Lestarikan Lingkungan dengan Ubah Gaya Hidupmu

Read Time:5 Minute, 12 Second

Sumber: Internet


Oleh: Dewi Maryam*

Thank you so much Badski, Carles, Gita, Dews, Ans, Cauls, n Aa Rendy for healing my pain. Give me kinda sweet thing to share. I’ve been trough such as hard day before, feeling unwell, down to my knees, and oh my I can’t eplain it more. Words get me sick.. #sharing #food #sharing #story

Aww.. Hal-hal kayak gini yang setiap hari hadir di timeline kita. Setiap hari atau setiap menit? Pastinya sering banget deh baik itu di facebook, path, instagram, line, twittah. Ya twitter #eh masih jaman ngga sih?

Pokoknya anak muda jaman sekarang di mana-mana update deh, semboyannya aja ‘Do the best, be the best and upload’. Ko upload?  Karena salah salah satu cara untuk ‘Show it to the world’ adalah dengan upload ditambah dengan hastag (#).  (Aslinya ‘Do the best, be the best and show it to the world’ motto dari KIR Jakarta Selatan/KIR Jas). 

Seringkali kita juga udah bosen banget sama makanan yang itu-itu aja, mau googling ‘Kuliner Khas Bogor’ atau kalau lagi jalan-jalan di luar kota ‘Kuliner Jogja’ pasti gampang banget kan guys nemuinnya. Terlebih di jaman sekarang, aplikasi tempat kuliner dengan mudah kita unduh secara gratis sekaligus mempresentasikan jenis-jenis makanan, harga, deskripsi, tampilan, rating bahkan lokasinya sehingga mudah untuk kita jangkau. Kalau rasa atau aromanya? Hmm, masa iya mau didownload -,-

Makanan yang berdampak terhadap lingkungan
Tapi sadar ngga sih makanan yang kita konsumsi itu juga punya dampak yang buruk terhadap lingkungan?

“Contohnya buang bungkus makanan sembarangan ya?” Ya, mungkin itu salah satunya, sebenarnya masih ada dampak lain, itu contoh yang paling mudah guru sekolah dasar kita terangkan zaman dulu. Kalau bungkus makanan ringan kita buang ke selokan akan berdampak banjir, sebaiknya bunglah ke tempat sampah. Beranjak memasuki bangku sekolah menengah pertama kita diajarkan untuk memilah sampah. Ada tiga golongan sampah yaitu: organik (mudah membusuk), anorganik (sulit membusuk) dan B3 (berbahaya dan beracun). Kemudian di bangku sekolah menengah atas kita akan diajarkan bagaimana mengolah limbah plastik menjadi barang lain yang bisa bermanfaat, contohnya botol shampoo jadi celengan, biasa disebut recycle.

Lantas semakin kita dewasa, apakah pemahaman kita mengenai hal-hal yang berdampak buruk terhadap lingkungan sampai di situ saja kawan? Tidakah kita merasakan sampai di penghujung bulan Oktober 2015 ini di Jakarta saja belum memasuki musim hujan. 


Sumber: Internet


Lebih parah di daerah lain yang saat ini sedang terpapar kabut asap seperti Sumatera, Kalimantan juga Sulawesi. Apakah itu salah kepala daerah? Atau salah pemerintah? Presiden? Juga perusahaan yang namanya enggan disebut karena khawatir mengganggu stabilitas perekonomian bangsa kita? Tapi yakinkah kita tidak punya andil terhadap masalah asap ini?

Sederhananya kita hanya memperhatikan makanan dari segi rasa, tampilan serta harga. Padahal rasa makanan hanya terasa di lidah saja, setelah melewati kerongkongan, rasa itu hilang. Juga dengan tampilan yang menurut kita ‘epic’ banget kalau ditaruh di media sosial, atau harga yang sangat bersahabat di kantong mahasiswa seperti saya ini.

Sumber: Internet

Minyak sawit sebagai bahan utama
Tapi pernahkah kita terpikir ada minyak sayur yang hampir ada di setiap bahan makanan? Mulai dari gorengan baik yang dijajakan di pinggir jalan, kantin, fast food, atau restaurant sekelas bintang lima. Ya minyak sayur bisa dibilang sebagai komoditi utama dalam setiap usaha di bidang kuliner. Ibu saya pun begitu, berjualan keripik, pastinya bahan utamanya adalah minyak sayur untuk menggoreng.

Nah, bahan utama minyak sayur salah satunya minyak sawit, meski tidak semua berasal dari minyak sawit ada juga minyak palm kernel, palm olein, palm stearin, dan Tallow. Seperti kita ketahui, asap tebal yang menyelubungi Sumatera, Kalimantan serta Sulawesi adalah penyebab dari pembakaran hutan dan pengeringan lahan gambut dikarenakan untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit dan kayu. Saya saja kalau kehilangan inhaler sudah kalang kabut.. Aktivitas pembakaran hutan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan produk-produk seperti kertas, tissue, minyak, margarin, mentega, shampoo, sabun, lipstik, odol dan produk lainnya yang kita gunakan sehari-hari.

Kita konsumen yang konsumtif
Meski hal tersebut dilakukan oleh perusahaan besar, kembali saya tanyakan apakah ini bukan salah kita kawan? Tidak mungkin perusahaan besar melakukan hal itu tanpa tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Siapa konsumennya? KITA!!

Kita konsumen yang sangat konsumtif, tidak mempedulikan asal muasal produk yang kita gunakan. Ketika mampu membelinya, seakan-akan kita bisa menggunakan seenaknya, dengan boros tentu saja. Tapi ketika harganya naik, aduh gusti pangeran, pasti kita menuntut pemerintah lagi atas nama kesejahteraan, atas nama Bangsa Indonesia.

Tahukah kamu, untuk menekan biaya produksi suatu barang banyak hal yang harus dikorbankan? Seperti halnya untuk memproduksi minyak, di perkebunanan kelapa sawit 70% kasus kematian gajah disebabkan racun yang diberikan pemilik kebun sawit. Siklus hidup gajah padahal selalu berputar di tempat yang sama, jadi sebenarnya perkebunan yang dirusak oleh gajah atau perkebunan yang telah merusak habitat gajah?

Menyelamatkan lingkungan dengan #BeliYangBaik
Sebenarnya ada beragam cara yang bisa dilakukan, salah satunya dengan memperhatikan produk minyak goreng yang berlogo RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang menyatukan pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit- produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, LSM baik LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, maupun sosial.

Dalam acara ulang tahun WWF Ke 50, tepatnya Minggu, 16 Desember 2012 silam di Taman Ismail Marzuki, saya berkesempatan berbincang dengan Diah R. Sulistiowati selaku Koordinator Kampanye Hutan dan Spesies – WWF Indonesia. Ia menerangkan, bahwa salah satu contoh penerapan selarasnya sektor industri dan lingkungan adalah hewan-hewan tersebut seperti gajah tetap bisa mendapatkan tempat tinggal, mendapatkan makanan, serta dirawat dengan baik oleh pegawai perkebunan. Namun, menurutnya hal tersebut juga tidak terlepas dari biaya produksi yang akan meningkat.

Ketahuilah kawan, produsen akan selalu mengikuti keinginan konsumen ko. Jadi, bagaimana jika kita memilih untuk #BeliYangBaik. Sehingga kita bisa ikut menjaga kelestarian lingkungan, semoga dengan tindakan ini kita juga turut andil dalam #melawanasap. Tapi jika dirasa #BeliYangBaik masih sulit dengan alasan tidak mungkin bertanya kepada tukang gorengan tentang logo RSPO di kemasan minyaknya, kita bisa mengurangi konsumsi makanan yang mengandung minyak. Salam lestari.

*Penulis adalah anggota LPM Institut periode 2013/2014, Mahasiswa Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, dan Volunteer Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sumber:

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Menyingkap Kriminalitas Pinggiran Kota
Next post Realita Kehidupan Para Urban