Pancasila Perekat Bangsa

Read Time:2 Minute, 39 Second

Pancasila merupakan ideologi negara yang telah final. Eksistensinya tidak boleh digantikan dengan ideologi lain. Sejatinya, Pancasila sudah sejak lama dirumuskan oleh para Founding Fathers Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengemukakan pandangan tentang dasar negara Indonesia melalui sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pelbagai nilai agung yang termaktub dalam Pancasila menjadi pendorong keputusan tersebut.


Dalam buku Mengobarkan Kembali Api Pancasila karya Sayidiman Suryohadiprodjo dijelaskan bahwa  Bung Karno selalu mengatakan dirinya bukan pengarang Pancasila. Dalam pidato ketika Ia dianugerahi gelar Doctor HC oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 1950, beliau mengatakan bahwa Pancasila telah digali dari warisan kebudayaan bangsa. Galian itu kemudian dirumuskan pada sidang BPUPKI dengan nama Pancasila. Pancasila adalah perumusan warisan kebudayaan bangsa Indonesia. Segala nilai yang terkandung dalam Pancasila menggambarkan jati diri bangsa Indonesia.

Lebih lanjut Sayidiman menuturkan, bagian terpenting dalam pandangan Pancasila adalah pendiriannya tentang manusia dalam kehidupan. Menurut Pancasila, manusia hidup selalu dalam berhubungan dengan manusia yang lain. Sebagaimana hukum alam, manusia selalu hidup dalam hubungan keluarga, kelompok, bangsa, dan lingkungan umat manusia.

Direktur International Center for Islam and Pluralism, Syafiq Hasyim menyatakan tak mudah merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Pasalnya, proses perumusan Pancasila  menimbulkan perdebatan antara kaum agamis dan kaum nasionalis. Kaum agamis berargumen bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan sumbangsih perjuangan orang-orang Islam. Di sisi lain, kaum nasionalis berpendapat perjuangan kemerdekaan bukan hanya dilakukan oleh orang Islam, tapi tokoh agama lain juga turut andil berjuang. “Argumentasi sama kuat,” ungkapnya,  Jumat (26/5).

Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jendral Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia. Menurut Musdah untuk menjembatani perbedaan pendapat antara kaum agamis dan nasionalis lahirlah Pancasila. Pancasila pun dianggap sebagai idelogi tengah. Dalam perkembangan selanjutnya, Pancasila dijadikan sebagai ideologi final. ”Tidak boleh membiarkan ideologi politik lain tumbuh dan berkembang di negeri ini,” ucapnya, Sabtu (27/5).

Lebih lanjut, Syafiq Hasyim pun menyayangkan perilaku penguasa yang kurang memahami Pancasila. Pada era orde baru, Pancasila dimaknai secara berlebihan sebagai ideologi yang tertutup. Tak hanya itu Pancasila juga dijadikan alat untuk mengekang rakyat Indonesia. Rakyat  dididik untuk mampu memosisikan Pancasila sebagai ideologi yang kokoh, mampu berhadapan dengan ideologi lain seperti komunisme, liberalisme, dan islamisme. “Dulu dilatih untuk mendiskusikan Pancasila selama 100 jam, hampir seminggu lebih,” ucapnya, Jumat (26/5).

Berbeda dengan era reformasi, Pancasila bukan lagi dianggap sebagai asas tunggal. Pelbagai lapisan masyarakat  boleh menggunakan Pancasila atau tidak dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi Pancasila tetap digunakan sebagai ideologi negara. Tatkala Presiden Soeharto turun, diambil  keputusan menghapus Tap MPR No. XVIII/MPR/1998. Tujuannya menyemarakkan demokratisasi. Sayang, keadaan ini selanjutnya memicu terbentuk pelbagai organisasi yang menjadikan agama sebagai dasar organisasi, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI). “Arus reformasi menggerogoti bahkan meruntuhkan ideologi Pancasila,” lanjutnya.

Menurut Hasyim faktor ini merupakan cikal bakal paham radikalisme mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia.  Belakangan ini muncul pelbagai organisasi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Kalangan ini terobsesi mengubah Indonesia yang demokratis menjadi bentuk khilafah, sebut saja HTI. Hal itu bertentangan dengan kebijakan di Indonesia yang menganut sistem pemisahan kekuasaan. Meskipun penduduknya 80 persen Islam, tapi Indonesia bukan Negara Islam. “Para pendahulu kita itu cerdas. Bentuk negara yang dirumuskan demokratis dan tidak sekuler,” pungkas, Jumat (26/5).
SHR

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Puasa Membawa Kesehatan
Next post Latih Keberanian Lewat Tantangan