Membaca Kritis Menurun, Krisis Membaca Meningkat

Membaca Kritis Menurun, Krisis Membaca Meningkat

Read Time:2 Minute, 53 Second
Membaca Kritis Menurun, Krisis Membaca Meningkat

Oleh: Nafiatul Ummah

Indonesia di ambang keterpurukan. Mengapa demikian? Bayangkan sebuah negara yang besar dengan kekayaan sejarah dan ilmu pengetahuan yang luar biasa, tetapi generasi mudanya justru semakin buta akan hal-hal mendasar tentang bangsanya sendiri. Lebih mengejutkan lagi, mereka tidak tahu siapa pahlawan di uang lima puluh ribu, apa kepanjangan dari PBB, bahkan nama sungai terpanjang di Indonesia pun asing di telinga mereka!

Fenomena ini bukan sekadar dugaan, tetapi kenyataan yang terekam jelas dalam berbagai video viral di media sosial. Seperti dalam salah satu unggahan akun TikTok wakjess (dinoo) di mana siswa SMA yang seharusnya sudah memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan justru terdiam dan tampak kebingungan saat diberikan pertanyaan sederhana. Alih-alih menjawab dengan yakin, banyak dari mereka justru menjawab asal atau bahkan tidak tahu sama sekali.

Miris! Hal ini membuktikan bahwa krisis membaca bukan hanya tentang menurunnya minat terhadap buku, tetapi juga hilangnya kesadaran akan pentingnya berpikir kritis. Jika generasi muda kehilangan pegangan terhadap pengetahuan dasar bangsanya sendiri, bagaimana mereka akan menghadapi tantangan global yang jauh lebih kompleks? Di era digital yang seharusnya membuat akses informasi lebih mudah, justru terjadi paradoks: semakin banyak informasi tersedia, semakin tumpul pula kemampuan berpikir kritis. 

Pemandangan ini bukan sekadar potret keprihatinan, melainkan alarm bahaya bagi masa depan bangsa. Jika hal-hal mendasar saja mulai tergerus, lalu sampai kapan kita akan membiarkan keterpurukan ini terus berlanjut?

Dampak Teknologi terhadap Kebiasaan Membaca

Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi membawa banyak manfaat terutama dalam mengakses informasi. Di sisi lain, kemajuan teknologi juga menciptakan kebiasaan membaca yang dangkal. Banyak orang lebih sering mengonsumsi konten singkat yang dangkal di media sosial dibandingkan membaca buku atau artikel yang lebih mendalam. Hal ini mengakibatkan kebiasaan membaca yang reflektif dan analitis semakin tergerus, sehingga banyak individu lebih mudah terpengaruh oleh berita palsu dan hoaks.

Di dunia pendidikan, kondisi ini semakin mengkhawatirkan. Siswa dan mahasiswa kini lebih mengandalkan ringkasan atau cuplikan informasi singkat daripada membaca secara menyeluruh. Hal inilah yang menghambat pengembangan daya pikir kritis mereka dan melemahkan kemampuan bernalar. Padahal, membaca kritis adalah fondasi utama bagi pola pikir yang logis dan analitis.

Lebih dalam lagi, rendahnya minat membaca juga berdampak pada kualitas pemahaman siswa dalam berbagai mata pelajaran. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal-soal berbasis analisis karena mereka terbiasa dengan informasi instan tanpa proses berpikir yang mendalam. Akibatnya, hasil ujian mereka tidak mencerminkan pemahaman yang sesungguhnya, melainkan hanya sekadar hafalan tanpa makna.

Lebih parah lagi, minimnya kebiasaan membaca di kalangan guru dan tenaga pendidik juga menjadi faktor yang memperburuk situasi. Jika para pendidik sendiri tidak memiliki kebiasaan membaca yang kuat, bagaimana mereka dapat menanamkan budaya membaca kepada siswa? Kurangnya teladan dalam membaca membuat siswa semakin jauh dari kebiasaan menggali ilmu secara mandiri.

Solusi untuk Mengatasi Krisis Membaca

Lalu, langkah apa yang dapat kita ambil untuk menanggulangi krisis membaca yang semakin hari semakin memburuk ini?

Perlu ada kesadaran kolektif untuk mengembalikan budaya membaca yang tidak hanya sekadar konsumtif, tetapi juga kritis dan reflektif. Salah satu langkah utama adalah meningkatkan literasi digital agar masyarakat lebih selektif dalam menyaring informasi. Selain itu, dalam dunia pendidikan, budaya membaca harus semakin digalakkan baik melalui perpustakaan, komunitas membaca, maupun kampanye literasi yang lebih masif.

Hal ini dapat menekankan pentingnya membaca kritis sejak dini, dengan mendorong siswa untuk berdiskusi, menganalisis, dan mempertanyakan informasi yang mereka terima. Dengan demikian, kita tidak hanya menyelamatkan generasi mendatang dari krisis membaca, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih cerdas, tangguh, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

*Penulis adalah Presidium Formaci dan Sekretaris Gerakan Ciputat Membaca 

Happy
Happy
100 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Babak Kedua Aksi Cabut UU TNI di Jakarta Previous post Babak Kedua Aksi Cabut UU TNI di Jakarta
Perempuan Dalam Bayang-Bayang Seksisme Next post Perempuan Dalam Bayang-Bayang Seksisme