Huru Hara Pengelolaan Aset Negara

Read Time:4 Minute, 44 Second

Sejak zaman Komaruddin Hidayat, UIN Jakarta memiliki master plan yang berfokus pada pembangunan. Akan tetapi, aset terbengkalai bahkan permasalahan sengketa tanah tak kunjung reda. 
Demi mewujudkan kampus bertaraf internasional, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta membuat strategi yang dikenal dengan sebutan rencana strategis (renstra). Rencana ini mulai digaungkan sejak masa kepemimpinan Komaruddin Hidayat pada 2012 yang berlaku hingga 2026 mendatang. Dalam mewujudkan renstra, Komaruddin pun menyiapkan misi yang biasa disebut master plan. Master plan sendiri lebih fokus kepada pembangunan infrastruktur.
Saat kepemimpinan Komaruddin berakhir, tanggung jawab master plan diteruskan kepada Dede Rosyada selaku rektor UIN Jakarta periode 2014-2018. Desember 2016, Dede mengawalinya dengan pembangunan gedung baru Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) yang berlokasi di Jalan Tarumanegara, Ciputat, Tangerang Selatan. Pembangunan gedung baru ini berhasil diresmikan pada 28 Februari 2017.
Tak hanya FAH, pada September 2017, Dede juga membangun gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang berlokasi di depan Madrasah Pembangunan UIN Jakarta. Dalam penyelesaiannya, Biro Perencanaan dan Keuangan (PK) Kuswara menargetkan pembangunan gedung FEB akan rampung secepatnya, Selasa (16/5).
Selain gedung fakultas, UIN juga memiliki bangunan baru yang diperuntukkan untuk Perpustakaan Pusat (PP) sekaligus tempat parkir kendaraan roda dua. Pembangunan yang dimulai saat 2014 lalu berhasil terealisasi pada 29 Januari 2016. Usai diresmikan Dede, seluruh aktivitas perpustakaan dipindahkan ke gedung yang bersebelahan dengan Cafe Cangkir.
Alhasil, gedung PP lama pun menjadi bangunan tak terpakai. Beberapa pihak mulai melirik kekosongan dan merencanakan alih fungsi gedung tersebut. Kepala Bagian (Kabag) Umum Encep Dimyati berencana akan membagi fungsi gedung tiap lantai. “Lantai satu dialokasikan untuk Pusat Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) dan ruang pusat jurnal. Sementara lantai dua dan tiga difungsikan untuk ruang dosen,” ujarnya, Rabu (17/5).
Sayang, rencana alih fungsi masih belum terealisasi. Kekosongan gedung PP lama berpotensi pada temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Hal ini diamini Sekretaris Satuan Pengawas Intern (SPI) Adi Cahyadi. Ia menganggap bahwa gedung PP yang terbengkalai menjadi tidak efektif dan efisien. “Padahal UIN Jakarta masih kekurangan ruang dosen, ruang Pustipanda, dan pusat jurnal,” tegasnya, Selasa (16/5).
Masalah UIN Jakarta tak berhenti sampai di gedung. Perwujudan master plan masih terjegal dengan adanya kasus sengketa tanah antara pihak UIN Jakartadengan Direktur PT Anugerah Cipta Buana (ACB) Fadel Muhammad. Awalnya, UIN Jakarta membeli tanah yang berada di Desa Cikuya, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang dari Fadel. Namun hingga saat ini, UIN Jakarta masih belum mempunyai hak atas kepemilikan tanah seluas 40 hektare yang kisaran harganya mencapai Rp5 miliar.
Permasalahan tanah yang dialami UIN Jakarta dari kepemimpinan Rektor Quraish Shihab hingga Dede Rosyada ini masih belum menemui titik terang. Padahal sejak 2008 lalu, status tanah Cikuya sudah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara dengan kode 2.01.02.02.002.1. Namun status tanah itu masih belum diperkuat dengan bukti kepemilikan yang sah sesuai Peraturan Menteri Keuangan No 96/PMK.06/2007. Akibatnya, status tanah Cikuya menjadi temuan rutin BPK dari tahun ke tahun. Demi menyelesaikan sengketa ini, UIN Jakarta pun melayangkan somasi kepada Fadel Muhammad pada Rabu, 26 Oktober 2016.
Persengketaan tanah juga terjadi antara pihak UIN Jakarta dan Yayasan Institut Ilmu Alquran (IIQ). Pada 27 Desember 2010 lalu, tanah seluas 1.915 meter kubik yang di dalamnya terdapat bangunan IIQ terancam disegel oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan laporan data temuan BPK tahun 2015, alasan penyegelan itu dikarenakan adanya sertifikat ganda antara pihak UIN Jakarta dengan Yayasan IIQ. UIN Jakarta memiliki Sertifikat Hak Pakai Nomor 2 tahun 1988 seluas 96.250 meter kubik, sedangkan Yayasan IIQ juga memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 02476.
Kasus yang sama juga terjadi antara pihak UIN Jakarta dengan masyarakat yang tinggal di Komplek Rumah Dinas UIN Jakarta. Berdasarkan hasil Keputusan Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2013, UIN Jakarta memenangi hak kepemilikan atas tanah Komplek Rumah Dinas UIN Jakarta yang berada di Kelurahan Pisangan, Ciputat. Hingga kini, UIN Jakarta tinggal menunggu hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) soal sengketa lahan tersebut.
Tercatat dalam temuan BPK tahun 2015, sengketa tanah di Komplek Rumah Dinas UIN Jakarta berjumlah 115 rumah. Penghuni daerah itu tak terima dengan keputusan UIN Jakarta yang akan menggusur lahan tersebut. Mereka meminta bahwa status tanah di sana menjadi hak milik sekaligus menggugat ke Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, MA menolak gugatan penghuni komplek dan memutuskan Kementerian Agama wajib membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta per unit kepada para penggugat.
Institut pun mencoba klarifikasi polemik sengketa tanah yang melibatkan pihak UIN Jakarta kepada Kabag PK Kuswara. Ia mengatakan, pembebasan sengketa aset negara sudah masuk ke dalam anggaran tahun 2017 atas usulan Kabag Umum dan Badan Pertanahan Nasional. “Tapi tugas saya hanya menganggarkan. Lebih jelasnya silakan tanya ke Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Abdul Halim,” jawabnya singkat, Rabu (18/10).
Senada dengan Kuswara, Abdul Halim pun enggan memberikan komentar terkait permasalahan sengketa tanah. Lewat pesan singkat, ia langsung mengalihkan ke Kabag Umum Encep Dimyati. “Ia lebih kompeten untuk menjawab hal ini,” kilahnya, Kamis (19/10). Namun hingga berita ini diturunkan, Encep tetap urung menjawab kasus sengketa tanah yang menjadi master plan UIN Jakarta.
Manajer bidang Knowlage Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenti Nurhidayat menyayangkan sikap UIN Jakarta dalam keterbukaan informasi mengenai sengketa lahan. Ia mengatakan, master plan seperti yang digaungkan di UIN Jakarta bukanlah suatu rahasia negara. Yenti menganjurkan bahwa mahasiswa pun boleh mencari tahu karena itu bersifat hak publik. “Terlebih ada laporan temuan BPK yang di dalamnya ada UIN Jakarta. Oleh karenanya mereka harus terbuka dalam menyelesaikan kasus ini,” tegasnya, Jumat (20/10).
Dalam menanggapi kasus sengketa tanah, Yenti menganjurkan agar UIN Jakarta sesegera mungkin menyelesaikan masalah tersebut. Sebab menurut Yenti, masalah persengketaan rumah dinas tidak akan selesai jika pihak tergugat belum memenuhi syarat pembebasan sengketa. “MA pun sudah menjatuhkan keputusan untuk pembebasan sengketa di UIN Jakarta,” tandasnya.

Dewi Sholeha Maisaroh

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Berwisata di Alam Pabangbon
Next post Memar Gedung Baru