Pihak kampus belum sepenuhnya memberikan penghargaan terkenang kepada lulusannya. Beberapa wisudawan mengeluhkan hal tersebut.
Sabtu pagi, 26 Februari lalu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Wisuda ke-123 di Auditorium Harun Nasution. Pelaksanaannya menerapkan sistem dalam jaringan (daring). Wisuda kali ini, meluluskan 1.168 mahasiswa dari berbagai jenjang studi: sarjana, magister dan doktoral.
Auditorium Harun Nasution kelihatan lengang. Rektor beserta jajarannya dan beberapa tamu undangan tengah bersiap menunggu giliran berpidato. Para operator visual nampak sibuk dengan pekerjaannya agar wisuda dalam jaringan (daring) via Youtube berjalan lancar. Sejumlah perwakilan wisudawan pun turut hadir menanti sang Rektor memindahkan tali toganya.
Sebagian perwakilan wisudawan tersebut, mereka adalah wisudawan jebolan terbaik dari tiap fakultas secara akademik—menggapai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi. Sebagiannya lagi, mereka wisudawan terbaik lewat non-akademik. Dalam pantauan Institut di lapangan, hanya mereka jebolan terbaik akademik yang diberi penghargaan berupa sertifikat dan piagam.
Rifqi Iman Salafi, salahsatu wisudawan terbaik non-akademik Fakultas Adab dan Humaniora, membeberkan bila jauh-jauh hari sebelum wisuda, setiap calon wisudawan dimintai bukti prestasi—salah satunya non-akademik—pada saat pendaftaran. Rifqi pun mencantumkan prestasi-prestasinya di bidang non-akademik. Sebutir harapan muncul. Rifqi berharap pihak kampus memberinya penghargaan.
Namun harapan Rifqi jadi luluh lantak. Dia hanya bisa menganga sepanjang wisuda. Ternyata pihak kampus hanya menyebutkan deretan nama-nama wisudawan terbaik non-akademik tanpa memberi penghargaan. “Setidaknya (beri) penghargaan (yang sama) dengan wisudawan berprestasi secara akademik,” keluh Rifqi, Kamis (4/3).
Adly Muhammad Wishal, wisudawan terbaik non-akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis, ikut berkomentar. Penghargaan bagi wisudawan terbaik, tuturnya, kelak memunculkan motivasi besar terhadap mahasiswa yang lainnya. ” Agar kedepannya banyak mahasiswa yang mencetak prestasi akademik maupun non-akademik,” ujarnya, Selasa (7/3).
Adly menyayangkan pihak kampus yang nampak setengah perhatian kepada para wisudawan terbaik non-akademik. Adly mengaku kurangnya dukungan dari pihak kampus membuat para mahasiswa mengikuti pelbagai lomba dengan usaha sendiri dan tanpa membawa nama kampus. “Padahal banyak yang menjuarai,” ucapnya.
Terkait hal ini, Institut menghubungi Wakil Rektor Kemahasiswaan, Arief Subhan pada Rabu, 9 Maret lalu. Namun tak ada respons.
Sedangkan Salsabila Ramadhina, wisudawati terbaik akademik dari Fakultas Sains dan Teknologi, mendapatkan penghargaan sertifikat dan piagam itu. Kendati demikian Salsa merasa kurang. “Jujur, aku berharap pada pihak kampus untuk membantu dapat beasiswa ke luar negeri,” harap Salsabila di akhir wawancara, Senin (28/2).
Wakil Dekan Kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi, Fahma Wijayanti menjelaskan, terkait anggaran dana untuk penghargaan tersebut, pihak kampus tidak memberikan secara khusus melainkan masuk ke dalam Alat Tulis Kantor (ATK) Dana Yudisium. Walaupun sekadar piagam dan sertifikat, keduanya bisa menjadi penunjang untuk mendaftar beasiswa luar negeri. “Bisa menjadi bekal wisudawan terbaik mendaftar beasiswa luar negeri, seperti Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP),” jelasnya, Rabu (2/3).
Selain itu, Fahma juga menerangkan, pihak fakultas dan universitas tentu selalu menyebarkan informasi terkait beasiswa. Tidak hanya merekomendasikan kepada mahasiswa saja, terdapat beasiswa khusus bagi wisudawan terbaik bagi mereka yang kembali melanjutkan kuliah di UIN Jakarta. “Kami hanya memberikan beasiswa terhadap wisudawan terbaik yang kembali melanjutkan studinya di UIN.” tuturnya di akhir wawancara.
Reporter: Nadiyya Dinar Ambarwati
Editor: Syifa Nur Layla
Average Rating