Eli: Aku Berjalan Karena Iman

Read Time:3 Minute, 25 Second

Judul : The Book of Eli

Produser : Allen dan Albert Hughes


Ditemani remang cahaya perapian, Eli terpaku dalam kesunyian. Akhirnya, ia putuskan untuk membaca buku misterius yang selalu ia bungkus rapi di dalam kain putih yang telah lusuh. Klik.  kunci pengaman buku itu terbuka dan Eli mulai membaca. Seketika mulutnya berkomat-kamit seolah berdoa dan matanya sesekali dipejamkan hikmat. Tak terasa malam cepat berlalu. Pagi telah menyapa, dan pengembaraan harus dimulai kembali.

Pengembaraan Eli ditampilkan apik dalam film berjudul The Book Of Eli karya Allen dan Albert Hughes pada 2010 silam. Film yang berlatar Amerika pasca kehancuran akibat peperangan nuklir ini mengisahkan lika-liku perjalanan Eli yang penuh dengan perjuangan. Di umurnya yang telah senja, Eli berjuang mengarungi puing peradaban yang habis diporak-porandakan perang nuklir demi meletakkan buku misterius tersebut di tangan pihak yang benar.

Buku misterius itu memiliki kekuatan magis maha dahsyat bagi setiap umat yang yakin dan percaya. Dengan iman, buku itu mampu membuat seseorang melihat meskipun tak dapat melihat serta mampu mendengar apa yang sebenarnya tak terdengar. Buku itu bukan buku biasa. Itu adalah satu-satunya Alkitab yang tersisa pasca perang nukir yang telah merenggut peradaban manusia serta memusnahkan ilmu pengetahuan.

Demi Alkitab tersebut, nyawa pun tak ragu Eli pertaruhkan asalkan buku itu tetap aman di sisinya. Dalam hal ini, film The Book of Eli membuat kita memahami tentang makna iman dan percaya. Iman dan keyakinan yang mampu membuat seseorang mempercayai sesuatu yang sesungguhya tidak mampu dimengerti oleh akal dan nalar manusia.

Eli merupakan salah satu yang selamat dalam peristiwa yang menyerupai kiamat itu. Sewaktu serangan nuklir, Eli sempat tidak sadarkan diri. Namun setelah ia terbangun, ia mendengar sebuah suara yang menuntunnya menemukan satu-satunya Alkitab yang tersisa itu. Suara yang menuntunnya sangat jelas. “West” katanya. Tempat yang aman untuk Alkitab itu ada di sebelah barat.

Kejadian itu memang tidak logis. Namun Eli tetap percaya. Ia terus  menyusuri dunia yang sudah menjadi layaknya rimba hanya untuk menuju ke barat. Sisi sebelah barat yang ia tidak pernah ketahui bagaimana bentuk dan rupanya lantaran ia tidak dapat melihat. Namun karena iman, kekurangan yang ada di dirinya pun bukan hambatan untuk meneruskan perjuangan menyelamatkan kitab yang mampu mencerahkan saudara seimannya.

Hampir setiap hari selama tiga puluh tahun Eli selalu membaca Alkitab tersebut. Eli memang bukan manusia yang sempurna. Ia tidak dapat melihat. Namun itu tidak pernah dijadikan alasan untuk tidak membaca. Tangannya yang sudah mulai keriput termakan usia itu tetap lincah meraba setiap huruf-huruf braille yang ada di dalam kitab itu. Ia membacanya lalu meresapi di dalam hati.

Dengan iman, seseorang seolah tidak memerlukan mata untuk tetap berjalan lurus dan juga tidak memerlukan mata untuk melihat berbagai kedzaliman yang mengintai. The Book of Eli menyuguhkannya kesan itu dengan baik.  Meski tidak dapat melihat Eli tetap terlihat seperti manusia lainnya. Ia percaya Tuhan akan menuntun dan melindunginya.

Kitab akan menjadi pedoman manusia bila digunakan oleh tangan yang tepat. Sebaliknya, kitab juga dapat menjadi alat penindasan bila berada di orang-orang yang ridak baik. Namun, bila kita percaya, seburuk apapun niat seseorang untuk mempergunakan kitab untuk mencapai kekuasaan, Tuhan telah menjadikan kitab untuk dapat membela dirinya sendiri.

Dalam The Book of Eli, perjalanan Eli meletakkan Alkitab itu di tangan yang tepat sungguh bukanlah hal yang mudah. Dalam perjalanannya, terdapat sejumlah pihaknya yang memiliki kepentingan dengan Alkitab yang dibawanya. Salah satunya, seorang penguasa bernama Carnegie ingin merebut buku tersebut dari tangan Eli. Carnegie berambisi ingin menguasai dunia dengan menggunakan dalil-dalil yang terdapat di dalam Alkitab tersebut.

Dengan pertarungan yang panjang, akhirnya Carnegie mungkin dapat merebut kitab itu dari tangan Eli. Namun akhirnya kitab itu dapat melindungi dirinya sendiri. Huruf-huruf braile yang menghiasi lembar demi lembar Alkitab membuatnya Carnegie tidak dapat membacanya. Tidak ada seorang pun yang mampu membacanya. Akhirnya, kitab itu pun tetap terjaga.

Di dalam setiap bagian film ini, peran apik Denzel Washington yang memerankan Eli mampu membawa penonton hanyut dalam tokoh Eli sebagai seseorang yang tangguh, tak terkalahkan, memiliki iman yang kuat namun sulit ditebak. Dalam beberapa scene, sang tokoh menyiratkan pesan-pesan kehidupan tentang bagaimana hubungan manusia dengan agamanya dan juga manusia lainnya.
Lihat review-nya disini:

(Adea Fitriana)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pentas Tunggal Postar Suguhkan Perpaduan Budaya
Next post Genosida di Negara Rwanda