Judul Film: Atas Nama Daun
Sutradara: Mahatma Putra
Narator: Tio Pakusadewo
Genre: Dokumenter
Rilis: 24 Maret 2022
Durasi: 1 jam 10 menit 15 detik
Atas Nama Daun adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang kriminalisasi pengguna ganja di Indonesia. Film ini disutradarai oleh Mahatma Putra dan Resmi dirilis dan tayang perdana pada tanggal 24 Maret 2022.
Terdapat 5 bagian cerita dalam film ini, diantaranya: Atas Nama Riset, Atas Nama Daun, Atas Nama Hukum, Atas Nama Cinta dan Atas Nama Hak Asasi. Setiap bagian menghadirkan narasumber dengan perspektif yang berbeda. Tentunya bercerita tentang kisah mereka yang berinteraksi langsung dengan ganja.
Pada bagian pertama: Atas Nama Riset bercerita tentang awal mula film dokumenter ini dibuat. Berawal dari penelitian Aristo Pangaribuan yang menulis sebuah karya ilmiah mengenai kriminalisasi ganja di Indonesia. Karya ilmiah yang berjudul Causes and Consequences of The War on Marijuana in Indonesia ini membandingkan kondisi legalisasi ganja di Amerika Serikat dan Indonesia.
Aristo tertarik dengan materi criminalization of vice yang berarti tindakan kriminal atau kejahatan yang tidak universal tergantung dengan budaya di suatu tempat. Amerika Serikat melonggarkan perizinan ganja bahkan berbentuk perusahaan terbuka (Tbk) yang masuk ke pasar saham. Sedangkan penggunaan ganja di Indonesia merupakan sebuah tindakan ilegal dimana orang yang menggunakannya seolah-olah menjadi orang yang sangat jahat.
Selanjutnya, bagian Atas Nama Daun menceritakan kisah seorang seniman visual bernama Angki Purbandono yang ditangkap karena kepemilikan ganja. Sebagai seorang seniman ia merasa jika ganja membuatnya mendapat kenyamanan saat mencari ide konsep. Ia tidak merasa dirinya melakukan tindakan kriminal karena hanya memakai ganja untuk dirinya sendiri.
Angki menciptakan karya Prison Art Program ketika ia dipenjara tanpa pengaruh ganja. Masa tahanannya seharusnya berakhir selama 6 bulan, namun ia memutuskan untuk tetap tinggal hingga satu tahun demi menyelesaikan karyanya. Salah satu bentuk protesnya terhadap kriminalisasi ganja adalah dengan karya Atas Nama Daun.
Kemudian, pada bagian ketiga yang diberi tema Atas Nama Hukum yang berisi dialog tentang tindakan pidana terhadap pengguna ganja. Menurut Kombes Sulistiandriatmoko terdapat pasal yang perlu diubah, yaitu pasal 112 UU Narkotika. Pasal tersebut merupakan sumber kriminalisasi terhadap penggunaan ganja. Akibatnya, lapas yang ada di Indonesia melebihi kapasitas karena UU Narkotika. Menurutnya, pasal 112 tidak bisa diartikan secara harfiah.
Beralih pada bagian keempat: Atas Nama Cinta bercerita tentang kasih sayang seorang suami bernama Fidelis yang memperjuangkan hidup istrinya. Istri Fidelis merupakan seorang penyintas Syringomyelia yang membutuhkan kandungan cannabinoid yang terkandung dalam ganja. Ia membaca banyak literatur dan melakukan eksperimen medis yang ternyata berhasil membuat istrinya pulih.
Fidelis meminta dispensasi kepada BNN untuk menanam ganja yang hendak dibuat ekstrak sebagai obat untuk istrinya. Alih-alih mendapat dispensasi ia malah ditahan oleh BNN. Akibatnya, kondisi kesehatan istrinya menurun drastis tanpa ganja. Tak lama, Fidelis kehilangan istri tercinta untuk selamanya.
Kisah kelima datang dari orang tua yang bercerita bagaimana kerasnya memperjuangkan anak yang mengidap Cerebral Palsy. Pengobatan alternatif dengan kandungan yang ada pada ganja yang dianggap paling baik tidak bisa dilakukan di Indonesia. Lagi-lagi perihal legalisasi ganja sebagai obat medis. Bagian terakhir ini diberi tema Atas Nama Hak Asasi.
Film ini menghadirkan persoalan yang menuai kontroversi namun dilandasi dengan fakta dan riset. Sutradara sangat berani karena membuka pengetahuan perihal ganja yang ternyata dapat digunakan sebagai obat medis. Kontroversi di balik peraturan penggunaan ganja yang ketat menyadarkan penonton melalui film ini.
Pemerintah seharusnya tidak hanya memperhatikan proses hukum tetapi juga alasan dibalik penggunaan ganja. Sesuatu yang terlihat buruk tidak selalu buruk jika alasan, aturan, dosis dan takarannya dikontrol di bawah pengawasan lembaga yang kompeten. Ganja bisa jadi alternatif namun bukan pilihan utama karena terdapat aspek lain yang harus dipertimbangkan.
Reporter: Nurul Sayyidah Hapidoh
Editor: Hany Fatihah Ahmad
Average Rating