SR
Read Time:2 Minute, 37 Second
Langkah awal memasuki ruangan, pengunjung disuguhkan foto profil para kontributor yang menampilkan hasil jepretan mereka. Foto yang dipamerkan dipajang dalam kertas abu-abu yang sudah dipotong sesuai ukuran karya, kemudian ditempelkan ke papan yang dilapisi cat bewarna putih. Lampu yang terdapat pada bagian atas papan seakan menambah hidup karya kontributor. Pada bagian tengah langit-langit ruangan, tergantung hiasan origami berbentuk burung-burung.
Melangkah ke kanan ruangan, terpampang lima foto karya Faizah Azizah yang bertajuk “melihat pesantren untuk tunanetra”. Foto milik Faizah menunjukkan Pondok Pesantren Raudatul Makfufin yang menjadi wadah pembinaan bagi penyandang tunanetra. Salah satu foto itu menunjukkan seorang guru yang sedang mengajarkan santrinya membaca Alquran braille.
Tiga langkah ke kanan, terdapat foto karya Farihatun Nasriyah. Berbeda dengan Faizah, karya yang dipamerkan Farihatun berjumlah tujuh foto dengan judul “Slaughterhouse to Culinary”.Foto tersebut menampakkan penjagalan babi yang bertempat di Rumah Pemotongan Hewan, daerah Cililitan. Fari memamerkan jepretan fotonya mulai dari penyembelihan babi hitam yang terlihat jelas moncongnya, lalu ada bagian babi sedang dikuliti, hingga bagian bapak tua yang mencuci bagian dalam daging babi yang telah disembelih.
Beralih ke sisi kiri ruang pameran terdapat karya Khairayanni yang memamerkan empat foto bertajuk “Modifikasi sepeda”. Foto yang ditampilkan berupa sepeda yang dimodifikasi untuk bekerja sehari-hari. Seperti sepeda tukang jahit keliling, sepeda odong-odong, dan sepeda tukang becak.
Samping kanan karya Khairiyanni, terpampang foto karya Arya Andriansyah yang berjudul “kudapan unik”. Dalam fotonya, Arya ingin mengungkapkan kesukaannya pada makanan. Arya sekaligus ingin mengungkapkan kegelisahannya saat makanan tradisional kini sulit ditemukan.
Di seberang karya Arya,dipamerkan karya Hardi Yuantoro yang bertajuk “China Benteng”. Ia menunjukkan kehidupan masyarakat China yang tinggal di desa Cicarab, Tangerang. Foto yang dipamerkan Hardi berupa bagian dalam benteng, kehidupan masyarakat, dan lingkungan sekitar benteng. Hardi juga mengungkapkan tujuan dalam karyanya agar generasi muda lebih mengenal sejarah, karena banyak yang tidak mengetahuinya.
Salah satu pengunjung, Putri Irawana menyukai foto karya Arya Ardiansyah yang menampilkan kuliner. Menurutnya semua foto yang bertemakan kuliner seperti jajanan tradisional, makanan khas daerah, hingga makanan sejenis pasta bagus. dan ia tergugah untuk memakannya. “cantik-cantik foto makanannya,” pujinya, Selasa (1/5).
Lain halnya dengan Putri, pengunjung lain bernama Nabila lebih menyukai karya Farisyah yang bertemakan penjagalan babi. Nabila mengungkapkan hasil jepretan Farisyah unik, menurutnya, karya farisyah berhasil menunjukan cara penyembelihan babi yang belum ia ketahui. “fotonya berbeda dari yang lain, keren,” Ungkapnya, Kamis (26/4).
Pameran foto Udar Rasa merupakan serangkaian acara karya mahasiswa Jurnalistik 2015 UIN Jakarta yang berlangsung pada tanggal 23 sampai 27 April 2018. kontributor dalam pameran adalah mahasiswa jurnalistik 2015, pameran ini diadakan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah fotografi jurnalistik.
39 foto karya kontributor yang dipamerkan memiliki tema yang berbeda. Seperti kehidupan para pekerja tua hingga pekerja bawah umur, kehidupan lingkungan pondok pesantren, kehidupan pelajar yang kurang mampu, kuliner, hingga kehidupan hewan-hewan laut.
Faisal Akbar selaku ketua pelaksana pameran mengatakan bahwa Udar Rasa berarti mengudar rasa, artinya dapat mengungkap rasa, karena para kontributor yang notabene mahasiswa ingin melepaskan keresahan yang mereka alami dalam kehidupan bermasyarakat. Pameran ini bertujuan untuk mencapai tugas mata kuliah foto jurnalistik. “Pameran ini rutin digelar setiap tahun untuk tugas akhir mata kuliah fotografi jurnalistik,” tutupnya, Kamis (26/4).
Average Rating