Le Promeneur d’Oiseau: Gadget Tumbuhkan Hedonisme

Read Time:2 Minute, 49 Second
Judul               : Le Promeneur d’Oiseau
Sutradara        :  Philippe Muyl
Durasi              : 108 menit
Genre              : Drama

“Sekali sangkarnya terbuka ia akan terbang tinggi dan melihat-lihat. Lalu ia akan kembali karena ia mencintaimu. Saat aku meninggalkan rumah aku seperti burung itu, kakek biarkan aku terbang sedikit lebih lama,” kalimat tersebut diucapkan oleh Renxing, yang diperankan oleh Xin Yi Yang, anak kecil yang merasakan modernisme perkotaan. Kemodernannya terpampang dari barang-barang keluaran terbaru yang ia miliki.

Renxing terlahir sebagai anak dari kalangan menengah ke atas. Ayahnya adalah seorang arsitek terkenal di China dan ibunya adalah seorang pebisnis sukses. Renxing sendiri adalah seorang anak berumur enam tahun yang juga memilki kegiatan padat. Selain sekolah, gadis cilik itu juga mengikuti les balet.

Kedua orang tua Renxing sibuk bekerja di luar rumah, akibatnya ia menghabiskan waktu dengan bermain gadget. Bersamaan dengan liburan sekolahnya, orang tua Renxing bertugas ke luar negeri. Pun dengan pengasuhnya yang harus pulang ke kampung halaman. Akibatnya, Renxing dititipkan kepada kakeknya, Zhigen yang dilakonkan oleh Li Baotian.

Saat itu kakek Renxing akan pergi ke tempat kelahirannya di Peking. Ia membawa cucunya  untuk pergi bersama. Pada awalnya, Renxing tidak mau ikut bersama kakeknya. Sambil mendengarkan musik dari gadgetnya, Renxing berteriak, “Aku tidak mau ikut kakek.”

Akibat kegilaannya dengan gadget, Renxing tumbuh menjadi anak yang apatis terhadap lingkungan, bahkan pada kakeknya sendiri. Perbedaan usia  yang sangat jauh membuat mereka terlihat kontras. Zhigen yang tua tampak serba tradisonal dan Renxing yang hidup di masa kini terlihat serba modern. Kedua hal tersebut membuat sekat besar di antaranya.

Sepanjang perjalanan menuju Peking, Renxing sangat rewel dan jahil pada Zhigen. Namun, Zhigen selalu bisa mengatasi aksi kecil Renxing dengan sabar dan penuh kasih sayang. Renxing selalu menganggap kakeknya kuno dan ketinggalan zaman. Bahkan Renxing lebih memilih bermain dengan gadgetnya dibandingkan mendengarkan kakeknya berbicara.

Di tengah perjalanan, mereka tersesat dan harus melewati hutan. Dalam perjalanan tersebut, sekat antar keduanya sedikit demi sedikit memudar. Mereka menjadi lebih dekat dan mengenal satu sama lain lebih jauh. Renxing juga menemukan nilai-nilai kehidupan lain yang berbeda dan mulai menikmati dunia barunya bersama sang kakek.

Film yang berdurasi 108 menit ini berlatarkan di China. Suasana kota Beijing yang padat dan dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit terlihat sangat berbeda dengan pedalaman China yang tradisional. Sangat hijau dan damai. Film ini berhasil menggambarkan kontras suasana perkotaaan dan pedesaan dengan sangat baik.

Film dengan judul Le Promeneur d’Oiseau ini menggambarkan bagaimana kemajuan China yang pesat telah mengikis dan menyisihkan budaya tradisional China. Tetapi di sisi lain, dalam film ini juga masih mengangkat salah satu budaya khas China yang disampaikan secara tersirat, di mana seorang menantu harus patuh dan menghargai mertuanya. Hal tersebut tercermin dari perilaku Quan Ying, Ibu Renxing kepada Zhigen.

Le Promeneur d’Oiseau adalah sebuah drama dengan dialog sederhana, namun mengaduk-ngaduk emosi penonton dengan baik. Film ini sangat menunjukkan kasih sayang seorang kakek, ayah, suami, anak, dan cucu dengan kemasan yang rapi sehingga memperlihatkan arti penting sebuah keluarga. Bukan hanya itu, cerita ini juga mengajarkan bagaimana kita harus menghargai dan melihat dunia yang lebih luas dan tidak terjebak dalam dunia modern serta hedonisme.
Lihat review-nya disini:
 

 Erika Hidayanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Jatuh Bangun Stabilitas Ekonomi Indonesia di Mata Ekonom Belanda
Next post SabangMerauke Kenalkan Keindonesiaan pada Anak Bangsa