Realita Kehidupan Para Urban

Read Time:2 Minute, 13 Second
“Dung.. Dung.. Dung..” Enam orang urban berdiri di depan enam buah pintu yang diletakkan sejajar. Tiba-tiba, seorang lelaki dan wanita masuk ke tengah panggung.“Ini bukanlah pintu dari sembarang pintu, buka dan lihatlah,” ucap wanita tersebut. Keenam orang yang ingin memperbaiki nasibnya di kota besar segera memasuki pintu tersebut.
Setelah para urban itu memasuki pintu, sosok wanita bernama Jessica datang memakai gaun merah muda dengan tinggi tubuh melebihi wanita pada umumnya. Ia berdiri di tengah panggung sambil menggenggam kipas di tangannya. “Panggung adu bakat terbesar tahun ini sudah dibuka,” seru Jessica. Ia juga mengundang dua juri untuk acara tersebut. Keenam orang itu lantas mengikuti adu bakat dan menunjukkan kemampuannya.
Keikutsertan para urban dalam adu bakat membuahkan hasil. Mereka mendapatkan pekerjaan dibawah pimpinan kedua juri dan menerima gaji pertama. Mereka berteriak “Shopping… Shopping…” dan membeli semua barang-barang mewah tersebut. Keenam orang tersebut dibutakan karena barang-barang mewah yang tersedia dikota.
Tanpa mereka sadari uang mereka habis dan mereka merasa kehidupan di kota tak jauh berbeda dengan desa. Gaji dari pekerjaan mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari di kota yang notabene sangat mahal. Mereka menyadari kerasnya hidup di kota karena terdesak dengan kebutuhan yang sangat banyak dan memutuskan pin pulang ke desa.
Saat itu terdapat dua orang kandidat yang mencalonkan diri sebagai pemilihan kepala pemerintahan. Para urban yang mulanya tak percaya dengan janji kandidat pertama seketika mengubah pemikiran mereka semenjak mereka diberikan uang. Kejadian tersebut terjadi pula dalam kampanye kandidat kedua.
Setelah kampanye diselenggarakan kedua kandidat bertemu dan saling berjabat tangan. “Siapapun yang akan menang, kita berdua yang akan memimpin,” kata mereka bersamaan. Setelah itu, kandidat pertama terpilih menjadi kepala pemerintah.
Para urban tak menyadari, mereka telah dikendalikan oleh penguasa negeri tersebut. Berbagai cara dilakukan keenam orang itu untuk keluar dari arus kehidupan kota. Nahas, keinginan itu tak membuahkan hasil.
Demikian penutup pentas yang diselenggarakan Teater Syahid bertajuk Pin Pulang, Jumat (23/10).Penyusun naskah, Amalia Rosyidah menuturkan, acara yang diselenggarakan di Aula Student Center, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, bertujuan mempertontonkan keadaan para urban di Indonesia sekarang ini. “Teater ini menceritakan harapan para urban untuk hidup lebih baik di kota besar,” ujar Amalia, Jumat (23/10)
Sebagai Sutrada Teater Pin Pulang, Rajab Husain mengungkapkan pementasan ini fokus mempertontonkan gerak tubuh aktor. “Para pemain harus membuat penonton  memahami cerita dengan baik lewat bahasa tubuh mereka,” tambah Rajab, Jumat (23/10).
Salah seorang pengunjung pementasan Pin Pulang, Amalia Sani merasa aktor berhasil menyampaikan pesan dengan baik. “Saat ini kehidupan para urban memilukan. Mereka ingin merubah kehidupan di kota namun tidak sesuai dengan harapan. Ketika ingin kembali ke desa, mereka tidak punya tempat untuk pulang,” tandas Amalia, Jumat (23/10).
NYA

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Lestarikan Lingkungan dengan Ubah Gaya Hidupmu
Next post Pembuatan SOP Plagiarisme Tak Kunjung Rampung