Belum Tuntas Prahara Rektorat

Belum Tuntas Prahara Rektorat

Read Time:4 Minute, 51 Second

 

Belum Tuntas Prahara Rektorat


Pemecatan Warek oleh Rektor pada tahun lalu, dinilai maladministrasi. Hasil putusan MA pun mempertegas maladministrasi itu. Sementara pihak Rektorat belum mengeksekusi sejak hasil putusan keluar.


Tak lekang oleh ingatan. Proses hukum pengadilan pemecatan bekas Wakil Rektor (Warek) Kemahasiswaan, Masri Mansoer serta Warek Kerja Sama dan Kelembagaan, Andi Faisal Bakti sudah bergulir selama setahun—tepatnya semenjak 2021. 

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan lima poin hasil keputusan. Tiga poin di antaranya menjadi sorotan penting. Pertama, menyatakan tidak sah Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Jakarta Nomor 167 dan 168 Tahun 2021 Tentang Pemberhentian Hormat Warek Kemahasiswaan serta Kerja Sama dan Kelembagaan. Kedua, mewajibkan tergugat mencabut SK Rektor tersebut. Ketiga, tergugat wajib memulihkan kedudukan dan nama baik Masri dan Andi seperti sediakala.  

MA juga memberikan banyak pertimbangan. Salah satunya menolak permohonan kasasi dari tergugat—Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Amany Burhanuddin Umar Lubis. Hal ini tertuang dalam Putusan Nomor 201 dan 213 K/TUN/2022. Masing-masing terbit pada 12 April 2022 dan 30 Juni 2022.

Kuasa Hukum Warek, Mujahid A. Latief menuturkan mulanya, perdebatan terjadi atas landasan semua pihak merasa paling benar. Namun, ketika putusan pengadilan sudah keluar, maka itu harus ditaati. Mulai dari penggugat, tergugat hingga instansi-instansi terkait. 

Perdebatan panjang dan runyam antar pihak bersangkutan di pengadilan sudah berlalu. Putusan MA tersebut, imbuh Mujahid, memperkuat pelbagai putusan yang sebelumnya sudah dikeluarkan oleh pihak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pertama, putusan PTUN Serang Nomor 31/G/2021/PTUN/.SRG dan 32/G/2021/PTUN.SRG yang terbit pada 21 September 2021. Kedua, PTUN Jakarta Nomor 252/B/2021/PTUN.JKT dan  253/B/2021/PTUN.JKT pada 2 Desember 2021.

Mujahid mengungkapkan  sudah  mendapat salinan resmi dari putusan MA itu. Salinan putusan tersebut bakal menjadi dasar pihak tim kuasa hukum kedua Warek mengajukan permohonan eksekusi. 

Sebelum mengajukan eksekusi ke pengadilan, tim kuasa hukum kedua Warek harus menunggu sampai 11 Juli 2022, untuk mendapat surat keterangan putusan telah berkekuatan hukum tetap dari PTUN Serang.

Akan tetapi, jika surat keterangan putusan telah berkekuatan hukum tetap sudah ada, Mujahid tidak akan langsung ke pihak pengadilan untuk melakukan eksekusi. Dirinya akan mengajukan kepada Rektor terlebih dahulu untuk melakukan eksekusi secara sukarela. “Pengajuan surat kepada Rektor merupakan reminder,”ujar Mujahid, Kamis (16/6).

Mujahid mengatakan sedari keputusan MA sudah keluar, seharusnya Amany dengan sukarela mengembalikan posisi Masri dan Andi tanpa menunggu surat eksekusi terbit. Dalam proses pengadilan tidak akan ditemukan hambatan jika, kedua belah pihak sama-sama memiliki komitmen. 

Paling tidak, imbuh Mujahid, Amany melaksanakan dua poin putusan. Pertama, mencabut objek sengketa Surat Keputusan (SK) Rektor terkait pemecatan Masri dan Andi secara hormat dari kursi Warek. Kedua, merehabilitasi nama baik dan memulihkan kembali kedua Warek tersebut.

Jika Rektor tidak menaati hasil keputusan yang telah dikeluarkan MA, maka Mujahid bakal melakukan langkah hukum selanjutnya: bersurat ke PTUN Serang. Melayangkan surat bermaksud agar putusan dapat dieksekusi. “Kami akan berusaha mengembalikan posisi klien kami.” ucap Mujahid.

Pihak tergugat, tutur Mujahid, mungkin saja berupaya melakukan hukum luar biasa: Peninjauan Kembali (PK). Kasasi merupakan upaya hukum biasa pada tingkat akhir di MA. Kendati demikian, UU MA Pasal 66 ayat (2) menjelaskan bila putusan kasasi berkekuatan hukum tetap. Bahkan tetap bisa dieksekusi biarpun pihak melakukan PK. “Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan,” tegas Mujahid.

Sementara Masri, masih menunggu tindak lanjut Amany untuk memulihkan kedudukan dan nama baik dirinya dan rekannya, Andi. Kendati jajaran Rektorat akan regenerasi pada awal tahun 2023.

Masri menilai, jika Rektor tidak mengikuti hasil putusan tersebut, maka seolah menampilkan  penabrakan hukum kepada civitas academica bahkan publik.  Indonesia sebagai negara hukum, bakal terlihat pupus harapan jika berbicara soal penegakan hukum yang tidak dijalankan. “Kalau sudah seperti ini kepada siapa kita akan berharap hukum (bisa) tegak di republik ini.” tutur Masri, Minggu (5/6).

Institut berupaya menghubungi pihak Rektor melalui surat permohonan wawancara ke bagian Persuratan Rektorat dan pesan WhatsApp sejak Kamis, 9 Juni 2022 lalu. Namun, sampai berita ini ditulis, pihak Rektor tak kunjung merespons terkait perkara pemecatan Andi dan Masri.

Perjalanan Panjang

Amany  menilai Masri dan Andi tidak bisa diajak bekerja sama dalam hal tugas kedinasan. Atas dasar itu, pada 18 Februari 2021, Amany memecat mereka lewat Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 167 dan 168 Tahun 2021.

Melihat SK tersebut, Masri dan Andi tak tinggal diam. Pada bulan April 2022, mereka membawa kasus pemecatan ini ke meja hijau. Bagi Masri dan Andi, pemecatan mereka tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta UIN Jakarta.

Selain itu, pemecatan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) pengganti PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Maka, Masri menegaskan pemecatan Warek batal atau tidak sah. “Karena itu tentu SK pemberhentian kami batal demi hukum.” ucap Masri, Minggu (5/6).

April 2021 lalu, Masri dan Andi mengajukan gugatan ke PTUN Serang. Dari pengajuan tersebut, gugatan mereka dikabulkan. Tak puas dengan hasil gugatan, pihak Rektor melakukan upaya hukum banding ke PTUN Jakarta. 

Hukum banding yang dilakukan pihak Rektor hasilnya gugur. Hasil dari PTUN Jakarta memperkuat hasil putusan PTUN Serang. Pihak Rektor yang kembali tak puas, segera melakukan upaya hukum kasasi ke MA. 

Masri dan Andi juga sudah mengajukan permasalahan ini kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Pada 2 Agustus 2021 lalu, ORI menyampaikan Amany terbukti melakukan maladministrasi terhadap pemecatan kedua Warek. Hasil ini berdasarkan dari Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Nomor 0313/LM/III/2021/JKT. 

Selanjutnya, disusul surat perintah ORI pada 8 Agustus 2021, berupa laporan pelaksanaan LAHP dalam kurun waktu 30 hari kepada pihak terlapor—Amany, Menteri Agama dan Inspektur Jenderal Kementerian Agama. “(saat ini) Belum ada yang memberikan jawaban (dari pihak terlapor) atas surat yang dilayangkan.” ucap Jamil, Kamis (12/8/2021).

Reporter: Alfiarum Cahyani, Febria Adha Larasati 

Editor: Syifa Nur Layla

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Kondisi Warga Cibunian Pascabencana Previous post Kondisi Warga Cibunian Pascabencana
Menerka Imbas PTN-BH Next post Menerka Imbas PTN-BH