Statuta Baru UIN Jakarta. |
Read Time:4 Minute, 18 Second
Pemberhentian sejumlah dekan oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai statuta baru UIN Jakarta menuai pro kontra. Beberapa butir pasal tentang pengangkatan dekan dalam Statuta baru itu dinilai ambigu.
Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Oman Fathurrahman, Minggu malam 8 Maret lalu. Pesan itu dari Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian (AUK), Reti Indrasih selaku Sekretaris Panitia Seleksi (Pansel) Dekan yang memberitahukan acara Serah Terima Jabatan (STJ) Senin pukul 9.00 pagi (9/3) itu ditiadakan.
“Ini maksudnya saya diganti atau apa?” Tulis Oman membalas pesan singkat itu. “Iya Prof,” tak lama pesan itu masuk menjawab pertanyaan Oman.
Pesan singkat itu telah menjawab dugaan Oman jauh hari sebelumnya, bahwa ia bakal diberhentikan sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Karenanya, tiga hari sebelum mendapat kepastian pemberhentian dirinya sebagai dekan, Oman sudah lebih dulu berbenah di ruangannya, dekanat lantai 4 gedung FAH. “Kunci mobil dinas juga saya serahkan hari Sabtunya,” ujarnya kepada INSTITUT, Senin (16/3).
Oman tidak sendiri. Ada tujuh dekan yang mengalami nasib serupa dengannya. Nurlena Rifa’i salah satunya. Peraih gelar doktor di Mc Gill University, Amerika Serikat itu terpaksa melepas statusnya sebagai Dekan FITK sebelum habis masa jabatan pada Juni 2017 mendatang. “Sebagai manusia, saya sedih dong. Kalo enggak sedih, namanya malaikat,” tuturnya, Selasa (17/3).
Berbeda dengan Masri Mansoer. Nasib Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) ini rupannya tak semalang Oman dan Nurlena. Mulai tahun ini, ia bakal memperpanjang masa jabatannya sebagai Dekan FUF hingga masa jabatan rektor habis pada 2019 mendatang. Masri sendiri mulai menjabat Dekan bersamaan dengan Oman sejak April 2014 lalu.
Menurut Ketua Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) Dekan UIN Jakarta, Abdul Hamid, pergantian sejumlah dekan fakultas telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 17 tahun 2014 tentang Statuta UIN Jakarta.
Dalam Pasal 46 statuta itu mengatur, rektor memiliki hak prerogatif dalam memilih perangkat kerjanya seperti wakil rektor, dekan, termasuk wakil dekan dan direktur Sekolah Pascasarjana (SPs). “Dekan itu kan perangkatnya rektor. Maka harus ada penyegaran. Gitu aja,” kata Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum itu, Kamis (19/3).
Namun seperti diketahui, belakangan Oman melayangkan surat terbuka untuk Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada karena menilai mekanisme seleksi dekan oleh Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan salah satu poin dalam statuta. Dalam surat yang dimuat di blog pribadinya, encepkuningan.blogspoot.com, Guru Besar Filologi UIN Jakarta itu salah satunya menilai Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan Ayat kedua Pasal 46 dalam statuta.
Pernyataan Oman dalam surat terbukanya itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, selama dua minggu proses penjaringan calon dekan oleh Tim Pansel, ia mengaku tidak pernah diuji publik maupun kompetensi perihal dirinya layak atau tidak melanjutkan tugasnya sebagai dekan. Atas dasar itu, ia pun merasa janggal terhadap putusan rektor yang memberhentikannya sebagai Dekan FAH. “Entah, atas dasar apa,” tulis Oman dalam surat terbukanya.
Begitu pula dengan Dekan FUF, Masri Mansoer. Ia mengaku, tak ada uji kompetensi yang dilakukan oleh Tim Pansel Fakultas Ushuluddin terhadapnya. Dalam berkas yang diserahkan kepada Tim Pansel FUF, ia hanya menyerahkan berkas berupa surat pernyataan kesediaan menjadi dekan dan visi misinya empat tahun ke depan.
Salah satu anggota Tim Pansel Fakultas yang enggan disebutkan namanya, membenarkan tidak adanya pengkajian lebih jauh tentang Ayat kedua Pasal 46 itu. Bahkan, ia sendiri tidak tahu bagaimana penjelasannya. “Nah, itu yang jadi masalah,” kata sumber kepada INSTITUT, Jumat (20/3).
Dalam rapat Tim Pansel yang dipimpin Senat Fakultas, Sumber mengaku, tidak ada pembahasan lebih jauh tentang kejelasan Ayat kedua pada Pasal 46 tersebut. Padahal, sumber mengaku, mulanya ia telah merumuskan beberapa poin sebagai petimbangan calon dekan yang nantinya bakal diserah ke rektor.
Misalnya, kata Sumber, tahun lulus S3, jumlah penelitian, penghargaan, dan lain-lain. Namun, pertimbangan kompetensi itu ditiadakan lantaran rapat yang terlalu singkat: kurang lebih satu setengah jam. “Jadi, kita tidak melakukan uji kompetensi itu,” katanya. Walhasil, ia pun tidak memberi pertimbangan para calon dekan selain syarat administrasi formal dan visi misi.
Dalam Pasal 49 Statuta UIN Jakarta yang mengatur mekanisme pemillihan dekan menyebutkan, seleksi calon dekan dilakukan oleh tim pemilihan yang dibentuk oleh rektor. Kemudian, Tim memberikan pertimbangan kepada rektor untuk dipilih.
Menurut Abdul Hamid, uji kompetensi dalam seleksi calon dekan memang sengaja tidak dilakukan. Karena sesuai Pasal 48 dalam statuta, pertimbangan yang diajukan Tim Fakultas ke Rektor hanya berupa syarat administrasi dan visi misi para calon dekan. “Enggak boleh itu Tim Pansel memberikan syarat tambahan,” tegasnya.
Selama dua minggu proses penjaringan calon dekan, Abdul Hamid telah menerima semua nama calon dekan yang direkomendasikan Tim Pansel Fakultas untuk diserahkan ke rektor. Berdasarkan data itu, tercatat, total 42 nama calon dekan dari semua fakultas yang direkomendasikan ke rektor untuk dipilih.
Ditemui di ruangannya, Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada mengatakan, meski memiliki hak prerogatif, sejauh ini pillihannya mengganti tujuh dekan sepenuhnya berdasar rekomendasi Tim Pansel dari setiap fakultas. “Oleh senat itu, ada pemeringkatan (calon dekan). Ya, saya ikut mereka,” ujarnya.
Dede juga menampik kabar mengenai beberapa dekan yang diangkat atau yang tidak diganti karena memiliki hubungan pribadi dengannya. “Oh, tidak bisa. Tidak bisa begitu. Kan ada juga yang saya angkat sebagai dekan bukan pemilih saya. Jadi, tidak semua. Tapi ada sebagian,” katanya.
Thohirin
Average Rating