Read Time:4 Minute, 31 Second
Sebagai lembaga publik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum menyajikan data yang diperlukan publik secara transparan. Bahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun tidak bisa leluasa mengakses data KPU.
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Fakultas Psikologi, Astuti Jovitasari salah satunya. Ia mengatakan pada beberapa kegiatan, kewenangan Bawaslu masih dibatasi oleh KPU. “Kalau kita mau ke ruangan KPU itu masih dibatasi, padahal tugas kita mengawasi kinerja mereka, entah mereka yang kurang paham atau memang ada yang disembunyikan,” jelas gadis yang sering disapa Jojo itu, Rabu (26/11).
Data KPU yang sulit diakses pun dirasakan oleh Kandidat Ketua Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) nomor 2, Muhammad Ahsan Ridhoi. Ia mengatakan sempat kesulitan untuk mendapatkan daftar hadir dan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal, saat itu dirinya hendak melakukan gugatan terkait adanya indikasi penggelembungan suara. “Saya hanya ingin minta daftar hadirnya sebagai bukti, begitu saja tidak boleh!” keluh Ahsan, Jumat (5/11).
Sehubungan dengan itu, Ketua KPU, Hilman A. Halim menjelaskan, memang tidak ingin memberikan daftar hadir pemilih ke sembarang orang. Bahkan menurutnya, meski pun ketua Bawaslu yang meminta jika alasannya tak jelas ia tak akan memberi.
Hilman menambahkan, ada beberapa data rahasia KPU yang tidak boleh diketahui oleh siapa pun termasuk Bawaslu. “Memang Bawaslu mengawasi KPU, tapi siapa yang mengawasi Bawaslu? Lagi pula di sini kedudukan kami sejajar,” katanya, Jumat (5/12).
Ditemui di tempat berbeda, Ketua Bawaslu, Cena Aprilian menjelaskan, seharusnya Bawaslu punya hak untuk memiliki data yang ada di KPU. Saat itu, ia ingin menyelidiki terkait adanya isu penggelembungan suara di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM). “Saya mau menyelidiki, tapi daftar hadir saja tidak diberi, untuk apa sih daftar hadir?” tirunya, Kamis (4/12).
Selama ini, tambah Cena, transparansi data KPU dinilai masih kurang baik. Apalagi terkait daftar hadir dan jumlah DPT. “Bukan hanya kemarin, saat dulu mau minta daftar hadir di hari pemberkasan saja sulit sekali, kami hanya diperbolehkan memotret data tersebut, itu pun dengan lobi yang lama,” papar mahasiswa Hubungan Internasional (HI) itu.
Simpangsiur Hasil Verifikasi
Tim sukses kandidat Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Agama Islam (PAI) nomor 2, Hasan Habibi mengalami kesulitan saat ingin mengetahui alasan di balik tak lolosnya kandidat yang ia dukung. “Menurut KPU, jumlah Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang dikumpulkan tak mewakili 10% dari DPT, tapi tidak diberi penjelasan lebih lanjut,” kata Habibi, Jumat (5/12).
Akhirnya, Habibi dan timnya mencari kebenaran terkait hal itu. Mereka merasa telah menggunakan data DPT yang valid dari daftar hadir mahasiswa di administrasi jurusan. Setelah ditelusuri, diketahui ada 90 mahasiswa yang sudah tidak aktif tetapi masih masuk dalam DPT Khusus.
“Awalnya KPU tidak mau tahu masalah ini, namun setelah kami telusuri dan terbukti mereka salah, akhirnya mereka mau melakukan verifikasi ulang,” ujarnya. Selain itu, ungkap Habibi, KPU tidak memberikan alasan yang jelas mengapa mahasiswa tidak aktif masih masuk dalam daftar DPT.
Tim verifikasi KPU, Ahmad Naufal mengatakan, KPU sudah mensosialisasikan jumlah DPT yang digunakan pada setiap koordinator Komisi Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS) untuk disampaikan pada semua kandidat. “Data yang kami berikan dan yang mereka pakai itu tidak sama, makanya terjadi perbedaan,” kata Naufal, Jumat (5/11).
Namun, Habibi membantah jika KPU telah melakukan sosialiasi terkait jumlah DPT. Menurutnya, ia tidak pernah menerima sosialisasi jumlah DPT yang digunakan. “Bukan jumlah DPT saja yang kami tak tahu, syarat tes baca Alquran juga kami tak tahu dan saya rasa KPU tak pernah menyampaikan informasi itu secara langsung,” paparnya.
Lain Habibi, lain lagi Waldan Mufathir, Kandidat Ketua Dema-U nomor 3 itu sempat dinyatakan tidak lolos verifikasi karena dianggap membawa 700 KTM yang sama dengan kandidat nomor 1. Padahal menurutnya, saat itu KPU belum selesai melakukan verifikasi berkas miliknya. “Menurut info yang saya dapat, keputusan KPU itu berdasar pada SMS seseorang yang ditujukan untuk ketua KPU,” kata Waldan, Jumat (5/11).
Waldan menambahkan, pihak KPU akhirnya melanjutkan verifikasi karena ia melakukan mediasi. “Menurut saya aneh, masa verifikasi belum selesai tapi sudah dinyatakan tak lolos, berarti di sana kan ada sesuatu yang disembunyikan,” papar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu.
Di sisi lain, Hilman mengatakan pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin dalam transparansi verifikasi. “Saat itu kami membuka kesempatan untuk kandidat mengajukan keberatan dan kami verifikasi ulang seobjektif mungkin,” jelas Hilman, Jumat (5/11).
Sehubungan dengan alasan tak lolosnya Waldan pada verifikasi pertama, Hilman enggan banyak bicara. “Kalau mengenai alasan saat itu kan saya tidak ada di tempat jadi saya tidak tahu pasti,” ujarnya.
Senada dengan Hilman, tim verifikasi KPU pun tidak mau banyak bicara. Saat dihubungi INSTITUT, Ahmad Naufal mengaku bukan dirinya yang melakukan verifikasi berkas Waldan, melainkan dua rekannya, Garsha Trisaputra dan Johan.
Sementara itu, Garsha dan Johan sendiri enggan dimintai keterangan. Begitu juga dengan Sekretaris KPU, Fadli Noor M. Azizi tidak mau menjawab secara tegas terkait hal itu.“Pokoknya saat itu berkas milik Waldan masih harus diselidiki karena beberapa hal yang tidak bisa saya sebutkan,” kata Fadli, Sabtu (6/11).
Menanggapi hal tersebut, Cena mengatakan dirinya pun sempat merasa janggal dengan keputusan KPU terkait tak lolosnya Waldan. “Saat itu saya dengar alasannya langsung dari ketua KPU, padahal saat verifikasi ia tidak ada karena katanya sedang sakit,” jelas Cena, Rabu (26/11).
Cena menambahkan, verifikasi dilakukan sangat tertutup oleh pihak KPU. Di ruang verifikasi hanya ada 8 orang yaitu 3 orang tim verifikasi KPU, 3 orang tim verifikasi kemahasiswaaan, dan 2 orang Bawaslu. “Ketika saya bertanya pada KPU bagaimana mekanisme verifikasinya, jawaban mereka tak jelas,” papar Cena.
Erika Hidayanti
Average Rating