Pemberhentian Dekan Mengandung Unsur Politis

Read Time:2 Minute, 30 Second
Sikap kritis mahasiswa mengenai Statuta Baru Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta masih berlanjut. Pasalnya, rektor baru yang telah memberhentikan dekan di beberapa fakultas dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut diutarakan oleh Muhammad Asep Saefullah, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dalam aksi “Mahasiswa Peduli Kampus” yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (Ampek). Aksi diawali dengan long march dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menuju Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sampai Fakultas Sains dan Teknologi (FST), dan finishdi depan Gedung Rektorat UIN Jakarta, Rabu (1/3).
Menurut Asep, kampus merupakan lembaga pendidikan, bukan lembaga politik. Maka, lanjut Asep, kampus yang berstatus lembaga pendidikan seharusnya dapat memberi kedaulatan kepada mahasiswa. Baik dalam hal transparansi anggaran kampus maupun sistem kampus.
Sistem demokrasi yang baik, jujur dan adil sangat diperlukan mahasiswa sebagai penerus bangsa. “Masih banyak kepentingan politik yang terlihat begitu mengakar, terlebih pada saat ini Statuta Baru UIN Jakarta,” ujar Asep saat ditemui seusai aksi.
Dalam aksi tersebut, Ampek memiliki empat tuntutan. Pertama, mengubah Statuta UIN Jakarta yang ditetapkan pada 2014 silam. Hal tersebut dikarenakan hak prerogatif yang dimiliki rektor, berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan dan menghambat check and balanced di lingkungan UIN Jakarta.
                                                                                                                                            
Kedua, mengembalikan UIN Jakarta sebagai lembaga pendidikan. Adanya kejanggalan dalam statuta pasal 46 (3) yang menyebutkan “Masa jabatan dekan mengikuti masa jabatan rektor”. Namun, tidak semua dekan di periode sebelumnya diganti. Alhasil, rektor seolah-olah melakukan tebang pilih dalam mengimplementasikan statuta yang biasanya mengandung unsur politik.
Selanjutnya yang ketiga, Ampek menuntut adanya transparansi anggaran kampus. Sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia menggunakan anggaran negara untuk membantu keberlangsungan pendidikan kampus. Terakhir, mengembalikan kedaulatan mahasiswa.
Sementara itu, salah satu anggota aksi, Gerry Setiawan mengatakan, sikap rektor tidak mencerminkan seorang pemimpin, terlebih masalah pemberhentian beberapa dekan secara sepihak. Menurutnya, statuta baru hanya alasan dari semua unsur politik yang sedang dijalankan. “Tidak ada demokrasi lagi, dan itu sangat memprihatinkan,” ujar pria yang akrab disapa Gerry.
Menanggapi hal tersebut, mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU) Dalilah Ukhriyati juga merasa prihatin terkait masalah di kampus UIN Jakarta saat ini. Demokrasi yang dulu dicita-citakan sekarang berubah atau bahkan menghilang. “Aksi ini menjadi koreksi bagi kita semua, bahwa peran demokrasi sangat penting,” ungkapnya.
Triana Sugesti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kartu Kuning untuk Jokowi-JK
Next post Gegap Gempita RDK FM Eleventh Day