Read Time:3 Minute, 37 Second
Reformasi pada Mei 1998 kini telah memasuki usia 19 tahun. Lahirnya reformasi tak terlepas dari peran mahasiswa sebagai aktor utama. Kala itu mahasiswa berbondong-bondong menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan aksi. Tak terkecuali mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Aksi demo digelar dalam kampus dan di gedung DPR. Dalam aksi yang digelar mahasiswa mereka menuntut tiga hal. Pertama, turunkan harga sembilan bahan pokok, kedua, hapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme, dan, ketiga, turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Aksi itu berbuah manis pada 21 Mei 1998. Sang presiden diktator tumbang dari kasta tertinggi Republik ini. Klaim mahasiswa sebagai agen tampaknya wajar tersemat dalam diri mahasiswa. Berkat perjuangan mereka wajah Indonesia baru telah lahir.
Sayang, kini peran mahasiswa kian dipertanyakan. Tak dapat dipungkiri bahwa peran mahasiswa sekarang dianggap tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Mahasiswa dianggap pragmatis dalam menjawab setiap permasalahan yang terjadi di Indonesia. Sebagai momentum peringatan aksi 1998, reporter Institut C.M.HR mewawancarai Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Riyan Hidayat terkait peran mahasiswa UIN Jakarta di era reformasi.
Bagaimana tanggapan anda tentang aksi demo mahasiswa pada tahun 1998?
Menurut saya aksi Mei 1998 tersebut merupakan puncak dari serangkaian aksi demo yang pernah dilakukan oleh mahasiswa untuk menurunkan Presiden Soeharto. Semangat reformasi mahasiswa 1998 seyogianya dimiliki oleh mahasiswa saat ini. Jika mahasiswa 1998 mengkritik sistem pemerintahan, maka mahasiswa sekarang juga harus bisa menjadi agen perubahan bagi bangsa ini. Pelbagai cara bisa ditempuh. Misalnya memacu diri di bidang pendidikan, penghargaan dan kegiatan positif lainnya. Terkait Pentingnya bidang pendidikan adalah untuk menghasilkan manusia yang cerdas dan berbudi luhur.
Menurut pandangan anda, hal apa yang tak boleh dilupakan mahasiswa dari gerakan Mei 1998?
Ketika kita berbicara reformasi tentu kesan yang bisa kita rasakan sebagai mahasiswa adalah semangatnya. Pelbagai spirit lahir dari mahasiswa melihat keterpurukan bangsa Indonesia kala itu. Pemerintahan otoriter dan keterpurukan menjadi momok yang membuat rakyat menderita. Kondisi ini pulalah yang membuat mahasiswa tahun 1998 berdiri di garda terdepan melawan penindasan tersebut. Inilah yang sebenarnya harus dimiliki oleh mahasiswa saat ini, berani bertindak ketika terjadi penyelewengan.
Apakah anda pernah mendengar mengenai aksi demo 1998 yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Jakarta?
Saya pernah mendengar aksi yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Jakarta. Sayang, di pelbagai media peristiwa bersejarah ini menafikan kiprah mahasiswa UIN Jakarta. Seolah yang terlibat hanya mahasiswa Trisakti dan Universitas Indonesia. Alasannya karena pada aksi ini ada empat mahasiswa Trisakti menjadi korban dan banyak korban luka-luka.
Kita tak bisa memungkiri bahwa blow up media membuat pemberitaan 1998 kurang adil. Mahasiswa UIN Jakarta juga turun tangan melakukan aksi demo di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun Alhamdulillah tidak ada satu pun yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
Menurut pandangan anda siapa musuh utama mahasiswa saat ini, terutama mahasiswa UIN Jakarta.?
Menurut saya musuh mahasiswa saat ini adalah mahasiswa itu sendiri. Mengapa demikian? Hal itu disebabkan Sekarang permasalahan internal mahasiswa sendiri belum bisa terselesaikan. Terjadinya kesalahan komunikasi hingga perbedaan gaya pandang politik sudah menjadi polemik yang mengakar kuat di tubuh mahasiswa. Perbedaan organisasi membuat mahasiswa tidak bisa berkomunikasi. Kondisi lebih parah, perbedaan kepercayaan membuat mahasiswa tidak bisa hidup berdampingan. Padahal sudah sepatutnya mahasiswa meninggalkan permasalahan yang bersifat pribadi tersebut. Saatnya mahasiswa berpikir mencari solusi menyelesaikan permasalahan dalam lingkup yang lebih luas.
Bagaimana anda melihat mahasiswa UIN saat ini?
Saat ini saya melihat bahwa mahasiswa seringkali berada pada sisi yang tidak terarah. Mahasiswa seringkali berpikiran individualis dan pragmatis terhadap suatu hal. Pelbagai pergerakan yang mereka lakukan tak bisa dipungkiri karena adanya kepentingan-kepentingan parsial. Berbeda halnya dengan pergerakkan mahasiswa 1998 yang dilakukan demi kepentingan universal.
Padahal realitas di tengah masyarakat terdapat ketimpangan yang kian mencolok. Keadilan sosial pun kian jauh dari dari rakyat yang tak berpunya. Terlebih lagi sistem kapitalisme telah mewabah menggerogoti kondisi ekonomi Indonesia. Tentu jika mahasiswa mau membuka matanya sebenarnya permasalahan ini mungkin saja bisa terselesaikan.
Bagaimana anda memaknai peristiwa 1998 selaku Ketua Dema-U UIN Jakata?
Memaknai peristiwa 1998 adalah dengan mengambil semangat dari reformasi itu sendiri. Bagaimana kita bisa mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi lebih baik kedepannya. Belajar merupakan amanah yang diberikan negara kepada kita.
Oleh karenanya dengan belajar yang benar kita telah melaksanakan amanah tersebut tentu bangsa ini. Paling penting mahasiswa tidak apatis dalam menyikapi suatu masalah adalah poin penting untuk kita.
Average Rating