Dilema Mahasiswa Berdagang

Read Time:3 Minute, 7 Second

Penjualan makanan mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIK) ditertibkan pada Jumat (13/4) dan Senin (16/4) oleh pihak dekanat. Penertiban dilakukan bagi mahasiswa yang meletakkan dagangannya depan lift dan miniatur kakbah di lantai enam gedung fakultas tersebut.
Penertiban itu dirasakan oleh salah seorang mahasiswi yang berjualan di lantai enam FIDIK, Ayu Nadia. Mahasiswi Program Studi Jurnalistik itu mengatakan tidak tahu jika kegiatan berjualan yang ia lakukan melanggar peraturan.“Aku ikut-ikutan, karena banyak yang jualan di situ,” ungkap mahasiswisemester dua itu, Senin (16/4).
Selain Ayu, Mahasiswa FIDIK Nanda (bukan nama sebenarnya) yang mendapat penertiban pun mengaku tak mengetahui jika berjualan yang ia lakukan melanggar aturan. Ia mengatakan tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait aturan yang melarang kegiatan tersebut. Ia pun menyayangkan sikap dekanat yang membuang dagangannya ke tempat sampah. ”Tindakan itu tidak pantas dilakukan,” ujarnya.
Tak hanya di FIDIK, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) juga terlihat mahasiswa menjajakan dagangan sambil menawarkannya dari satu kelas ke kelas lain. Nur Afifah misalnya, ia mengetahui larangan untuk berjualan. Meski begitu, ia melihat masih banyak mahasiswa FITK yang tetap berjualan. ”Kan banyak juga yang berjualan,” ujar Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris itu, Selasa (17/4).
Lain halnya dengan FIDIK dan FITK, Mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) Umi Kulsum mengatakan tidak ada larangan untuk berjualan di fakultas tersebut. Malah mahasiswa FDI bisa berjualan di meja depan tangga lantai empat fakultas. “Dagangan bisa dibiarkan di meja yang tersedia,” ujarnya di Sekretariat Dema FDI, Kamis (19/4).
Menurut Umi, Ia mengaminkan adanya peringatan dari wakil dekan saat petugas kebersihan mendapati tempat menjajakan dagangan tidak terjaga kebersihannya. Namun, menurutnya, tidak ada larangan mahasiswa untuk berjualan dengan syarat tertentu. “Jadi boleh boleh saja berdagang di FDI,” tambahnya.
Menanggapi penertiban di FIDIK, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerja Sama Suhaimi mengaku sudah lebih dari tiga tahun melakukan upaya penertiban. Mulai dari memberikan peringatan, memberitahukan kepada orang tua mahasiswa, hingga merampas Kartu Tanda Mahasiswa. Namun, ia merasa tindakan tersebut tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, tindakan yang ia lakukan yaitu membuang dagangan mahasiswa ke tempat sampah. “Dengan berat hati saya buang,” pungkas Suhaimi saat ditemui di ruangannya, Selasa (17/4).
 Suhaimi berpedoman pada Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 469 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Mahasiswa Bab IV Bentuk Pelanggaran Pasal lima nomor lima yang tertulis “melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban, kebersihan, keindahan, keamanan, dan kenyamanan kampus sesuai peraturan universitas”. Menurut Suhaimi, berjualan termasuk melanggar  kode etik tersebut yang mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak tak ingin berkomentar banyak terkait penjualan makanan. Menurutnya permasalahan tersebut adalah urusan teritorial fakultas.  Pihak dekanat seharusnya membuka dialog dengan mahasiswa yang berjualan agar menemukan solusi yang baik. “Ketertiban dan kebersihan terjaga, mahasiswa pun tetap bisa mencari uang,” ucap Yusron di ruang kerjanya di lantai dua Gedung Kemahasiswaan, Rabu (18/4).
Lebih lanjut, Ia mendukung positif kegiatan berwiraswasta selama memperhatikan aspek kebersihan dan ketertiban. Namun, ia tidak setuju jika dagangan dibiarkan berjejer tanpa pengawasan dari penjual. “Mahasiswa didorong untuk berwiraswasta selama tidak menyalahi aturan,” ungkapnya.
            Senada dengan Yusran, Ketua Senat Universitas Atho Muzhar pun menolak memberikan tanggapan. Ia hanya menjelaskan perihal tugas Senat Universitas yang hanya mengusulkan pembuatan peraturan akademik dan mengesahkan SK. Terkait sosialisasi dan penerapan kode etik adalah tugas dari masing-masing dekan.
            Kasus pelanggaran kode etik akan diselesaikan oleh Senat Universitas jika tidak dapat diselesaikan oleh pihak dekanat dan rektorat. Ia juga menyimpulkan dengan tidak adanya laporan terkait kasus mahasiswa berjualan, berarti pelanggaran kode etik ini masih bisa diselesaikan di tingkat fakultas.  “Yang melaporkan tidak harus dekan, mahasiswa yang melihat pelanggaran pun harus melaporkan,” pungkasnya, Kamis (20/4).

WI

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Syair Melawan Rezim
Next post Persma Kena Gebuk Aparat, Siapa Salah?