(Sumber: Internet) |
Read Time:4 Minute, 19 Second
Oleh: Ahmad Bahtiar*
Penggunaan Bahasa Indonesia dengan benar cermin sikap positif yang menimbulkan rasa kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, berbahasa Indonesia yang benar merupakan cermin pikiran yang jernih, jelas, logis, dan teratur. Apabila seseorang menggunakan bahasa dengan kacau balau, sudah tentu menggambarkan jalan pikiran yang kacau balau pula.
Namun, nyatanya masih banyak kesalahan berbahasa Indonesia yang kerap dilakukan secara sistematis dan konsisten sehingga mencapai tahap salah kaprah. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan salah kaprah: kesalahan yang umum sehingga orang tidak bisa merasakan sebagai kesalahan, atau dengan kata lain kesalahan yang tidak disadari pemakai bahasa karena pemakai mengikuti kebiasaan yang salah dan kebisaan itu tidak pernah diperbaiki.
Hal ini tentu mengkhawatirkan karena yang benar menjadi salah, dan yang salah menjadi benar. Apabila menjadi karakter bangsa, maka bukan tidak mungkin kita menjadi bangsa yang bukan hanya “salah melulu,” tetapi menjadi bangsa yang “kalah melulu”.
Berikut kesalahkaprahan penggunaan bahasa Indonesia yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Penegak hukum yang memiliki satuan atau unit perempuan adalah kepolisian. Satuan tersebut dikenal Polisi Wanita (Polwan). Penggunaan istilah tersebut merupakan bentuk kesalahkaprahan.
Kenapa? Jika beranalogi pada istilah lain yang menggunakan wanita, seperti pengusaha wanita dan wanita pengusaha, Polisi Wanita berarti polisi yang mengurusi wanita seperti halnya Polisi Lalu lintas, Polisi Udara, dan Polisi Militer. Oleh karena itu, hendaknya dipakai Wanita Polisi (Wanpol).
Bentuk kesalahan lainnya ialah dikotomi bank di Indonesia. Selain ada bank Syariah, juga dikenal bank konvensional. Bank syariah adalah lembaga kuangan yang sifatnya Islami atau bank yang melakukan transaksi dengan sistem syariah. Kalau mau konsisten, bukankah kata syariah itu harusnya dihadapkan dengan istilah tidak syariah atau nonsyariah, sedangkan konvesional dengan modern.
Konsep Islami yang dipakai bank Syariah justru konsep yang lebih awal datang dibandingkan konsep bank yang tidak Islami. Karena itu, bank syariah lebih tepat disebut bank konvensional.
Kesalahan berlanjut pada penamaan PDAM, kependekan Perusahaan Daerah Air Minum. Di Indonesia, yang dikenal air minum adalah air setelah direbus masak. Bukan langsung dari keran lalu diminum. Di beberapa negara maju, definisi air minum adalah yang langsung dapat dikonsumsi karena telah memenuhi air sehat.
Orang Indonesia menggunakan air dari PDAM untuk mandi, mencuci pakaian, mencuci mobil dan sebagainya. Air PDAM harus direbus dahulu agar dapat diminum. Oleh karena itu, agar tidak salah kaprah mungkin lebih tepat diganti PDAB kependekan Perusahaan Daerah Air Bersih.
Salah satu upaya mengatasi kemacetan, Pemda DKI Jakarta mengadakan bus khusus yang menggunakan jalan khusus. Namun, sepanjang jalan bus atau buswaytersebut terdapat beberapa tulisan kecuali busway; lintasan busway, hanya untuk busway, dan khusus busway. Kata busway pada frase di atas salah kaprah karena busway berarti jalan bus. Frase tersebut harusnya diganti dengan nama bus angkutan penumpang untuk busway. Misalnya, bus transjakarta atau bus batavia.
Kesalahkaprahan lainnya yang berkaitan dengan kata bus ialah sering kita lihat di media cetak dan elektronik, misalnya “Pemerintah menyediakan 1000 armada bus untuk masyarakat yang akan mudik”. Kalau bus sebanyak 1000 armada berapa jumlahnya? Tentu banyak sekali.
Kata armada dalam KBBI berarti 1. rombongan (pasukan) kapal perang; 2. rombongan kapal-kapal dagang; 3. rombongan satu kesatuan. Informasi pada media cetak atau elektronik tersebut terdapat kerancuan berpikir dalam jumlah karena 1000 armada bus berarti terdapat 1000 rombongan atau sekumpulan bus. Salah kaprah lagi kalau seseorang minta dikirim satu armada taksi, padahal yang dimaksud hanya satu.
Bentuk terikat yang banyak digunakan ialah “poli” yang berarti banyak. Bentuk tersebut melekat pada kata poliklinik yang berarti balai pengobatan umum. Beberapa rumah sakit sering menulis polianak, poli-THT, poli penyakit, dan sebagainya. Dengan demikian berarti banyak anak, banyak THT, banyak penyakit dalam. Mungkin lebih tepat menggunakan klinik anak, klinik THT, dan klinik penyakit dalam.
Bentuk poli juga mengandung kesalahparahan pada penggunaan poligami. Selama ini masyakakat mengartikan poligami sebagai sistem pernikahan yang membolehkan seorang pria menikahi beberapa wanita secara bersamaan. Padahal, poligami dalam KBBI bermakna sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di saat bersamaan. Dengan demikian poligami dapat dilakukan pria atau wanita. Kalau wanita disebut poliandri, sedangkan pria disebut poligini.
Salah satu lagu yang mempopulerkan Once berjudul “Aku Mau”. Bait pertama lagu itu terdapat kesalahankaprahan, kau boleh acuhkan diriku/menganggapku tak ada/tapi takkan merubah/perasaanku kepadamu.
Kata acuh selama ini digunakan untuk maksud tidak memperhatikan; tidak peduli. Padahal dalam KBBI berarti peduli; mengindahkan. Larik kau boleh acuhkan diriku berarti kau boleh peduli atau mengindahkan diriku. Padahal maksudnya lagu tersebut harusnya, kau boleh tak acuhkan diriku. Penghilangan kata tak pada kata acuh untuk maksud tidak memperhatikan; tidak peduli dikarenakan pengaruh dialek bahasa Betawi.
Orang Betawi cenderung hemat berbahasa sehingga sering disingkat khususnya dalam percakapan sehari-hari. Kalau mereka bicara “tahu’ atau “tau” maksudnya (bukan artinya) tidak tahu, atau “ngerti” maksudnya tidak ”ngerti”.
Demikian beberapa kesalahkaprahan bahasa Indonesia yang harus segera diperbaiki atau tidak dipergunakan lagi agar kesalahan tersebut tidak menjadi kekal. Penggunaan Indonesia yang benar akan menambah rasa kesetiaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indoneisa.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik juga menunjukkan kecendekiaan pemakainya. Bukankah bahasa itu menggambarkan identitas seseorang, sehingga ada ungkapan bahasa itu menunjukkan apakah seseorang itu beradab atau biadad.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
Average Rating