Potret Nelayan Melawan Reklamasi

Read Time:2 Minute, 48 Second
Semangat perjuangan nelayan melawan reklamasi tak pernah surut. Sayangnya perjuangan yang dilakukan oleh nelayan tak kunjung berbuah manis.

Di atas perahu Pinisi Hati Buana Setia yang berada di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jokowi berikrar  dalam pidato kemenangannya sebagai presiden pada Juli 2014. Di hadapan awak media, Jokowi mengajak rakyat Indonesia untuk tetap bersatu dan berjanji lebih memerhatikan laut Indonesia.

Sayangnya, janji yang terucapkan bertolak belakang dengan kenyataan saat ini. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta kembali menggadangkan rencana reklamasi meski tahu bahwa  hal tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi nelayan. Selain itu, limbah dari reklamasi telah mencemari dan merusak biota laut seperti ikan, sehingga pendapatan nelayan menurun.

Salah satu nelayan yang merasakan dampak buruk reklamasi adalah Ilyas, 40 tahun sudah ia menetap dan menjadi nelayan di Muara Angke. Jika sebelum terlaksananya reklamasi, lelaki berusia 60 ini dapat menangkap 20 kilogram ikan dalam semalam, namun setelah reklamasi mereka hanya menbawa hasil tangkapan kurang dari satu kilogram.

Sama halnya Ilyas, Saepudin juga merasakan dampak negatif dari reklamasi meskipun ia bukan seorang nelayan. Selain menjadi pengolah ikan asin, sekarang ia juga sesekali turun ke jalanan menjadi seorang aktivis. Ia tak mau berhenti begitu saja membiarkan hak-haknya terampas. Menurutnya, pasrah serta membiarkan pemerintah tetap menjalankan reklamasi bukanlah sebuah pilihan. Bersama dengan nelayan lainnya, laki-laki berusia 35 tahun ini kerap kali melakukan aksi melawan reklamasi.

Tak hanya  para nelayan saja, tokoh masyarakat pun turun ke jalan dengan tuntutan agar reklamasi dibatalkan. Selain itu beberapa ibu rumah tangga turut menyuarakan tuntutan pembatalan reklamasi. Alasannya sederhana saja, mereka tak ingin anak-anak mereka bernasib sama seperti mereka, menjadi nelayan tanpa pendidikan. ”Kami nelayan pak, tidak ingin anak-anak bodoh seperti kami Pak!” tutur salah satu ibu rumah tangga yang ikut melakukan aksi penolakan reklamasi.

Aksi yang dilakukan guna membatalkan reklamasi tak berjalan dengan mulus. Banyak strategi yang dilakukan untuk  meneruskan reklamasi. Pemerintah juga memberikan sejumlah uang kepada masyarakat agar mau menyetujui reklamasi. Beberapa warga diajak berunding namun ternyata rundingan hanyalah kedok belaka, warga dikumpulkan untuk melakukan aksi mendukung proyek reklamasi. Para nelayan  juga membawa kasus reklamasi tersebut sampai ke meja hijau untuk medapatkan keadilan dengan mempertimbangkan kembali tuntutan nelayan.

Puncaknya, seluruh nelayan di Muara Angke turun ke pulau G tempat  reklamasi dijalankan guna melakukan penyegelan. Puluhan perahu nelayan menepi di pesisir pantai buatan dan bergemalah lagu Indonesia Raya. Banyak strategi yang dilakukan pemerintah untuk tetap menjalankan reklamasi, namun semua usaha tersebut tidak langsung mematahkan semangat warga untuk terus menolak reklamasi. Sayangnya proyek ini tetap dijalankan  dan tak hanya sepantaran pulau Jawa dan Bali saja tapi juga Mamuju, Manado, Lombok, dan Teluk Makassar.

Film yang dirilis pada 27 April 2016 merupakan film dokumenter berdurasi 59 menit dua detik ini diproduksi oleh Wacthdoc dan disustradarai oleh Randi Hernando. Film ini juga pernah diputar di luar Indonesia seperti Melbourne, Inggris dan terakhir di Belanda. Rayuan Pulau Palsu menggambarkan pergejolakan reklamasi yang menimbulkan banyak dampak buruk bagi nelayan.

Baca: Rayuan Pulau Palsu, Perjuangan Menolak Reklamasi
 
Film Rayuan Pulau Palsu juga salah satu bentuk sentilan pada Jokowi yang pernah berjanji untuk memberikan perhatian lebih terhadap laut Indonesia. Kenyataannya kebijakan reklamasi tetap diberlakukan dan memberikan dampak buruk tidak hanya pada nelayan tapi juga lautan. Dalam film ini juga menampilkan cuplikan Sanusi DPRD DKI Mohamad Sanusi dan bos Agung Podomoro Land sebagai tersangka dugaan suap peraturan reklamasi.



Simak review-nya di sini: 


Aisyah Nursyamsi

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Semrawut Lahan Parkir Salah Siapa?
Next post Industri Media di Era Digital