Semut merupakan makhluk hidup dengan populasi terbesar di dunia. Hewan kecil ini ada di mana-mana dan hidup berkoloni. Meski begitu, hewan ini sering luput dari perhatian manusia, padahal manusia bisa memetik pelajaran yang bermakna dari kehidupan semut. Mulai dari struktur sosial, komunikasi dalam bermasyarakat, hingga arsitektur tempat tinggal.
Semua hal tersebut dikupas dalam buku karya Harun Yahya yang berjudul Keajaiban pada Semut. Dalam bukunya, Harun Yahya mencoba mengungkapkan keajaiban-kejaiban yang terjadi dalam kehidupan semut. Ia menunjukkan fakta-fakta unik dan kebesaran Sang Pencipta dari semut yang meruntuhkan teori evolusi.
Buku ini menjelaskan, semut juga memiliki sistem kasta seperti manusia. Pertama ada semut ratu yang bertugas mempertahankan kelangsungan spesies dengan bereproduksi. Kasta kedua adalah prajurit, mereka mengemban tugas untuk membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu. Kasta ketiga adalah semut pekerja yang bertugas mencari makan untuk ratu dan telur-telurnya.
Sistem kasta tersebut menunjukkan, semut-semut itu rela berkorban untuk kelangsungan hidup semut lainnya. Semut pekerja tidak pernah lelah mencari makan untuk sang ratu, semut prajurit juga selalu menjaga keamanan koloni tanpa henti. Hal ini bertentangan dengan teori evolusi yang mengatakan, makhluk hidup memiliki sifat egoistis yang hanya memikirkan diri sendiri. Namun, pada kenyataannya semut dengan segala toleransi dan kerjasamanya mampu bertahan sampai sekarang.
Dalam sistem komunikasi, makhluk kecil ini memiliki hormon yang luar biasa. Mereka mempunyai dua jenis hormon yaitu feromon dan alomon. Feromon adalah isyarat kimiawi yang mereka gunakan untuk komunikasi dalam satu genus yang sama, sedangkan alomon digunakan untuk komukiasi antargenus. Kedua hormon ini juga memilki peran sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan.
Semut memiliki koloni yang sangat banyak, namun mereka tak pernah memiliki masalah dengan jumlah tersebut. Ribuan bahkan mungkin jutaan semut yang hidup bersama ini tidak pernah mengalami kelaparan. Jika persediaan makanan mereka kurang, mereka saling memberi makanan dengan partikel makanan yang tersimpan dalam perut cadangannya.
Tak hanya itu, semut rela membiarkan hewan lainnya, seperti larva kumbang, kutu, dan lalat tinggal di sarangnya. Hewan yang menjadi parasit itu bukan hanya diberi tempat tinggal, tapi juga semut memberi makan pada larva mereka. Hewan yang menjadi parasit itu bukan hanya diberi tempat tinggal, tapi juga semut memberi makan dan merawatnya seperti larva mereka sendiri.
Buku ini juga membahas bagaimana semut membangun sarangnya menjadi sebuah kota yang cocok untuk mereka. Semut membangun kotanya berawal dari sebuah lubang kecil yang kemudian dijadikan labirin-labirin. Mereka membangunnya dengan sangat luar biasa. Meski tidak pernah belajar arsitektur, hewan kecil ini bisa menciptakan sebuah tempat tinggal yang suhunya selalu ideal dan terdapat berbagai ruangan yang memiliki kegunaan berbeda.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah bisa memperoleh banyak pelajaran dari kehidupan semut. Sudah saatnya manusia melepaskan kesombongan dan mau belajar bahkan dari hewan sekecil semut. Semut sebagai makhluk yang tidak memiliki akal mampu menciptakan kehidupan yang damai. Lalu, mengapa manusia yang mempunyai kelebihan berupa akal tidak mampu menciptakan kehidupan yang damai? (Erika Hidayanti)
Average Rating