Gurat Sekat Tembok Kanvas

Read Time:2 Minute, 43 Second

Tak sekadar wadah seni, kanvas sebagai media penyalur kritik sosial. Lukisan karya Zaenal Arifin menggambarkan sekat-sekat yang ada dalam masyarakat.

Sebuah kanvas terpampang di dinding menyambut kedatangan pengunjung tatkala memasuki ruangan pameran. Tergambar enam orang manusia purba berjajar secara berurutan dari tinggi ke rendah. Bak seekor kera yang tengah membawa payung menjadi urutan terakhir yang ada dalam gambar tesebut. Berlatar belakang warna cokelat tua, makhluk-makhluk hidup itu nampak nyata dalam sorotan lampu berwarna kuning.

Lukisan tersebut berkisah tentang sejarah manusia yang berlawanan dengan Teori Evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin. Berawal dari manusia yang berdiri tegak sempurna hingga berwujud mirip seekor kera. Nampak apik dalam balutan warna cokelat yang dominan.

“Mereka harus terbang dengan kepak-kepak dusta jahanam, akan tersungkur jatuh ke dalam genangan air mata yg ditaburi berjuta kutukan”. Begitulah sepenggal kalimat yang tercantum tepat di sebelah lukisan berjudul Monyet di Uwongke. Tetesan-tetesan cat berwarna hitam di sisi kiri menjadi penegas deretan tulisan. Warna-warna cerah dan gelap turut menampakkan kesan hidup lukisan. Lukisan tersebut menyimpam pesan agar manusia tidak berdusta.

Beralih ke lain sisi, di tengah-tengah ruang pameran, nampak lukisan yang menampilkan seekor burung berwarna emas. Lukisan yang berjudul refleksi ini dilukis di atas kanvas berukuran 250 x 200 centimeter. Pantulan dari sang burung emas ini menghadirkan sisi lainnya yang berwarna lebih gelap, akibat pantulan cermin.

Lukisan ini memberi kesan realita kehidupan yang dinamis, terkadang berada pada masa terpuruk namun gemilang di lain sisi. Sang burung berwarna hitam gelap melambangkan kehidupan yang dominan diselimuti ketakutan, kecemasan dan penindasan. Di tempat yang berbeda sang burung emas justru menampakkan kehidupan yang jaya dan superioritas.

Terpajang pula lukisan wajah seorang pria dengan rambut panjang berwarna hitam. Jenggot hitam kontras dengan tulisan next di dahinya yang keriput. Nampak tembok berwarna merah, oranye, biru dan putih yang menambah kesan mistis dan tegang pada wajah sang pria. Kantung mata yang tergambar seakan menunjukkan usia yang tak lagi muda.

Beralih ke sisi kanan ruang pameran. Sebanyak  tujuh buah lukisan terpampang di ruangan berukuran tak lebih dari 5 x 3 meter itu. Seorang wanita dengan rambut yang terikat menjadi salah satu lukisan yang terpampang. Terlihat wanita itu menutup mulutnya dengan jari telunjuk dihadapan harimau besar. Seakan ingin membungkap aungan harimau.

Lain halnya dengan lukisan berjudul ‘Dialog Imajiner’ berukuran 200 x 150 cm yang menampakkan dua sosok wanita. Terlihat dua wanita dengan pistol di tangan beserta kepala yang terbelit seutas tali. Tubuh yang terbungkus sehelai kain, salah seorang wanita meletakkan telunjuk ke pistol yang ditodongkan ke arahnya.

Pameran lukisan yang mengusung tema Laku ini merupakan buah karya dari Zaenal Arifin. Pertunjukan ini mengisahkan tentang perjalanan seseorang dalam mencari penyadaran dan pembebasan batiniah. Bertolak belakang pada kenyataan bahwa sifat alamiah manusia yang membentuk sekat di dalam masyarakat.

Menurut Koordinator Pelaksana Penjualan, Istikomah terdapat kurang lebih 30 lukisan yang terpampang. “Pemilihan karya Zaenal Arifin telah melalui banyak proses sehingga sampai pada pameran saat ini,” tutur Isti, sapaan akrabnya, Rabu (7/3). Lukisan yang dipamerkan pun dijual untuk umum, harganya mulai dari puluhan juta rupiah.

Salah seorang pekerja lapangan, Sri Indah, menyambut baik adanya pameran ini. “Selain sebagai upaya edukatif, pameran juga sukses menghibur pengunjung dengan berbagai macam bentuk dan warna lukisan,” ucapnya, Rabu (7/3). Dirinya yang baru tujuh hari melaksanakan kerja lapangan mengaku senang dapat menjaga pemeran.

Nurlely Dhamayanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Din Syamsuddin: Organisasi Bukan Penghambat Studi
Next post Solidaritas Selamatkan Sungai