Konstruksi Pemerintahan SBY Pasca-Orba

Read Time:1 Minute, 56 Second
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika menyampaikan kuliah umum bertajuk Pengalaman Mengawal Reformasi di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Rabu (10/12). (Sumber: www.detik.com)

Democracy is noisy, politic is restless ungkapan yang tepat untuk menggambarkan peristiwa 1998. Awal terbentuknya reformasi, demokrasi yang berjalan gaduh menyebabkan kerusuhan di beberapa tempat. Di masa itu, masyarakat seolah bersahabat dengan sistem pemerintahan Orde Baru (Orba).

Hal itulah yang disampaikan Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat saat mengisi kuliah umum bertajuk Pengalaman Mengawal Reformasi pada Rabu, 10 Desember, di Auditorium Harun Nasution, UIN Jakarta. Menurutnya, “Politik itu seni mengatur konflik dan seni berkompromi. Jadi kalau tidak ada konflik, bukan politik namanya,” ucapnya Rabu (10/12).

Tambahnya, konflik yang terjadi di Indonesia membuat Indonesia diperebutkan oleh beberapa kepentingan. Ras, etnik, suku, organisasi masyarakat, terorisme, serta agama ialah berbagai macam dinamika dalam permasalahan itu.

Pengalaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dunia militer dan politik juga membuat ia disegani di luar negeri. Masuknya Indonesia ke dalam Gerakan Non-Blok membuat hubungan diplomatik Indonesia diselesaikan secara teratur. “Konsep politik yang digagas SBY ialah menjalin kerjasama dengan luar negeri dan membuat Indonesia tidak mempunyai musuh,” tuturnya.

“Maraknya konflik di Indonesia yang melatarbelakangi dimulainya reformasi adalah praktek kenegaraan yang tidak sesuai dengan demokrasi serta terhambatnya aspirasi rakyat menjadi penyebab runtuhnya Orba,” jelas presiden keenam Republik Indonesia.

Krisis ekonomi di tahun 1998 dan juga pergantian presiden yang dramatis, Menjadi awal runtuhnya orde baru. “Perbaikan terus dilakukan berasaskan nilai-nilai demokrasi,” tuturnya.

Ia mengatakan, kinerja antar pemerintah pusat dan daerah juga mengalami perkembangan. Dengan diterapkannya asas desentralisasi, masyarakat pedesaan dapat merasakan pembangunan daerah. “Daerah dapat berkembang tanpa tergantung oleh pemerintah pusat,” ucapnya.

Ia memaparkan fungsi negara setelah reformasi banyak mengalami perubahan. Diterapkannya sistem check and balancesantara legislatif, eksekutif, serta yudikatif meminimalisir adanya penyimpangan. Hal tersebut dinilai sebagai indikator berjalannya demokrasi. “Jadi, tidak ada ketimpangan kekuasaan lagi,” ujarnya.

Di sisi lain, media massa harus bisa mengkontrol kinerja pemerintah, ia menambahkan, pers mendapatkan kemerdekaannya setelah terjadinya reformasi. Kini, masyarakat bebas untuk berpendapat, bahkan untuk mengkritik pemerintah pun diperbolehkan. “Pemimpin harus bisa menerima kritik. Hal tersebut, menjadi stimulus dalam menjalankan tugas,” tuturnya.

Menanggapi kuliah umum tersebut, mahasiswi Jurusan Manajemen Pendidikan, Asti Riana, berkata kuliah umum yang dihadirkan sangat berguna bagi mahasiswa. Hal tersebut, juga menarik karena disampaikan langsung oleh presiden keenam Republik Indonesia. “Karena, nanti kita yang akan menjadi penerusnya,” kata Asti.

RR

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Menyingkap Sejarah Kelam Bangsa dalam Senyap
Next post ‘Lempar Bola’ Sengketa Surat Suara