Read Time:5 Minute, 28 Second
Oleh: Andikey Kristianto*
Benarkah Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekarang bisa mendirikan Organisasi “Semi” Intra. Adakah aturan resminya? Bagaimana mungkin Bagian Kemahasiwaan luput? Atau memang sengaja membiarkan? Bila ada organisasi “semi” seperti itu, maka siapa yang memberikan izin ataupun legalitasnya?
Setahu saya, saat ini tidak ada aturan resmi yang mengatur secara komprehensif tentang syarat dan ketentuan mendirikan organisasi “semi” intra begitu. Bahkan aturan pendirian, pengelolaan, pengembangan, dan pembubaran UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) belum diatur secara detil, karenanya saat ini ada UKM yang punya banyak LSO (Lembaga Semi Otonom) di bawah naungannya.
Saya tidak anti terhadap munculnya Komunitas Kreatif, saya malah mendukung gerak langkah siapapun yang ingin mengaktualisasikan dirinya dengan kreatifitas maupun prestasinya. Namun apabila mengatasnamakan UIN Jakarta dan memakai fasilitas kampus, maka perlu legalitas dan aturan resmi yang melandasinya.
Kita semua menyadari apabila kreatifitas tidak memiliki saluran ekspresinya, bila aspirasi dibungkam, jika transparansi dihambat, dan saat komunikasi disumbat, maka resistensi akan muncul. Namun mari kita kritisi: bagaimana bila semua komunitas yang mengatasnamakan UIN Jakarta tumbuh tanpa legalitas dan sesuai aturan, kemudian dapat menggunakan fasilitas kampus? Siapa dari Bagian Kemahasiswaan yang siap pasang badan dan bertanggung jawab bila terjadi masalah?
Bila keberadaan suatu lembaga di bawah naungan UIN Jakarta tidak diikat dengan peraturan yang jelas, detil, dan komperhensif, maka jangan heran bila nanti terjadi konflik antar lembaga mahasiswa. Semua lembaga intra kampus di bawah naungan UIN Jakarta memang harus dibekali Peraturan dan SOP (Standar Operasional dan Prosedur) yang resmi, detail, serta komprehensif agar semua berjalan secara harmonis.
KILAS BALIK
Sejak 1997 silam, Saya mengikuti perubahan sistem kelembagaan mahasiswa dari sistem perwakilan kelas (sampai tahun 1999), kemudian menjadi sistem student government (sampai tahun 2012), sampai kembali lagi dengan sistem perwakilan kelas (sejak tahun 2013 sampai sekarang). Perubahan tersebut merupakan realitas atas dinamika lembaga mahasiswa dalam berproses mengurus dirinya sendiri.
Bila bicara tentang Lembaga Kemahasiswaan yang berada di bawah naungan UIN Jakarta, maka Bagian Kemahasiswaan menjadi Pusat Tata Kelolanya dan berada dibawah komando Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
Pada masa Sistem Student Government (SG) yang menggunakan pola representasi Partai Mahasiswa, Bagian kemahasiswaan justru terbantu oleh Hasil Ketetapan Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) yang mengatur tata laksana lembaga kemahasiswaan, tata kelola anggaran mahasiswa, dan ketetapan yang mengikat seluruh elemen lembaga intra kampus.
Pada tahun 2011, Saya bersama beberapa alumnus tokoh SG (Tb. Ace Hasan Syadzili dan Burhanuddin Muhtadi) diundang dalam Workshop SG untuk para anggota KMU UIN Jakarta. Rekomendasinya adalah SG tetap dilanjutkan, diperbaki sistemnya, dan dipersilakan Kongres Mahasiswa menindaklanjutinya. Sayangnya Mahasiswa paska Pemilu Raya 2012 terjadi kebuntuan dalam menyikapi hasil Pemira. Sehingga terjadi kekosongan kekuasaan di Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU). Hanya UKM yang dapat berjalan terus tanpa mitranya: BEMU dan DPMU.
Akhirnya tahun 2013, demi terisinya kembali Lembaga Eksekutif dan Leglisatif Mahasiswa tingkat Universitas, maka Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim membuat keputusan Pelaksanaan Pemilu Raya Mahasiswa dengan sistem representasi perwakilan kelas. Keputusan tersebut setelah satu tahun (2012) mahasiswa tidak menindak lanjuti sistem SG.
Pastinya SG bukan dibubarkan, tapi bubar dgn sendirinya. Para Partai Mahasiswa yang ada saat itu: Parma, PPM, PIM, Progresive, dan Boenga tidak berkonsolidasi menyelamatkan SG. SG pun vakum dan akhirnya bubar dengan sendirinya.
Sayangnya proses konsolidasi antar lembaga kemahasiswaan untuk membuat sistem yang lebih baik paska SG selama 4 tahun belakangan ini (2013-2017) belum menghasilkan sistem dan pola yang lebih baik dan komperhensif. Akibatnya banyak hal yang berkaitan dengan Lembaga Kemahasiswaan belum memiliki acuan resminya.
Paska Sistem SG bubar, kendali dan tata kelola lembaga kemahasiswaan lebih banyak diatur oleh Bagian Kemahasiswaan. Akan tetapi Standar Operasional dan Prosedur (SOP) terkait kemahasiswan maupun lembaga mahasiswa yang dibuat oleh Bagian Kemahasiswaan belum lengkap dan atau tidak detil dalam mengatur sekian banyak hal (terkait lembaga kemahasiswaan maupun kegiatan kemahasiswaan).
PEMBENTUKAN TIM PEMBINA
Upaya antisipasi timbulnya resistensi dan potensi konflik paska bubarnya SG, maka awal tahun 2014 dibentuklah Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Rektor dan secara operasional di bawah kendali Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
Keberadaan Tim Pembina sebenarnya untuk menjaga keseimbangan dan menghindari potensi konflik paska SG bubar. Sehingga Tim Pembina dapat memberikan masukan kepada Lembaga Mahasiswa maupun Pihak Rektorat bilamana ada situasi “macet” atau aspirasi yang perlu dijembatani dari kedua belah pihak.
Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan notabene adalah para profesional alumnus UIN Jakarta yang pernah aktif dalam kehidupan dan kegiatan lembaga intra kampus pada zamannya. Idealnya Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan dapat menjadi Mitra strategis bagi Bagian Kemahasiswaan. Tim Pembina memiliki tugas pokok dan fungsi, antara lain: memberi saran dan kritik atas kebijakan terkait lembaga maupun kegiatan kemahasiswaan, memberi masukan program kemahasiswaan untuk meningkatkan kualitas serta kapasitas lembaga mahasiswa, menjadi jembatan komunikasi antara pihak mahasiswa dan rektorat.
Sayangnya, Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan paska kegiatan Leadership Development Program bulan Juli 2017 lalu mulai disingkirkan, sehingga tertutup dari informasi internal kemahasiswaan. Praktis sejak PBAK 2017, Tim Pembina tidak berfungsi dalam memberikan awarness menghindari potensi konflik maupun dalam rangka merespon situasi aktual. Tentu Tim Pembina sangat menghormati sikap atau memaklumi kondisi tersebut.
Semoga saja kondisi tersebut terjadi bukan karena ada oknum pejabat di Bagian Kemahasiswaan yang gerah dengan keberadaan Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan. Padahal, Tim Pembina itu tidak digaji dan mereka bersedia meluangkan waktu menjadi Tim itu murni demi mendedikasikan dirinya untuk almamater tercinta.
Tim Pembina masih berkeyakinan bahwa masih ada orang-orang baik di Bagian Kemahasiswaan yang loyal dan mencintai Almamater UIN Jakarta. Sejauh ini pun, Rektor dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan masih sangat mendukung keberadaan Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan.
SARAN PAMUNGKAS
Saya yakin UIN Jakarta akan lebih sukses lagi bila Bagian Kemahasiswaan para pejabatnya (terutama yang menangani langsung kegiatan kemahasiswaan dan melayani lembaga mahasiswa) diisi oleh kader Alumnus UIN Jakarta yang juga anti korupsi, paham sejarah perkembangan lembaga kemahasiswaan, dan memiliki kecintaan terhadap Alamamater UIN Jakarta.
Kami sebagai Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan yakin bahwa Bagian Kemahasiswaan dapat dikelola lebih baik lagi dengan menempatkan orang yang tepat dan berintegritas. Dengan demikian Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan benar-benar terbantu kerjanya, bukan malah dibebani oleh permasalahan yang sengaja dibiarkan membara oleh oknum pejabat di bawahnya. Semoga tidak ada oknum seperti itu di UIN Jakarta.
Walaupun Tim Pembina dibubarkan atau ditiadakan, kami akan tetap mencintai dan berusaha memberikan kontribusi terbaik kepada Lembaga Kemahasiswaan tanpa mengintervensi apalagi mendikte pengurus ataupun anggotanya.
Na’udzu billaah, bukan karena SK atau diberi Jabatan kemudian kami baru peduli. Kami akan selalu peduli karena kami sadar telah dibesarkan oleh almamater dan lembaga mahasiswa UIN Jakarta sejak kami masih kuliah. Tenang saja, kami tidak akan pernah mengabaikan Keluarga kami di rumah gegara mau meluangkan waktu untuk kampus tercinta.
*Penulis Merupakan Tim Pembina Lembaga Kemahasiswaan UIN Jakarta
Average Rating