunan yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak dengan slogan Ungkap, Tebus, Lega. Ungkap berarti mengungkapkan harta akumulasi hasil kekayaan keseluruhan. Tebus, membayar sejumlah uang yang nantinya dibayarkan ke kas negara, untuk mendapatkan pengampunan pajak. Lega berarti tak mempunyai beban untuk memikirkan dan membayar pajak.
Dalam Pasal 4 ayat 3 UU No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak disebutkan bagi wajib pajak yang peredaran usaha atau penghasilannya mencapai 10 milyar rupiah, dikenakan 0,5 persen pajak. Apabila lebih dari 10 milyar maka hanya dikenakan 2 persen pajak yang dibayarkan ke kas negara. Menurut mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI), jumlah tersebut terlalu kecil dan terkesan hanya memihak kepada para pengusaha. Oleh karenanya, GPPI melakukan aksi penolakan di depan halte Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (14/10).
Kordinator aksi Soedra Ali mengatakan program tax amnesty terkesan pro kapitalisme karena ditujukan kepada para pengusaha yang memiliki modal besar. Ia melanjutkan, Kebijakan ini sudah jauh dari keadilan karena hanya pemodal dan pengusaha yang menikmatinya. “Enggak semuanya rakyat Indonesia pengusaha. Ini jelas sangat merugikan rakyat, terutama warga miskin Indonesia,” tutur Soedra di sela-sela aksi.
Menurut mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum ini, tax amnesty merupakan bukti bahwa hukum di Indonesia sedang dilucuti. Karena hukum di Indonesia masih sebatas jargon dan slogan. Ia juga menambahkan dengan adanya tax amnesty ini, hukum di Indonesia lemah dihadapan pemodal besar yang memiliki kepentingan. “Seharusnya para pengemplang pajak dihukum bukan diampuni,” kata Soedra.
Dalam orasinya, peserta aksi menuntut agar kebijakan tax amnesty dihapuskan. Karena kebijakan ini hanya akan melemahkan sistem perpajakan di Indonesia. Kedua tax amnesty mengajak orang untuk menunda membayar pajak, untuk kemudian mendapatkan tax amnesty. Pun aksi menuntut untuk mengembalikan sistem perpajakan seperti semula dan para penunggak pajak diberikan sanksi administrasi maupun pidana perpajakan.
Menanggapi aksi tersebut, salah seorang mahasiswa Nur Afriani jika aksi ini dinilai cukup bagus karena mengajak mahasiswa agar lebih kritis terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Tetapi, akan lebih tepat jika aksi dilakukan di depan Istana Presiden. Sehingga tuntutan aksi lebih bisa diterima “Kan yang mengeluarkan kebijakan Presiden Jokowi bukan rektorat,” katanya, Jumat (14/10).
MU
Average Rating