Siang itu, ribuan buruh nampak berduyun-duyun memadati Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan membawa sejumlah tuntutan, Rabu (10/8). Aksi tersebut diinisiasi oleh Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dengan mengerahkan ribuan buruh. Massa aksi dari berbagai daerah mulai berdatangan ke Jalan Gatot Subroto pada pukul 11.00 WIB. Sebelumnya, akses jalan menuju Gedung DPR/MPR RI sempat ditutup oleh aparat yang bertugas.
Berdasarkan pernyataan sikap yang beredar, latar belakang aksi tersebut sebab buruh merasa tidak dilibatkan dalam revisi Rancangan Kitab Undang-undang Pidana (RKUHP). Tak hanya itu, para buruh juga menilai Omnibus Law Cipta Kerja bahkan tak mampu menyelamatkan rakyat dari jurang duka nestapa.
Menurut keterangan Komandan Barisan Pelopor (Bapor) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Karawang Heri, ada lima tuntutan yang dibawa massa aksi, di antaranya cabut Omnibus Law, cabut Undang-undang (UU) pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), batalkan revisi RKUHP, serta stabilkan harga kebutuhan pokok.
“Kita ingin cabut UU Omnibus Law hari ini,” kata Heri, Rabu (10/8).
Heri lanjut mengatakan, kehadiran Omnibus Law sangat menyengsarakan rakyat, pemutusan hubungan kerja secara semena-mena menjadi salah satu dampak buruknya. Padahal, kata Heri, sebelum ada Omnibus Law kinerja buruh sudah baik.
Sebelumnya, kata dia, buruh sempat menuntut UU yang sedang direvisi selama dua tahun ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, di sela-sela revisi tersebut, pemerintah justru mengeluarkan UU Nomor 12 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
“Seolah-olah dengan adanya Omnibus Law buruh sejahtera, padahal kita dibohongi pemerintah,” ucap Heri, Rabu (10/8).
Tak hanya itu, menurut Koordinator Lapangan Komite Nasional Pembaruan Agraria dan Konfederasi (KASBI) Nugraha, sejak disahkan pada 2020 lalu, Omnibus Law banyak menuai dampak buruk bagi rakyat. Ia menjelaskan, nihilnya kenaikan upah bagi pekerja menjadi salah satu dampaknya. Dampak lain yang dirasakan, lanjutnya, seperti harga bahan pokok yang terus melambung tinggi serta tidak adanya kepastian kerja bagi kaum buruh.
“Segera cabut Omnibus Law dan batalkan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP),” ujar Nugraha, Rabu (10/8).
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Haya Nadhira
Average Rating