Kupas Media Bercorak Agama

Read Time:2 Minute, 57 Second

Judul               : Jurnalisme Kosmopolitan
Pengarang       : Janeet Steele
Penerbit           : Bentang Pustaka
Tahun terbit    : 2018

Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, media di Indonesia dan Malaysia mengalami islamisasi yang signifikan. Agama dijadikan identitas media hingga pangsa pasar yang menggiurkan.

Meskipun prinsip-prinsip jurnalismekebenaran, verifikasi, keseimbangan, dan kemandirian dari kekuasaan—bisa dibilang universal, di beberapa media prinsip itu ditafsirkan melalui prisma budaya lokal negara tempat media mengudara. Seperti lima organisasi berita di Indonesia dan Malaysia menyarankan berbagai pendekatan untuk memahami hubungan antara jurnalisme dan Islam.

Sebagai contoh para penulis di Majalah Sabili—1984 sampai 2013—mereka dipekerjakan atas kemampuan mereka berdakwah. Mereka percaya bahwa jalan keluar dari penyakit-penyakit masyarakat modern terletak dari penerapan syariat Islam. Juga Republika, sebuah koran Indonesia yang didirikan untuk melayani komunitas Muslim. 

Sabilimerupakan media yang pertama kali menerbitkan tulisannya pada 1984 dan gulung tikar April 2013. Jenis Islam yang dipresentasikannya disebut skripturalis, literalis bahkan fundamentalis. Politcik Majalah Sabili dapat digambarkan secara beragam, sensasional, provokatif dan cenderung menawarkan teori konspirasi pendukung Perang Salib dan Zionis. (hal. 38)

Seperti pada Mei 2002, sampul depan Sabili menampilkan gambar bangunan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tajuk utama “IAIN: Ingkar Allah, Ingkar Nabi.” Juga menuduh kelompok studi di IAIN seperti Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) mendukung sekularisasi, menolak penerapan syariat, mendukung pernikahan orang beda agama, dan mengabaikan perintah agama untuk mengajak pada kebaikan dan melarang perbuatan jahat.

Hal tersebut membuat pihak IAIN Syarif Hidayatullah bereaksi. Rektor periode 1998-2006 Azyumardi Azra datang menemui seorang pemilik Sabili Rahmat Ismail untuk meminta klarifikasi. Lalu Azra juga bertanya apakah Majalah Sabili sengaja menyebutnya murtad?. “Rahmat meminta maaf dan memohon ampun.” Azra pun memberikan nasihat “Tahan dirilah dari perbuatan menjelek-jelekkan orang lain.”

Janet Steele menilai, contoh kasus tersebut mengisyaratkan bahwa berita di Sabilisama sekali tidak berimbang. Menanggapi hal tersebut, Pemimpin Redaksi terakhir Sabili Eman Mulyatman berpendapat bahwa media lain juga melakukan hal yang sama “Mereka juga berpihak.” Tempo berpihak dan Sabili tentu punya misi sendiri. Visi dan misinya adalah kebijakan editorial. (hal. 68)

Lain hal dengan Malaysiakini. Salah satu media Malaysia ini lebih mempresentasikan Islam dalam konteks sekuler, meski mereka menolaknya. Juga menolak disebut islami, bahkan editor Malaysiakini selalu menjaga agar diskusi tentang agama berada di luar ruang redaksi.

Berita yang disajikan oleh Malaysiakini bersifat multi etnis, ras, dan agama. Mereka menolak membicarakan agama dalam konteks laporan-laporannya. Wajar jika reporter di Malaysiakini tetap akan diminta menulis topik-topik kemurtadan agama tertentu meski hal itu membuatnya gelisah, lantaran akan tidak disukai oleh pembacanya yang masih terkait dengan agama yang ditulis.

Malaysiakini selalu menyoroti politisasi Islam di Malaysia dalam segala laporan-laporannya. Mantan editor Malaysiakini berkata “Ada islamisasi dalam segala hal. Fokus kami selalu dianggap cenderung anti-pemerintah, tetapi sebenarnya juga anti-islamisasi. Dan orang Melayu di Malaysiakiniadalah Melayu liberal.”  

Namun, beberapa reporter Malaysiakini menyatakan seorang Islam yang konservatif dan menganggap bahwa Agama selalu melatarbelakangi pemikirannya. Meskipun di MalaysiakiniIa tetap bekerja dengan sensor yang ketat dan tetap melaporkan berita dengan fakta-fakta yang seharusnya.

Demikian ulasan dan fakta yang disajikan Janet Steele dalam buku laporannya Jurnalisme Kosmopolitan di Negara-Negara Muslim Asia Tenggara. Buku ini hasil penelitiannya di Indonesia dan Malaysia kurun 20 tahun. Penelitian ini menggunakan wawancara dan pengamatan partisipan di lima penerbitan yang mewakili hubungan yang berbeda antara jurnalisme dan Islam.

Buku penelitian ini tetap enak dibaca. Akan tetapi, karena buku ilmiah laporan penelitian jadi penyusunan bahasa perlu dipahami ulang.

Nuraini

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Bina Desa Salurkan Asa
Next post Milad LDK Sebagai Refleksi