Magang menjadi kewajiban mahasiswa di beberapa jurusan. Namun, kesesuaian magang terhadap jurusan tidak banyak diperbincangkan.
Kurikulum Kampus Merdeka memberikan kebebasan mahasiswa untuk melaksanakan magang di luar jurusan yang ia tempuh. Akan tetapi, ditemukan beragam pendapat dari mahasiswa. Terdapat mahasiswa yang setuju dan tidak setuju terkait magang yang harus sesuai jurusan. Pasalnya pembelajaran di kelas berbeda dengan pembelajaran ketika magang.
Magang merupakan salah satu kegiatan pembelajaran Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MB-KM). Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 1321 Tahun 2021 tentang Pedoman MB-KM Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, magang tidak ada kaitannya dengan jurusan di perkuliahan. Sebab, magang bertujuan agar mahasiswa dapat pengalaman yang cukup untuk bekerja.
Melansir dari Buku Panduan Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud), magang merupakan wadah bagi mahasiswa mendapatkan hard skill atau soft skill. Magang memfokuskan mahasiswa mendapatkan pengalaman yang cukup dan pembelajaran di tempat kerja.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Aqidah dan Filsafat Islam, Ahmad Rifa’i memandang magang perlu sesuai jurusan yang ditempuh mahasiswa. Ia menuturkan, mahasiswa harus mendapatkan pengalaman bekerja yang sesuai dengan jurusannya. Akan tetapi, mahasiswa harus melihat kembali persyaratan yang ditentukan oleh perusahaannya.
Rifa’i menyatakan, walaupun magang untuk mendapatkan pengalaman kerja, waktu kuliah yang dipakai untuk magang perlu sepadan dengan pembelajaran di kampus. “Kalau magang sesuai jurusan, worth it dengan SKS yang ditukarkan dengan kegiatan magang,” tutur Rifa’i Selasa (12/11).
Kendati dirinya setuju dengan magang sesuai jurusan, ia mengeluhkan terbatasnya perusahaan yang hanya menerima mahasiswa untuk jurusan tertentu. Ia berharap, perusahaan atau lembaga dapat lebih banyak menyediakan lowongan magang untuk mahasiswa dari beragam jurusan. Selain itu, pihak kampus juga perlu bertanggungjawab penuh dalam pelaksanaan magang. “Dosen juga harus ikut serta dalam kegiatan magang berupa pengawasan dan bimbingan,” tegas Rifa’i.
Ia menganggap, aturan mengenai magang yang tidak ada kaitannya dengan jurusan sudah tepat dan tidak perlu diubah. “Enggak perlu sih, karena ada mahasiswa yang punya kompentensi akademik dan juga memiliki kemampuan di bidang lain,” ungkap Rifa’i.
Aida Adha Siregar, Mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam mengatakan, magang erat kaitannya dengan pengembangan potensi dan cita-cita mahasiswa. “Kalau mahasiswa ingin menguasai potensinya lebih dalam lagi, tentu sesuai dengan cita-citanya, harus sesuai jurusan,” kata Aida, Selasa (12/11).
Ia juga menyayangkan kampus yang belum memaksimalkan kecakapannya sebagai jembatan mahasiswa ke dunia kerja. Seharusnya, lanjut Aida, UIN Jakarta memanfaatkan potensinya sebagai lembaga pendidikan untuk menyalurkan kemampuan mahasiswa, bukan hanya sekadar wadah belajar. Dengan demikian, magang menjadi potensi besar untuk menyalurkan keterampilan dan mempersiapkan masa depan mahasiswa.
Aida menerangkan, fenomena magang tidak sesuai jurusan erat kaitannya dengan kemampuan mahasiswa. Ia berpendapat, mahasiswa biasanya memiliki kemampuan di bidang lain. Mengembangkan potensi dan kemampuan menjadi tujuan utama adanya magang, walaupun tidak sesuai jurusan. “Misalnya, kalau (dari) Fakultas Usuluddin, tapi sebenarnya dia jago di fotografi. Akhirnya, maganglah di tempat-tempat untuk fotografer,“ tegasnya.
Magang juga berpengaruh terhadap arah mahasiswa pada pekerjaan yang dijalani setelah lulus. Dirinya berpendapat, haluan tersebut kembali kepada pribadi masing-masing. Sebab, lanjut Aida, faktor yang berdampak pada kehidupan mahasiswa setelah lulus adalah minat, bakat, dan kesesuaian jurusan.
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Abuddin Nata menjelaskan, Kampus Merdeka menyediakan kuota beberapa Satuan Kredit Semester (SKS) untuk melaksanakan magang. Keahlian tambahan menjadi sasaran bagi program magang sehingga menjadi sarana yang menguji kemampuan mahasiswa. Dirinya juga menegaskan, banyaknya pekerjaan yang tergantikan oleh teknologi mengharuskan mahasiswa bisa beradaptasi dengan berbagai kemampuan.
Ia sangat setuju dengan adanya ketentuan magang yang tidak mesti sesuai jurusan. Ia menegaskan bahwa program itu sudah tepat, berdasarkan teori Karl Dewey setiap manusia berpotensi multitalenta. “Dalam pola pikir sekarang harus bergerak dari Fix Mindset kepada Growth Mindset. Intinya orang di era global sekarang ini harus mesti segala bisa,” ungkap Abuddin, Senin (18/11).
Dirinya menjelaskan terdapat magang yang sudah diatur oleh prodi, lazimnya jurusan-jurusan keprofesian. Ia memberi contoh dengan program co-assistant pada jurusan Kedokteran dan program mengajar bagi jurusan Keguruan. “Mahasswa selain dapat ijazah yang sifatnya akademik, dia dapat sertifikat yang sifatnya pengalaman empiris,” pungkas Abuddin.
Reporter: SR
Editor: Rizka Id’ha Nuraini