foto : DSM/Ins |
Read Time:2 Minute, 51 Second
Kasus dugaan penistaan agama yang belum lama ini dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi buah bibir warga Indonesia. Penyebabnya adalah pernyataan Ahok mengenai surat Al-Maidah ayat 51 pada sambutannya di Kepulauan Seribu. Beberapa pihak melaporkan tindakan tersebut sebagai dugaan penistaan agama tersebut ke Badan Resort Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) dengan tuntutan pelanggaran pasal 156a KUHP.
Aksi damai serentak pun kemudian digelar oleh beberapa organisasi berbasis Islam pada Jumat (4/11). Aksi ini menuntut Bareskrim Polri untuk segera menindak kasus Ahok. Mereka merasa Bareskrim Polri tak kunjung memberi kepastian dalam penyelidikan kasus ini.
Lantas apa yang dimaksud dari penistaan agama sendiri menurut hukum pidana dalam pasal 156a KUHP? Berikut hasil wawancara reporter Institut dengan Alfitra, pakar hukum pidana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (10/11).
Apakah yang dimaksud dengan penistaan agama dalam hukum pidana?
Seseorang yang memberikan suatu pemahaman dan sifatnya menyinggung agama, namun sang pengucap sendiri tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Padahal, sang pengucap sendiri bukan dari pemilik agama dan tidak mengerti ajaran agama yang disinggung. Sehingga secara subjektif memberi kerugian perasaan bagi seseorang atau sekelompok pemilik agama. Semua itu sudah tertulis dalam aturan UU pasal 156a KUHP.
Pasal 156a KUHP bukan hanya berlaku bagi umat Islam, melainkan semua agama yang membicarakan agama lain. Walaupun Indonesia mayoritas Islam, tapi agama lain juga dilindungi. Seperti halnya Islam ketika menyalahi ajaran agama lain, tentu pelakunya juga akan terkena jerat pidana.
Seberapa sering penistaan agama terjadi di Indonesia?
Sudah bukan sekali dua kali pelanggaran penistaan agama terjadi di Indonesia. Dulu sempat ada kisah dari Lia Eden yang mengakui dirinya sebagai Tuhan, dan sekarang ia sudah dipenjarakan dengan dijarat dalam pasal 156a KUHP. Lalu contoh lain, belum lama ini kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok yang masih diproses kasusnya.
Apa hukuman bagi terdakwa pelaku penistaan agama?
Ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar pasal 156a KUHP adalah lima tahun penjara. Apabila pelanggar pasal tersebut dinyatakan salah oleh pengadilan, ia akan dipenjara dalam kurun waktu lima tahun. Namun, jika pengadilan menyatakan pelaku dihukum kurang dari lima tahun, dalam hukum pidana ia tidak dipenjara melainkan mendapat penahan kota atau rumah, dalam artian tidak ditahan.
Hukuman lima tahun penjara bisa dipertimbangan dengan adanya kebijakan dari hakim. Salah satu faktor yang dapat menjadi pertimbangan masa hukuman, yakni adanya faktor ketidaksengajaan. Adapun faktor tersebut juga memiliki beberapa kriteria, bukan sekadar pengakuan tidak sengaja dari pelaku.
Bagaimana cara menilai kesengajaan atau tidaknya pelaku penistaan agama menurut hukum?
Sengaja atau tidak, bisa dinilai ketika seseorang dalam posisi tidak waras atau tak sadarkan diri. Akan tetapi, beda konteks ketika pelaku mengatakan ketidaksengajaannya dalam berbicara dikarenakan ketidakpahamannya terhadap apa yang ia bicarakan.
Ketika pelaku mengatakan ucapan yang menyinggung itu dalam keadaan sadar. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa itu bukan ketidak sengajaan, melainkan sengaja namun ia tak paham apa yang ia bicarakan.
Selain pasal 156a KUHP, adakah pasal lain yang membahas mengenai penistaan agama?
Ada, yaitu pada 156 huruf b KUHP yang isinya, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu, pada pasal 1 Penpres 1/1965, yaitu barang siapa dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.
DSM
Average Rating