|
Edi Fajar Prasetyo. (Sumber: Facebook)
|
Banyak dampak negatif dari limbah plastik yang terbuang. Selain dapat mengakibatkan banjir, limbah plastik yang tertimbun di tanah juga mengakibatkan tanah tandus. Hal itulah yang membuat keprihatinan Edy Fajar Pra
setyo (21) untuk memanfaatkan limbah plastik menjadi
Ebi Bag, Ebi Souvenir, dan
Ebi Wallet(dompet), kerajinan tangan cantik nan bernilai jual tinggi.
Sudah dua tahun Mahasiswa Jurusan Agribisnis semester 6 ini menekuni pemanfaatan limbah plastik. Semuanya bermula dari keprihatinan Edy melihat limbah-limbah plastik yang masih kurang diperhatikan. “Secara tidak sadar, dalam sehari kita bisa menghasilkan dua puluh jenis sampah. Dari ujung rambut sampai bawah kaki,” katanya, Jumat (20/6).
Kerajinan pemanfaatan limbah plastik sebenarnya bukan barang baru. Sudah banyak yang mengenal dan memproduksi kerajinan ini. Umumnya, plastik-plastik yang akan dibuat menjadi tas, souvenir, atau dompet adalah plastik-plastik bekas bungkus kopi dan semacamnya. Plastik-plastik itu kemudian dibersihkan, dikeringkan, lalu dipilah sesuai produk kerajinan yang akan dibuat.
Begitu pun dengan kerajinan plastik milik Edy, bedanya pada motif. Pada kerajinan plastik buatan Edy, motif tas, souvenir, atau dompet dibentuk dari plastik-plastik bekas bungkus kopi tersebut. Setelah melalui beberapa fase, plastik-plastik itu kemudian dianyam sehingga menjadi motif-motif unik dan menarik.
|
Salah satu produk Ebi Bag.
|
Hasil kerajinan yang telah diproduksi, Edy jual lewat media sosial atau pada acara-acara expo. Per satu tas, bisa dihargai Rp100-200 ribu. Selain itu, Edy juga memfasilitasi pelatihan enterpreneur muda yang fokus di bidang lingkungan lewat GEO (Green Enterpreneur Organizer).
Meski begitu, sebenarnya bukan hanya harga jual yang tinggi dari usahanya itu. Namun bagi Edi, yang lebih penting adalah nilai pemberdayaan lingkungan, atau yang ia sebut SELUNDUP (Sedekah Lingkungan Hidup).
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, berwirausaha sudah sudah menjadi hal biasa bagi pria berkacamata ini. Ketika itu, Edy berjualan stiker di sekolah. Semasa SMP, Edy juga berjualan kopi dan gorengan di sekolah. Sedangkan semasa SMA, ia pun pernah berjualan nasi uduk di kelas. Karena itu, saat lulus SMA ia didaulat sebagai siswa berprestasi bidang kewirausahaan.
Tak pernah terbayangkan dalam benak anak kelima dari enam bersaudara ini menjadi seorang wirausaha muda. Semasa SMA, dalam benak Edy hanya ingin melanjutkan kedunia kerja. Alasan utama tentu karena urusan finansial. Ditambah ia hidup bersama kelima saudaranya.
Mulanya, pasca Ujian Nasional (UN), ia hanya coba-coba ikut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Edy mengaku, tak ada persiapan khusus untuk kelulusannya di SNMPTN. Bahkan, ketika teman-temannya tengah sibuk mempersiapkan SNMPTN itu, ia justru disibukkan dengan pekerjaannya.
“Pernah ikut SNMPTN, cuma karena saya enggak ikut bimbel, saya belajar ke temen saya yang ikut bimbel. Dengan modal itu, bismilah, saya pilih jurusan yang jarang dilirik mahasiswa lain, tapi masih prospek,” kenangnya. Tak disangka, ternyata ia diterima masuk UIN Jakarta.
Bersama kelima temannya, Eli, Nadya, Andis, Alfi, dan Imas , sudah banyak prestasi yang Edy peroleh. Pada 2012, ia menyabet juara di Bank Indonesia Green Entrepreneur. Di tahun yang sama, Edy juga menjadi juara Wirausaha Mapan yang diadakan pemkot DKI Jakarta. Juga sempat menjadi finalis di Social Entrepreneur Academypada 2014.
Tak hanya penghargaan, produk yang Edy dan temen-temannya buat juga telah dipasarkan di dalam maupun di luar negeri. Pada 2013, setelah bersaing ketat dengan beberapa kampus ternama seperti ITB, IPB, UNJ, dan UI, kerajinan plastik Edy dan teman-temannya di bawa ke APEC Unthinkable Expo. Kemudian pernah dibawa ke ajang International Exhibition di Pakistan.
Meski banyak prestasi yang sudah ia peroleh, namun tak mudah bagi alumnus SMAN 1 Boedi Oetomo ini menjalani wirausahanya. Tak jarang ia mengalami kendala baik dari Sumber Daya Manusia (SDM) maupun finansial.
Pernah suatu ketika, uang senilai Rp5 juta yang ia peroleh dari hasil kerja kerasnya memenangi kompetisi wirausaha raib di bawa salah satu rekan bisnisnya ketika Edy mencoba berwirausaha ke produk makanan. Selain itu, sedikitnya anggota yang tergabung dalam komunitasnya juga menjadi kendala lain. “Secara teknik, kita masih butuh tenaga ahli juga,” ujarnya.
Berani mengambil risiko telah menjadi prinsip pria yang dulu pernah bercita-cita menjadi pemain bola ini. Menurutnya, tak ada usaha yang lebih baik kecuali hanya satu, yakni menjalaninya. “Jangan pernah takut untuk memulai usaha. Selalu haus akan pengetahuan,” katanya.
Thohirin
Average Rating