Read Time:7 Minute, 4 Second
Pengunjung Pusat Perpustakaan (PP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dikenakan pelbagai tarif pembayaran. Namun pengelolaan keuangan PP dinilai tidak transparan.
Raut wajah Sri Handayanti berubah seketika tatkala menatap layar komputer perpustakaan yang terpampang di depannya, Maret 2016 silam. Dengan wajah masam, pupus nian niatnya untuk meminjam buku. Dengan langkah berat Ia pun meninggalkan loket tempat peminjaman buku Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta. Musababnya, menurut pustakawan, Sri tercatat meminjam dua buah buku empat bulan silam dan belum dikembalikan. Alhasil, Ia berkewajiban mengganti dua buku setebal 400 halaman yang hilang tersebut.
Pelbagai langkah ditempuh demi memenuhi kewajiban itu. Ia pun menapaki beberapa toko buku di sekitar Jakarta. Tujuannya pasti, mencari buku karya Neil Campbell dan Giancolli yang raib. Pencarian Sri menuai hasil pada Maret 2016 silam. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi tersebut pun rela menghabiskan uang hingga ratusan ribu untuk membeli dua buku itu.
Tatkala buku yang dicari bersua, Sri bergegas ke Perpustakaan FITK untuk menyerahkan buku pengganti. Bak jatuh tertimpa tangga pula, kekecewaan Sri kian bertambah. Pihak perpustakaan yang bertugas mengatakan Ia juga harus membayar denda Rp80 ribu. Pasalnya kedua buku tersebut telat dikembalikan. “Saya kira tidak bayar denda lagi karena sudah ganti buku,” keluhnya, Jumat (19,5).
Kondisi serupa juga menimpa Asmawati Mulya, September 2016 lalu. Asma—biasa ia disapa—menapaki satu persatu anak tangga gedung PP UIN Jakarta. Terlihat Ia menjinjing dua buah buku di tangannya. Sesampai di lantai empat Ia menghampiri loket tempat pengembalian buku perpustakaan. “Dendanya Rp700 ribu mbak,” tutur pustakawan PP UIN Jakarta. Sontak, Raut wajah Asma pun berubah. Pasalnya Ia, harus membayar denda keterlambatan buku yang Ia pinjam.
Berdasarkan data komputer PP UIN Jakarta Asma terhitung meminjam dua buku pada November 2013 silam. Kala itu buku berjudul Fisiologi dan Latihan Anatomi Fisiologi yang ia pinjam di gedung Perpustakaan lama. Menurut Asma buku tersebut untuk menyelesaikan tugas kuliah. Waktu berselang lama, Ia lupa untuk mengembalikan buku tersebut. Dengan berat hati Asma pun merelakan uang tabungannya untuk membayar tarif denda.
Ditemui di ruangan kerjanya Kepala PP UIN Jakarta, Amrullah Hasbana menjelaskan terdapat pelbagai tarif bayaran yang dikenakan oleh PP terhadap pengunjung. Pertama, denda keterlambatan pengembalian buku. Tarif Rp500 dibandrol bagi pengunjung yang melanggar. Langkah ini ditempuh agar mahasiswa disiplin mengembalikan buku yang dipinjam.
Lebih lanjut, Menurut Amrullah sebenarnya PP UIN Jakarta menerapkan denda maksimal. Besarannya Rp200 ribu. Namun, Amrullah enggan mensosialisasikan denda maksimal terhadap mahasiswa. Pasalnya, Ia khawatir para peminjam buku menganggap enteng peminjaman buku.
Selanjutnya, bayaran bebas pustaka. Tarif ini dikenakan bagi mahasiswa yang hendak wisuda. Tarif Rp5 ribu terpaksa dikerok dari kocek calon wisudawan. Bayaran ini berlaku bagi semua mahasiswa UIN Jakarta, tak terbatas pada pengunjung PP UIN Jakarta.
PP UIN Jakarta juga menarik bayaran bagi pengunjung non-UIN Jakarta—masyarakat umum— sebesar Rp3 ribu. Menurut Amrullah semua hasil denda dan pungutan oleh PP UIN Jakarta nantinya akan masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) UIN Jakarta. “Nantinya diolah untuk beasiswa dan lain sebagainya,” ungkap Amrullah, Rabu (10/5).
Terkait dana pendapatan PP UIN Jakarta, tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116 tahun 2013 tentang Tarif Layanan Umum UIN Jakarta. Di PMK tersebut dijelaskan bahwa tarif denda telat mengembalikan buku sebanyak Rp500. Sedangkan tarif besar pustaka Rp5 ribu. Namun bayaran masuk non-UIN Jakarta yang dikenakan Rp3 ribu tak termaktub di PMK.
Pada Rabu (20/5) lalu Institut mewawancarai Amrullah di lantai tiga gedung PP UIN Jakarta terkait hasil uang denda yang terkumpul selama 2015 dan 2016. Ia mengungkap denda yang terkumpul selama setahun berkisar Rp30 – Rp40 juta. Namun sayang, saat dimintai data tertulis terkait laporan dana denda, Ia berdalih tak memegang data tersebut. Lebih lanjuit, Amrullah pun mengalihkan Institut untuk menghubungi Koordinator Layanan Teknis PP UIN Jakarta Maryam untuk meminta data tersebut.
Keesokan harinya, Kamis (11/5) berbekal surat permohonan data, Institut pun mendatangi ruangan Maryam yang berada tepat di sebelah ruangan Amrullah. Kala itu, Ia tengah sibuk di depan layar komputer. Tak lama berselang, Institutpun dipersilahkan masuk ke ruangannya. Surat permohonan data riil hasil denda pun disodorkan kepada Maryam. Sayang, hasilnya nihil. Ia berkilah terkait data denda mengaku tidak tahu-menahu. “Saya tidak menangani terkait dana denda,” elaknya, Jumat (12/5).
Tak memperoleh data tersebut, Institut pun melayangkan pesan via WhatsApp kepada Amrullah untuk meminta konfirmasi data. “Coba ke pak Trisno ya,” begitu balasannya. Tak berselang lama, Institut pun mengirimkan pesan permohonan wawancara kepada nama yang disebut Amrullah.” Iya, Senin boleh, jam 8 ya di Perpustakaan,” begitu isi pesan dari mantan Kepala Sub Bagian Tata Usaha PP UIN Jakarta Raden Trisno Muhammad Riyadhi.
Pada Senin (15/5) pagi pukul 08.00 WIB, Institutpun mendatangi PP lantai tiga menemui Trisno. Selama 15 menit Institut menunggu, namun Trisno tak kunjung datang. Pesan via WhatsApp pun kembali dilayangkan. “Saya sedang di Auditorium dengan rektor,” kilahnya.
Merasa data yang dibutuhkan tak menuai hasil, Institutpun kukuh meminta wawancara. Hingga akhirnya, pertemuan itu digelar pukul 12.30 WIB di gedung Kemahasiswaan—ruangan baru Trisno setelah mutasi pada 3 Mei lalu—. “Temui saya sekarang,” ujarnya, Senin (15/5).
Sekitar 15 menit pertemuan itu berlangsung. Hasil wawancara pun tak jauh beda seperti halnya yang diungkapkan Amrullah, dana denda yang terkumpul pada 2016 sebesar Rp35 juta. “Uang tersebut masuk ke PNBP UIN Jakarta,” ungkapnya. Saat dimintai data terkait laporan penyerahan dana ke PNBP, ia berdalih lagi tak memegang data. Lebih lanjut, Ia berjanji akan memberikan data ketika berada di perpustakaan. Sayang, hingga berita ini diturunkan data tersebut tak jua diberikan. Pesan singkat dan mendatangi ruangan Trisno ditempuh. Namun, tak menuai hasil.
Tak mendapatkan data laporan hasil pendapatan PP tahun 2015 dan 2016 dari petinggi PP UIN Jakarta, Institut pun mendatangi pihak keuangan UIN Jakarta. Pertemuan berlangsung dengan Kepala Bagian Keuangan UIN Jakarta Siti Sugiarti di lantai tiga gedung Akademik. Terkait denda perpustakaan, Ia menjelaskan bahwa pihak keuangan tidak mempunyai data laporan penerimaan dana denda perpustakaan. “Data lengkap ada di PP UIN Jakarta,” ungkapnya, Kamis (11/5)
Menanggapi sulitnya mengakses data keuangan UIN Jakarta, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara Prasetyo mengungkapkan setiap warga negara berhak mendapatkan transparansi keuangan negara. Pasalnya kebijakan itu telah tercantum dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. “Ketakutan pihak UIN Jakarta untuk transparansi akibat terdapat temuan di dalamnya,” Pungkasnya, Sabtu (13/5).
Ditempat terpisah, sebagai badan auditor, Satuan Pemeriksa Internal (SPI) UIN Jakarta pada 2015 mengaudit PP UIN Jakarta. Dari keterangan Sekretaris SPI, Adi Cahyadi mengatakan audit dilakukan sebab ada dugaan uang denda dari perpustakaan tidak disetorkan ke pihak UIN Jakarta. Hal itu diperkuat bahwa pihak perpustakaan tidak dapat memberikan bukti penyetoran dana denda saat dimintai oleh SPI kala itu. “Kita menduga dana tersebut tidak disetorkan,” ungkap Adi, Selasa (16/5).
Tak hanya di PP UIN Jakarta, pengenaan tarif denda keterlambatan pengembalian buku juga berlaku dipelbagai fakultas. Misalnya Fakultas Adab dan Humaniora. Kepala Perpustakaan FAH Muhammad Azwar membenarkan perpustakaan FAH menerapkan denda sebanyak Rp500. Terkait hasil denda Azwar menjelaskan uang denda tersebut diberikan kepada relawan perpustakaan fakultas. “Denda tersebut untuk membayar relawan perpustakaan” ungkapnya.
Perpustakaan FITK pun turut menerapkan denda. Menurut keterangan Kepala Perpustakaan FITK, Loytasari mengungkapkan, kurun waktu setahun jumlah dana denda yang terkumpul mencapai kisaran Rp1 juta. Ia berkilah bahwa dana tersebut digunakan untuk perbaikan buku-buku perpustakaan yang rusak. “Jadi kita kelola sendiri untuk dana dendanya,” ungkapnya, Jumat (19/5).
Hal serupa juga ditemukan di Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Menurut Kepala Perpustakaan FEB Lilik Istiqoriah dana denda yang terkumpul berkisar Rp700 ribu sampai Rp1 juta pertahun. Tak hanya itu Ia juga mengungkapkan dana denda tersebut digunakan untuk pembelian alat-alat tulis perpustakaan. “Tapi kita juga laporan ke fakultas,” ujar Lilik, Jumat (19/5).
Menanggapi hal tersebut Adi menyayangkan adanya penggunaan dana secara langsung. Menurutnya hal tersebut dapat merusak tatanan pengelolaan keuangan. Adi juga mengungkapkan, seharusnya perpustakaan yang melakukan pungutan kepada mahasiswa wajib disetorkan ke pihak UIN Jakarta. “Kalau PP bisa langsung setor ke UIN, tapi kalau perpustakaan fakultas melakukan penyetoran dulu ke fakultas,” jelasnya, Selasa (16/5).
Menilik Alokasi Dana Perpustakaan
Berdasarkan data rincian pembagian pagu BLU UIN Jakarta pada 2016, PP UIN Jakarta mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp1.464.787.000. Sedangkan berdasarkan rincian belanjan BLU rektorat 2016 dana PP sebesar Rp2,369,544,000,00.
Tak hanya itu, berdasarkan rincian belanja rektorat Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) UIN Jakarta pada 2016 dana PP UIN Jakarta sebesar Rp1,750,000,000,00. Dana tersebut digunakan untuk pengadaan koleksi buku perpustakaan sebesar Rp1,000,000,000 dan electronic book sebesar Rp750,000,000.
Atik Zuliati
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating