Menggantungkan Mimpi di Kolong Jembatan

Read Time:2 Minute, 12 Second
Judul           : Jalanan
Tahun          : 2013
Sutradara     : Daniel Ziv
Durasi         : 108 menit
Genre          : Film dokumenter, Drama, Musik

Bukan perkara mudah mengubah kolong jembatan menjadi tempat yang layak untuk dihuni. Namun di tangan Boni Putera, kolong jembatan Tosari, Jakarta Pusat, berhasil ia ubah menjadi Hotel Grand Hyatt lengkap dengan bath up yang ia dapatkan dari toko barang bekas dan tulisan ‘Hyatt’ yang ia tulis di dinding kolong.

Bersama anak jalanan lainnya, Boni, biasa ia disapa, bergotong royong menyulap kolong menjadi persinggahan yang nyaman. Sudah banyak waktu, uang, dan tenaga yang mereka habiskan untuk membuat kolong. Semata-mata agar anak jalanan dapat berteduh di kala hujan dan istirahat di saat malam tiba.


Kolong mempunyai peranan penting bagi anak jalanan yang mengais rezeki di sekitar Sudirman. Selain sebagai tempat beristirahat, kolong mereka jadikan tempat untuk menyemangati satu sama lain agar tetap mengejar mimpi. Tak hanya itu, mereka juga sering mencari inspirasi untuk sekadar menciptakan lagu yang terdengar ringan di telinga khalayak.

Letak kolong yang berada di pinggir aliran sungai Ciliwung, membuat Boni dan kawan-kawan harus selalu waspada. Pasalnya, jika pintu air Manggarai dibuka ketika hujan turun lebat, banjir akan menyapu bersih kolong dan membuat barang-barang hanyut terbawa air.

Itulah salah satu realita kehidupan kaum marginal yang coba diangkat Daniel Ziv, Pria kelahiran Kanada dalam filmnya yang berjudul Jalanan. Ia mendokumentasikannya selama kurang lebih tujuh tahun dan menjadikannya film dokumenter yang apik dan tampil apa adanya.

Film yang memenangkan Best Documentary di Busan International Film Festival di Korea ini tidak hanya mengangkat kehidupan Boni saja. Melainkan juga keseharian Titi Juwariyah dan Bambang Mulyono. Keduanya adalah pengamen yang juga singgah di kolong bersama Boni dan anak jalanan lainnya.

Ho, sapaan akrab Bambang Mulyono, merupakan pemuda jalanan berambut gimbal yang selalu membawa gitar sembari menjual suara di dalam bus. Lagu yang keluar dari mulutnya nyerempet jorok dan sedikit kocak.

Seperti Boni, ia bertahan hidup dengan cara yang jujur. “Saya lebih suka disebut sebagai pelacur dibandingkan penjilat,” ucapnya dalam salah satu cuplikan di film Jalanan.

Lain Ho, lain pula Titi. Ibu tiga anak ini merantau berjuang seorang diri di tengah kerasnya ibukota untuk menghidupi ketiga anaknya yang tersebar di Jakarta, Kalimantan, dan Jawa. Ia rela mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan ijazah yang selama ini ia impikan. Dirinya percaya jika ijazah tersebut nantinya dapat mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.

Film yang mengangkat kehidupan kaum terpinggirkan ini sarat akan makna optimisme hidup. Pantang menyerah melawan kerasnya kehidupan kota metropolitan. Boni, Ho, dan Titi juga menyambut semua tantangan hidup dan menjalaninya dengan ikhlas.
Lihat review-nya disini:

Aci Sutanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Merasa Janggal, Oman Tulis Surat Terbuka untuk Rektor
Next post Berbagi Bersama Konser Amal PARSIAL