SDM Minim, Operasional Perpustakaan Terhambat

Read Time:4 Minute, 5 Second

Sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten akan menghasilkan pelayanan perpustakaan yang maksimal. Untuk itu, ketersediaan SDM berkompeten perlu ditingkatkan.


Satu persatu buku mulai dijamah Afidatul Amanah. Bukannya membaca, Ia malah memastikan kertas identitas katalog tertempel di buku sesuai jenisnya. Terkadang, Ia berhenti sejenak. Beberapa terlihat pemustaka menghadap meja resepsionis, meminjam dan memulangkan buku. Afidatul hanyalah salah seorang mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan (IP) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi relawan guna membantu operasional Perpustakaan Adab dan Humaniora. “Banyak kok relawan di sini, kami bantu-bantu perpustakaan,” ucapnya, Senin (15/5).

Kurangnya sumber daya manusia (SDM) perpustakaan UIN Jakarta membuat pihak perpustakaan membutuhkan bantuan mahasiswa. Padahal, dalam Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2014 pasal 31 Standar Tenaga Perpustakaan, harus memiliki kriteria SDM minimal memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi tentang perpustakaan.

Berangkat dari perkara ini, Institut pun menyambangi Fakultas Adab dan Humaniara (FAH) untuk menemui Kepala Perpusatakaan FAH, Muhammad Azwar. Ketika ditanya perihal mahasiswa relawan, Azwar mengamini jika kebijakan itu dibuat untuk menyiasati kekurangan SDM Perpustakaan FAH. “SDM FAH masih kurang,” ujarnya. Azwar pun menjelaskan, di Perpustakaan FAH Ia bersama satu stafnya mengelola secara keseluruhan operasional perpustakaan. Tak jarang, Azwar turun tangan mengelola hal teknis seperti sirkulasi dan peletakan buku di rak. “Idealnya tambah 2 SDM lagilah,” terangnya.

Tak lama setelah wawancara usai, tampak seorang mahasiswi tengah menunggu Azwar untuk konsultasi skripsi. Sebagai seorang dosen, Ia pun melanjutkan untuk membimbing mahasiswa itu. “Ini kewajiban saya juga,” tandasnya. Meski Azwar adalah Kepala Perpustakaan FAH, Ia tetap harus menjalankan tugasnya sebagai dosen mata kuliah Perpustakaan Digital harus tetap menjalankan tugasnya.

Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017, sebagaimana tugas dosen, Ia harus melaksanakan pendidikan dan proses pembelajaran, termasuk membimbing mahasiswa. “Selain di perpustakaan, saya juga harus mengatur waktu untuk mengajar,” ujarnya. Tak jarang, Azwar pun merasa kesulitan untuk menjalani itu semua.

Azwar tak sendiri, serupa dengannya adalah Kepala Perpustakaan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), Nuryudi.  Seringkali harus menyiasati waktu mengatur kesibukannya yang juga sebagai dosen mata kuliah Preservasi Koleksi di FAH. “Mau bagaimana lagi, kita optimalkan yang ada saja,” ujarnya di Perpustakaan FDI, Kamis (19/5).

Dalam menjalani operasional perpustakaan, Nuryudi melanjutkan, tugas itu hanya dibantu oleh dua stafnya yang sudah mendekati masa pensiun. “Staf saya yang satu, Ibu Ros mau pensiun  dua tahun lagi,”  tambahnya.

Hal yang tak jauh beda pun dirasakan Kepala Perpustakaan Fakultas Psikologi (FPsi), Andi Burhanuddin. Ia murni mengelola perpustakaan tanpa adanya tambahan beban tugas lain. Pria yang berpangkat Pustakawan Muda itu mengatakan, selaiknya pustakawan itu memang fokus dalam pekerjaannya. Lagi-lagi, SDM perpustakaan harus sesuai kompetensinya, ”SDM itu indikator dalam pelayanan, baik atau tidaknya,” kata Andi di ruang kerjanya, lantai 3 Perpustakaan FPsi.

Menyoal SDM perpustakaan yang tak berkompetensi, Andi tak menampik jika stafnya masih ada yang berstatus lulusan Sekolah Menengah Atas. Hal ini membuat SDM perpustakaan FPsi jauh dari kualifikasi sebagai pustakawan. “Bagaimana pun Pak Rahmad kan sudah lama di sini, lagian dia juga mau pensiun” pungkasnya, Kamis (19/5).

Padahal menurut Undang-undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Tenaga Perpustakaan. Perpustakaan harus memiliki SDM yang terdiri dari pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Perpustakaan Amrullah Hasbana mengamini bahwa perpustakaan UIN Jakarta minim SDM. Menurutnya, operasional perpustakaan tak akan berjalan lancar bila SDM tak ideal. “Lagi-lagi kita masih kekurangan SDM,” terangnya, Rabu (17/5).

Lebih lanjut, Amrullah mengatakan, banyak tenaga pustaka yang bukan pustakawan. Kendati pun, pangkat pustakawan memberikan status pengakuan. “Jadi pustakawan sebenernya enggak mudah,” jelas Amrullah. Sebagai jalan alternatif, lanjutnya, jika ada yang ingin jadi pustakawan harus mendapat sertifikasi.

Secara terpisah, Kepala Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Opong Sumiati mengatakan, dalam operasional perpustakaan, seharusnya memiliki pustakawan dan tenaga ahli perpustakaan. “Jadi masing-masing kerjanya bisa proporsional dan juga biar optimal,” jelas Opong, di ruang kerjanya, Gedung Perpusnas lantai 5, Kamis (18/5).
Belum Sertifikasi

Menurut UU No. 43 Tahun 2007, pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui Pendidikan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Selain itu, dalam Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2014, pasal 35 disebutkan, pustakawan harus dinyatakan lulus dalam seritifkasi kompetensi.  Sertifikat kompetensi menjadi dasar pertimbangan kompetensi dan peningkatan karier pustakawan.

Namun, berdasarkan data Pusat Pengembangan Perpustakaan menyebutkan, Pustakawan UIN Jakarta baru 26 orang yang tersertifikasi. Dari total data tersebut, sebanyak 15 orang saja yang memang memiliki latar pendidikan perpustakaan. Menanggapi hal ini, Amrullah menyatakan, sertifikasi dinilai tak begitu penting. “Sertifikasi hanya untuk yang mau naik pangkat saja,” tegas Amrulllah.

Hal berbeda pun disampaikan Opong, menurutnya, sertifikasi amat penting karena mempengaruhi penilaian terkait profesionalitas dan kompetensi seorang pustakawan. Sertifikasi kompetensi menjadi bukti hitam di atas putih bahwa pustakawan sudah berkompeten dalam hal pengetahuan, keahlian dan sikap kerja. Terlebih, sertifikasi dapat melindungi pustakawan dari invasi tenaga kerja asing., “Sertifikasi penting bagi pustakawan, sesuai ketentuan dalam UU No. 43 Tahun 2007,” jelasnya.

Alfarisi Maulana & Dewi Solehah Maesaroh

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Koleksi Perpustakaan UIN Tak Lengkap
Next post Dua Tahun Dede, Tiga Kali Mutasi