Teknologi bagaikan pisau bermata dua bagi manusia. Dalam dunia medis, teknologi bernama Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan mengakibatkan beberapa pekerjaan medis tidak harus dikerjakan oleh manusia. Hal ini menyebabkan perdebatan di antara para ahli.
Perkembangan teknologi memunculkan penemuan baru, seperti Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Dilansir dari jurnal ilmiah Chanda Halim dan Hendi Prasetyo yang berjudul Penerapan Artificial Intelligence dalam Computer Aided Instructure (CAI), Kecerdasan buatan adalah cabang ilmu komputer yang berusaha menerangkan dan meniru perilaku kecerdasan dalam bentuk proses komputasi. Teknologi AI dapat bekerja meniru kecerdasan dan menyelesaikan setengah dari pekerjaan manusia secara efektif.
Penerapan teknologi AI mulai dilakukan dalam berbagai bidang profesi, salah satunya dalam bidang kedokteran. Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo Surabaya Joni Wahyudi, menyatakan bahwa RSUD dr Soetomo sedang mengembangkan aplikasi berbasis AI, bernama Brain Anatomy Morphology Generated (BAMAG).
Joni mengatakan bahwa saat pelaksanaan operasi, untuk mengetahui posisi yang tepat dalam otak cukup sulit. Aplikasi ini mampu memperlihatkan dengan detail lokasi pembuluh darah di otak. Dengan begitu, aplikasi BAMAG dapat membantu dokter untuk melakukan tindakan operasi yang cepat dan tepat hanya dengan waktu 15 menit. Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul 21 Lessons: 21 Abad untuk Abad ke-21, memperkirakan bahwa perkembangan AI dalam bidang medis dapat menggeser peran individu dokter manusia di masa depan.
Joni Wahyudi menambahkan, bahwa para tenaga medis harus mempertahankan perannya, setidaknya mampu eksis berdampingan dengan teknologi AI. Menurutnya, tenaga medis harus menjunjung tinggi value of care yang terdiri dari tiga poin.
Pertama, dokter harus mampu memberikan kebutuhan medis pasien, seperti diagnosa penyakit dan pemberian resep obat beserta efek sampingya. Kedua, sebagai emotional expectation pasien, seperti berempati dan memenuhi harapan pasien. Ketiga, hubungan yang baik antara tenaga medis dengan pasien, di dalam maupun di luar proses perawatan. Poin kedua dan ketiga, lanjut Joni, merupakan dua hal terpenting bagi dokter agar perannya tak tergantikan oleh mesin.
Joni Wahyudi menerangkan bahwa AI tidak dapat menggantikan individualitas dokter manusia. Menurutnya mengobati manusia tidak hanya berkaitan dengan ilmu medis, melainkan juga suatu seni. “Karena manusia punya fisik dan psikis, keterikatan emosi hanya ada pada manusia dengan manusia,” tutur Joni, Kamis (6/5).
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Hito Putra Faisal, menjelaskan bahwa teknologi ini bukan sebuah penggantian peran seorang dokter atau tenaga medis untuk menentukan diagnosis seorang pasien. Menurutnya AI dapat dikatakan sebagai rekan kerja baru yang dapat membantu para dokter untuk menganalisa dan mempresentasikan data medis. Hito menambahkan bahwa banyaknya data yang dihasilkan dari dokter maupun AI dapat membuat sebuah prediksi data medis semakin tepat.
Menurut Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta Anif Hanifa, nantinya AI dapat berperan sama halnya dengan manusia, seperti dalam pengambilan keputusan. Anif menambahkan bahwa AI tetap bergantung pada manusia.
Menurut Anif, AI dapat menyimpulkan pengetahuan dasar yang dimiliki oleh manusia dan menghafalkan pola-polanya. Sehingga keberhasilan kinerja AI berkaitan dengan kemampuan perancangnya.“Walaupun begitu, belum ditemukan program yang dapat mengungguli fleksibilitas manusia dalam ranah yang lebih luas,” ucap Anif, Jumat (7/5).
Mahasiswa Pendidikan Profesi Kedokteran UIN Jakarta Ikram Syahrin Akbar, menyatakan bahwa AI bukan suatu hal yang mesti ditakutkan akan menggeser eksistensi dokter manusia, meski ada beberapa pihak yang mengkhawatirkan AI akan mengambil banyak peran dari manusia. Jika hasil diagnosa mesin AI tidak sesuai dengan pengamatan klinik dokter, maka selanjutnya hasil klinis dokter yang akan dipergunakan.
Hany Fatihah & Didya Nur Salamah
Average Rating