Liputan berita Kekerasan Seksual (KS) sudah berdasarkan persetujuan dari penyintas. Tim Investigasi Institut terbuka dengan segala masukan dari mereka. Oleh karenanya kami memutuskan untuk tidak terburu-buru menerbitkan berita yang bertalian dengan KS.
Berita ini mungkin memicu tekanan emosional bagi sebagian pembaca. Kami sarankan tidak lanjutkan membacanya.
Menjalani hubungan asmara tanpa status, Mira beberapa kali mendapat pelecehan seksual oleh Danu. Relasi kuasa disinyalir menjadi penyebab pelecehan itu terjadi.
Mira, bukan nama aslinya, merupakan mahasiswi di salah satu perguruan tinggi Islam tersohor di Jakarta. Seperti sebagian kehidupan mahasiswa pada umumnya, Mira aktif berkegiatan organisasi dan kepanitiaan di kampusnya. Siapa sangka, bila kegiatan aktif Mira menjadi cerita buruk dalam sejarah hidupnya.
Ketika itu, kampusnya hendak mengadakan kegiatan ospek untuk menyambut para mahasiswa baru. Perekrutan panitia ospek pun tersebar ke penjuru kampus. Mira lantas mendaftar menjadi panitia dengan girang dan antusias.
Usai melewati pelbagai tahapan seleksi rekrutmen panitia ospek, akhirnya Mira dinyatakan lolos. Dia pun menghubungi ketua pelaksana ospek untuk bergabung ke grup WhatsApp kepanitiaan. Namun, si ketua malah meminta Mira menghubungi Danu—nama samaran panitia ospek lainnya yang merupakan senior Mira—untuk masuk ke dalam grup tersebut.
Tanpa berpikir panjang, Mira langsung menghubungi Danu lewat obrolan WhatsApp. Danu dengan ramah-tamahnya, mengabulkan permintaan Mira untuk bergabung dalam grup kepanitiaan. Dari kepanitiaan itulah, Mira dan Danu lama-kelamaan kerap saling berkirim pesan. Kedekatan pun tumbuh di antara keduanya.
Hubungan sepasang muda-mudi itu, di kemudian hari, terasa begitu istimewa bak pasangan yang tengah dimabuk asmara. Mira dan Danu, keduanya mengaku jadi saling mencintai. Namun, hubungan itu dilakukan tanpa status yang jelas.
Lama-kelamaan Danu berani membawa Mira langsung ke indekosnya. Alasan pertama yang dipakai Danu kala itu: ingin curhat. Tak tanggung-tanggung, Danu membawa Mira ke indekos pada malam hari.
Sesampainya di indekos, Danu memulai curhatnya dengan sesi kisah pengalaman diri di salah satu organisasi. Usai sesi itu, curhatnya berlanjut pada pengakuan: dirinya sudah punya kekasih. Sontak hal tersebut membuat Mira lemas. Istana cinta yang mereka bangun bersama hancur seketika.
Mira pun mencoba tidak naik pitam dan memilih untuk terus mendengarkan lanjutan curahan hati Danu. Danu pun duduk kian mendekat dengan Mira. Lelaki itu kemudian membeberkan keburukan kekasihnya yang membuat dia menderita selama menjalani hubungan pacaran. Dari kisah itulah, Mira dibuat iba. Rasa haru atas curhatan itu menyelimuti langit malam mereka berdua.
Tiba-tiba saja Danu menidurkan kepalanya ke paha Mira. Seketika Mira kaget. Dia tak bisa melakukan apapun karena Danu mencengkram tangannya kuat-kuat. Mira mulai merasa tak nyaman. Dia pun terpaksa mendengar celoteh curhat si Danu yang kelihatannya masih berdurasi panjang.
Sembari curhat, tangan Danu lainnya tiba-tiba meraih belakang kepala Mira. Perlahan-lahan, seraya berbicara itu, Danu mendekatkan kepala Mira ke wajahnya. Kian lama kian dekat. Sekonyong-konyong Danu mencium Mira.
Mira lagi-lagi dibikin kaget. Dia bingung harus berbuat apa usai dicium Danu. Malam itu, menjadi kiamat untuk Mira. Dia tak pernah membayangkan hal seperti itu terjadi.
Selepas kejadian tersebut, setiap malam yang sunyi beriringan dengan tumpahnya deras air mata. Banyak hal yang terlintas di pikiran Mira. Dia kebingungan tatkala hati kecilnya mengatakan, bukan hubungan seperti ini yang dia inginkan. Mira benar-benar mencintai Danu dan tidak ada kuasa menolak secara frontal perlakuan Danu. Mira takut, jika dia tidak menuruti permintaannya, maka Danu akan meninggalkan dirinya.
Hari demi hari Mira tetap menjalani kedekatannya dengan Danu. Namun, perlakuan Danu kian kelewat batas. Puncaknya: ketika Danu mengajak Mira ke indekosnya dengan iming-iming berdiskusi. Mira pun mengiyakan ajakan itu.
Sesampainya di indekos, ternyata Danu memaksa Mira untuk melepas seluruh pakaiannya. Kali ini, Mira benar-benar tak tahan akan tingkah Danu. Dari ujung pangkal lidah Mira, dia akhirnya melepas kata tidak. Detik itu, Mira menegaskan kepada Danu, bahwa Ia tidak mau berhubungan seks dengannya.
Sejak itu Mira kehilangan arah. Ingin menangis tapi tidak bisa. Setiap kali hening menyapa, Mira selalu memikirkan kejadian bejat tersebut. Dia merasa hancur Berkeping-keping. Merasa tak pantas lagi menjalani kehidupan di dunia ini. “Dari lubuk hati yang paling dalam, saya tak suka dilecehkan seperti itu, sekalipun dia menganggapnya bukan ‘pelecehan seksual’,” kata Mira.
Walaupun sudah banyak tingkah Danu yang senonoh, Mira bersikukuh tidak pernah mau saat diperintahkan Danu untuk menanggalkan pakaiannya. Alasannya: tidak ingin terjerumus lebih jauh ke dalam jurang yang akan perlahan membunuhnya. Mira juga mengkhawatirkan stigma dari lingkungan sosial yang akan diterimanya kelak.
Apa yang dikhawatirkan Mira ternyata benar. Suatu ketika, salah satu teman Danu menyeletuk, “dasar kau perempuan pezinanya Danu!,” ucap orang itu dengan nada gurauan. Mendengar kalimat itu, Mira terpukul. Dia tercebur ke lautan tak berdaya. Kalimat tersebut, seolah-olah menghakimi dirinya atas persetujuan dari perbuatan Danu, padahal tidak demikian. Sejak itu, Mira memutuskan untuk melepas diri dari kendali Danu. “Ucapan itu, dalam sekejap membuat diri saya benar-benar hancur sebagai korban, sekaligus fitnah keji dari pelaku pelecehan seksual,” ucap Mira.
Mira mulai melepaskan tali-tali komunikasi yang dulu setiap waktu dia rajut. Menyembuhkan trauma, bukan perkara mudah. Butuh waktu dua tahun untuk memulangkan batinnya dari derita. Apa yang dialaminya, membuat Mira sesekali merasa rendah. Seiring berjalannya waktu, rasa rendah itu berubah menjadi kekuatan untuk menjalani kehidupan yang menurutnya, ditempeli kemunafikan. “Bagi saya, keputusan mundur adalah tepat, walaupun itu rumit,” kata Mira.
Melewati Masa Pahit
Begitu sulit Mira melupakan ingatan kelam itu. Saban malam, dia tak bisa mengendalikan ingatannya yang selalu memutar kronologi kejadian pedih tersebut. Mira butuh ruang untuk berbagi kisah. Untung saja ketiga sahabatnya setia menjadi pendengar yang baik, dan membantu Mira untuk bangkit.
Selain bercerita kepada temannya, Mira jadi aktif berkecimpung dalam isu-isu kekerasan seksual yang dialami perempuan. Baginya, dengan menggeluti isu tersebut, menjadikan dia semakin tersadar bahwa laki-laki dan perempuan itu setara dan berhak dihormati. “Perempuan bukan makhluk yang inferior, yang bebas dijadikan mangsa, diperlakukan diskriminasi, subordinasi dan marjinalisasi,” ucap Mira.
Hingga saat ini, memori otak Mira masih menyimpan jelas setiap detik perlakuan Danu. Hal tersebut kadang membuat Mira menyalahkan dirinya. Masa lalu yang Mira alami, perlahan membentuk kepribadian kuatnya. Mira senantiasa menikmati dan mensyukuri setiap langkah bangkitnya. Perjuangan melawan keterpurukan juga berkat orang-orang terdekatnya yang tiada henti memberinya energi tambahan untuk mengakhiri masa-masa kelam.
Pacaran dan Relasi Kuasa
Menurut Aktivis Perempuan Olin Monteiro, apabila seseorang merasa tidak nyaman dan tubuhnya dilanggar, maka saat itu juga pelecehan seksual terjadi. Relasi pertemanan, pacaran hingga rumah tangga tak menutup kemungkinan adanya pelecehan seksual. “Berawal dari tidak ada kesepakatan bersama,” jelas Olin, Kamis (27/1).
Olin mengatakan relasi kuasa kerap ditemukan dalam berpacaran: relasi pacaran yang patriarki dan bukan relasi pacaran yang setara. Hal itu menyebabkan terjadinya manipulasi dengan ancaman dan teror kepada pasangan. “Ketika laki-laki memaksa artinya sudah tidak ada kenyamanan bagi perempuan dan itu dapat dikatakan pelecehan seksual,” terang Olin, Kamis (27/1).
Mira berharap, para korban kekerasan seksual berani memperjuangkan keadilan dan tidak mengubur kasusnya dalam-dalam. Mira menambahkan bahwa pihak-pihak yang bersangkutan harus mampu memberikan pemahaman untuk menguatkan korban, bukan nasehat yang terkesan menyudutkan. “Segera temukan jalan keluar dan tempat terang sehingga kamu (korban) tidak lagi menyalahkan diri sendiri, pesan Mira.
Kampus Perlu Bertindak
Olin menuturkan bahwa pentingnya peran kampus dalam sosialisasi pendidikan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi yang lebih komprehensif. Hal tersebut menjadikan mahasiswa teredukasi tentang pacaran dan relasi yang sehat. Sehingga lanjut olin, ketika terjadi masalah, kedua belah pihak dapat menemukan solusi yang terbaik.
Mira mengatakan bahwa kekerasan seksual di lingkungan kampus itu benar-benar ada. Baginya pihak kampus yang dinilai gagal melindungi korban, maka sama saja membikin rusak nama baik lingkungan akademis. Pemangku kebijakan harus segera membuat peraturan yang melindungi para korban. Supaya tidak banyak korban bermunculan dan menambah rentetan buruk kampus. Kampus, kata Mira, belum jadi ruang aman bagi seluruh civitas academica.
Mira juga menyampaikan keresahan hatinya: pelaku segera mendapat balasan yang setara. Dia menginginkan proses hukuman bagi pelaku juga berjalan dengan seimbang seperti apa yang korban rasakan. Siksaan itu berupa penyesalan sebagai penghakiman paling berat yang membuat jera seumur hidup. “Semoga proses hukum bagi pelaku juga berjalan dan seimbang dengan apa yang dirasakan korban,” tutup Mira.
Aldy Rahman
Hasil reportase KS ini menjadi karya dari kolaborasi #ButuhKampusAman. Sebuah kolaborasi Project Multatuli bersama 22 pers mahasiswa di penjuru Indonesia. Reportase ini menjadi bukti bila kasus KS perlu menjadi perhatian bersama, khususnya civitas academica UIN Jakarta.
Bagi kamu yang ingin melaporkan kasus kekerasan seksual dapat menghubungi LBH APIK Jakarta (+62 813-8882-2669)
Average Rating