RUU PPRT Belum Disahkan, Nasib PRT Terabaikan

RUU PPRT Belum Disahkan, Nasib PRT Terabaikan

Read Time:5 Minute, 42 Second
RUU PPRT Belum Disahkan, Nasib PRT Terabaikan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) hingga saat ini tak kunjung disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masih mogok di meja DPR. Selama 20 tahun RUU PPRT ini hanya menjadi tumpukan berkas tanpa kejelasan. Hal tersebut menyebabkan Pekerja Rumah Tangga (PRT) sulit mendapatkan keadilan karena ketiadaan payung hukum yang jelas.

Dikutip dari situs web Komnas Perempuan, pada 2023 jumlah PRT sebanyak lima juta jiwa dan mayoritasnya adalah perempuan. Namun hingga kini, mereka belum mendapatkan pengakuan baik sebagai pekerja sehingga tidak dapat menikmati hak-hak dan memperoleh perlindungan. 

Sedangkan kondisi faktual selama ini menunjukkan bahwa PRT baik yang berada di dalam negeri maupun yang berstatus sebagai pekerja migran masih rentan terhadap kekerasan. Selain kekerasan, mereka juga rentan mengalami pelecehan, penganiayaan, bahkan perbudakan serta pelanggaran hak asasi dan pelanggaran hak perlindungan sebagai pekerja.

Pada Kamis (11/01) Institut melakukan wawancara khusus dengan Staf Pengorganisasian dan Monitoring Evaluasi Jaringan Advokasi Nasional (Jala) Pekerja Rumah Tangga (PRT), Ari Ujianto terkait kejelasan RUU PPRT. Ari juga sebagai Penggiat Advokasi Sosial serta anggota dari Urban Poor Consortium (UPC).

Bagaimana kejelasan DPR RI terkait pengesahan RUU PRT??

Hingga saat ini tidak ada kejelasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Pimpinan DPR. Sejak 2020 Badan Legislasi (Baleg) dari tujuh fraksi juga sudah setuju dan mendukung. Akan tetapi masih tak kunjung disahkan padahal seharusnya sudah selesai. Selain itu, tiga tahun dibiarkan kemudian menjadi RUU inisiatif. Setelah menjadi RUU inisiatif juga masih mandek hingga sekarang

Pemerintah dan Presiden sudah memberi masukan dan dan memerintahkan untuk segera disahkan tetapi masih belum ditanggapi oleh Pimpinan DPR. Apalagi saat ini sedang terhalangi dengan berita kampanye politik Pemilihan Presiden (Pilpres).

Jika RUU PPRT disahkan akan menambah poin bagi DPR karena 2023 sedikit sekali RUU yang disahkan oleh DPR. Setiap hari kami melakukan demo di depan Gedung DPR agar publik tahu dan tidak lupa ada yang belum diselesaikan yakni RUU PPRT.

Seberapa urgensi pengesahan RUU PPRT?

Sangat perlu, istilahnya puncak dari gunung es, di bawahnya masih banyak sekali bongkahannya. Tindak diskriminasi dan kekerasan terhadap PRT terus berulang dan bermacam-macam. Setiap tahun ada ribuan PRT yang mengadu kepada Jala PRT dan hanya sedikit yang terdata. Susah sekali mereka melapor karena pekerjaan yang tertutup dan kami tidak tahu kondisinya.

Aduannya seperti kekerasan verbal, fisik hingga seksual, kemudian kelayakan gaji, pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon kerap mereka dapatkan. Dalam hal ini PRT tidak mendapatkan perlindungan UU, maka RUU PPRT ini harus segera disahkan.

Jala PRT hanya menerima laporan dari masing-masing regional yang terdapat di dalamnya. Saat ini Jala PRT hanya mengawasi tujuh kota. Minim sekali yang kami terima dan hanya sedikit PRT dalam pengawasan, kami tidak tahu pada kota-kota yang lain seluruh Indonesia.

Sejauh mana upaya dari Jala PRT untuk mendesak pengesahan RUU PPRT ?

Sudah 20 tahun ketika draf RUU itu diserahkan kepada DPR hingga saat ini. Kemudian untuk sekarang adalah periode yang paling maju karena sudah menjadi RUU inisiatif DPR. Beberapa lembaga pemerintah yang sudah sepakat di antaranya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa).

Jala PRT banyak melakukan kampanye seperti aksi raboan yang lumayan besar, kemudian aksi mogok makan setiap hari di depan Gedung DPR RI. Termasuk juga desakan kami berdampak pada keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memerintahkan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT tersebut. Terakhir, Jala PRT meminta dukungan ke berbagai kampus, Organisasi Masyarakat (Ormas) agama, Wakil Presiden, Staf Presiden, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Pers serta media massa.

Saat ini setiap hari aksi mogok makan masih dilakukan dengan tagar #SahkanRUUPPRT. Pendemo tersebut merupakan pengurus, anggota bahkan korban dari ketidakadilan atas nihilnya payung hukum bagi PRT.

Himbauan seperti apa yang dilakukan Jala PRT untuk para pekerja rumah tangga?

Jala PRT tidak pernah putus asa untuk memperjuangkan hak yang seharusnya didapat masyarakat untuk memperoleh keadilan. Sejauh ini hanya tinggal selangkah lagi untuk segera disahkan oleh DPR. Kami khawatir, jika periode ini tidak disahkan maka usaha kami sia sia dan akan kembali ke awal yaitu dari nol lagi. Kemudian belum tentu juga anggota legislatif selanjutnya setuju terhadap RUU PPRT seperti periode sebelumnya.

Jala PRT selalu memberikan semangat pantang menyerah kepada PRT, meskipun saat ini payung hukumnya belum disahkan. Kami meminta para PRT untuk bernegosiasi kepada majikan dahulu ketika ingin bekerja. Seperti kontrak tertulis antara kedua belah pihak, mendapatkan hak yang seharusnya termasuk gaji yang layak, jaminan sosial dan lainnya.

Jala PRT menghimbau dan memperjuangkan dari segi atas hingga bawah. Perjuangan dari atas berarti tuntutan UU yang sedang kami diperjuangkan. Sedangkan dari bawah berarti usaha kami dalam meminta teman PRT bernegosiasi dengan majikan masing-masing. 

Secara fakta PRT bisa diartikan sebagai sebuah profesi atau pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan PRT memenuhi unsur-unsur pekerja yaitu ada perintah dan upah dari pekerjaan. Dalam sebuah pekerjaan melekat hak-hak sebagai pekerja dan harus dipenuhi, banyak sekali teman PRT ini tidak mendapatkan hak-haknya. Bahkan hak sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) pun masih ada yang tidak mendapatkan seperti larangan organisasi, ibadah, dan hak privasi pribadi.

Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi tindak kekerasan tanpa adanya hukum dari RUU PPRT?

Saat ini payung hukum yang dapat digunakan sebagai tindak pidana mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Misalnya PRT mengalami kekerasan fisik maka bisa menggunakan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Jika mendapatkan kekerasan seksual dapat menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Lalu, jika PRT mengalami eksploitasi atau perdagangan manusia dapat menggunakan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Namun, sampai saat ini belum ada payung hukum terkait kekerasan ekonomi hubungan kerja antara majikan dengan PRT serta oknum badan penyalur PRT yang melakukan eksploitasi. Pemenuhan hak-hak PRT sebagai pekerja secara resmi belum tersedia dan baru termuat dalam RUU PPRT.

Dengan RUU ini ada kewajiban khususnya pemberi kerja untuk melaporkan ke aparat setempat. Selain itu, aparat setempat harus mendokumentasikan, mencatat serta mengetahui informasi identitas diri dari PRT yang berada di wilayahnya. Dengan ini akan mengurangi tindak kekerasan yang sering terjadi kepada PRT seperti sebelumnya.

Bagaimana penilaian Jala PRT terhadap hambatan disahkannya RUU PPRT?

Ada alasan dari saksi-saksi yang menolak pengesahan RUU PPRT. Mereka mungkin tidak baca bahwa RUU ini sudah berganti rancangan secara terus menerus karena persoalan DPR tidak setuju. DPR sudah melakukan studi banding ke luar negeri kemudian melakukan sosialisasi ke berbagai kota di Indonesia, sudah diskusi ke berbagai pakar-pakar. Jadi kalau beralasan kurang mendalam dalam mengkaji RUU, mereka hanya alasan saja.

Apa acuan hukum bagi PRT saat ini?

Saat ini, acuan hukum kekerasan ekonomi tidak ada payung hukumnya. Hak-hak yang melindungi sebagai pekerja belum sepenuhnya tertuang dalam hukum yang ada. Jika RUU PPRT ini belum disahkan, hak pekerja masih terkekang dan rentan mendapatkan kekerasan. 

RUU PPRT tidak hanya soal kekerasan tetapi hak-hak yang lain seperti peningkatan kapasitas pekerja, jaminan sosial dan hak serikat bagi PRT. Saat ini PRT hanya bisa menggunakan payung hukum KUHP jika memperoleh perbuatan tindak kekerasan dari majikan.

Reporter : SAA

Editor : Muhammad Naufal Waliyyuddin

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Tetap Hidup, Agar Tak Redup Previous post Tetap Hidup, Agar Tak Redup
Mencari Dalang Pembunuh Berantai Next post Mencari Dalang Pembunuh Berantai