Makna Tersembunyi di Balik Sastra

Read Time:2 Minute, 18 Second
Judul Buku                  : Darah-Daging Sastra Indonesia
Pengarang                  : Damhuri Muhammad
Penerbit                      : Jalasutra Anggota IKAPI
Tahun Terbit                : Maret 2010
Tebal Buku                  : 168 hlm
ISBN                           : 978-602-8252-34-8
Membaca teks sastra dalam arti paling lugu adalah menikmatinya. Tetapi, betapa tak beruntungnya nasib sastra tersebut bila sastra hanya berakhir untuk sebagai pemuasan hasrat pembacanya saja. Maka dari itu, teks sastra bukan hanya sebatas untuk dinikmati, tetapi juga menangkap makna yang tersembunyi hingga dapat dimengerti, dihayati dan diintrepetasikan.
Namun, pergulatan kelahiran kesusastraan Indonesia sampai saat ini belum kunjung ditemukan. Nirwan Dewanto misalnya, ia mempertanyakan apakah sejarah sastra masih diperlukan? Perdebatan di antara kritukus sastra mengenai kelahiran kesusastraan Indonesia terus diperbincangkan. 
Perdebatan mengenai sejarah sastra banyak ditemui dalam esai Darah-Daging Sastra Indonesia. Banyak argumen yang disertai dengan data yang kuat menambah sulitnya menentukan kelahiran sastra. Dalam buku ini, digambarkan bahwa kesusastraan Indonesia ibarat sebuah pohon yang besar, tetapi tidak diketahui keberadaan akar pohon tersebut.
Dalam buku yang merupakan kumpulan esai ini, Damhuri melihat banyak kekeliruan, kesusastraan Indonesia pada masa penjajahan Jepang banyak menenggelamkan nama para sastrawan Indonesia. Di antara nama tersebut adalah Merayu Sukma dan Muhammad Dimiyati yang karyanya banyak berperan pada masa itu. 
Hal tersebut mendasari Damhuri Muhammad dalam menulis esainya. Judul esai yang juga menjadi judul pada buku ini memberikan pandangan yang berbeda dengan kritikus sastra lainnya. Pada buku ini, sejarah sastra dianggap sangatlah penting untuk menentukan sebuah sastra yang beridentitas dan orisinal.
Buku Darah-Daging Sastra Indonesia ini menyajikan kumpulan esai yang ditulis oleh Damhuri. Sekitar tiga puluh delapan esai ditulis dalam empat sub judul, salah satunya Sastra Indonesia, Mau Ke Mana? Pula, Damhuri menulis esai tentang Sastra Islami, Sastra Idol, Nasionalisme Sastra Pinggiran dan masih banyak lagi.
Buku ini ditulis dalam situasi gamang karena kesemena-menaan subyektif kritikus. Kesemenaan tersebut membuat sastra kian jauh dari harapan. Kritikus sastra berperan mengupas setiap teks sastra, hingga ke dalaman jelajah tematik dan estetik pada sastra tersebut.
Penulis secara eksplisit mengungkapkan gagasannya di setiap tulisannya. Hal itu membuat buku tersebut sangat mudah dipahami pembaca. Ditambah dengan tulisan esai yang ada dalam buku tersebut merupakan perbincangan yang sedang hangat diperbincangkan di kalangan sastra Indonesia. (Adi Nugroho)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Interpretasi Lukisan Atas Cerpen
Next post Implikasi Rokok Masuk Kampus