Read Time:2 Minute, 27 Second
Agama pernah diprediksi akan hilang, karena arus industri, modernisasi, sekularisme, namun, ternyata agama semakin menunjukkan keberadaannya. Dunia fashion, acara tv, musik, film, kontes kecantikan, bahkan perbankan menggunakan simbol-simbol agama. Fenomena tersebut terjadi karena adanya komodifikasi terhadap agama. Komodifikasi agama artinya menggunakan simbol-simbol agama sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan untuk mendapat keuntungan.
Salah satu agen komodifikasi agama, menurut Dicky Sofjan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah ustaz seleb, para ustaz dan ustazah yang memberikan dakwah di acara tv. “Dakwah mereka saya sebut dakwahtainment,” ujar Dicky dalam seminar yang bertajuk Religion and Pop Culture, Komodifikasi Agama Dalam Budaya Pop Indonesia di Teater Fakultas Ushuluddin, Senin (21/4).
Dicky mengatakan, ciri dari dakwahteinment adalah para ustaz dan ustaz selalu didampingi oleh pelawak atau model cantik, seperti Mamah Dedeh yang didampingi pelawak Abdel atau Quraish Shihab yang didampingi aktris Inneke Koesherawati. Menurutnya, produser tidak suka bila acara ceramah terlalu serius, makannya harus ada humor dari pelawak untuk menarik penonton.
“Jika umat Islam Indonesia mau pintar, jangan mengandalkan ilmu dari dakwateinment,” kata Dicky. Ia menjelaskan, para ustaz seleb tidak pernah berbicara persoalan sosial, ekonomi, kemiskinan, karena mereka menganggap bodoh para penontonnya untuk memberi ceramah yang efektif, akibatnya materi ceramah berkualitas rendah.
Dicky juga mengkritik para ustaz seleb yang menjadi bintang iklan. Di satu sisi, mereka berdakwah, sisi lainnya mereka menjual komoditi. “Penceramah tidak seharusnya menggunakan nama mereka sebagai barang dagangan,” jelasnya.
Sementara itu, komodifikasi agama juga terjadi pada pelayanan haji dan umroh. Dadi Darmadi dari Fakultas Ushuluddin mengatakan, bentuk komodifikasi agama yaitu dalam pelayanan ONH Plus yang diberikan kepada para jamaah haji. Lalu, adanya birokratisasi haji yang semakin memperketat kuota para jemaah, membuat tren umroh melejit.
Dadi menjelaskan, bagi masyarakat kelas menengah yang tidak mempunyai cukup biaya untuk berhaji dan tidak sabar menunggu antrean haji, jalan alternatifnya adalah dengan pergi umroh. Merebaknya biro perjalanan haji dan umroh juga menjadi alasan lain ibadah umroh semakin terkenal.
Untuk menjaring konsumen, ujar Dadi, iklan travel haji dan umroh berlomba-lomba memasang artis yang terkenal saleh sebagai daya tarik. “Cara lainnya adalah membuat acara ‘umroh bareng artis’,” katanya, Senin (21/4). Fenomena umroh lainnya adalah banyaknya artis yang melaksanakan pernikahan sambil umroh, bulan madu, dan meminta jodoh.
Dadi juga menjelaskan, sekarang berkembang yang namanya wisata religi, biro perjalanan memberikan paket perjalanan umroh+cordova+mesir kepada para kosumen. Lalu, Ia menuturkan, banyak mahasiswa lulusan Timur Tengah yang bekerja sebagai pembimbing haji dan umroh dan mendirikan biro perjalanan. “Mereka bukan menjadi dosen atau guru di madrasah,” katanya.
Dadi mengatakan, fenomena umroh juga dimanfaatkan pemerintah untuk memberikan insentif, contohnya, pada 2014 ini, Bupati Bone menjanjikan umroh gratis untuk petugas kebersihan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kerja para petugas kebersihan dan daerah tersebut mendapatkan piala adipura. “Kini, Mekkah sudah menjadi populer destination seperti halnya Las Vegas,” ujarnya.
Dalam seminar ini juga dibahas contoh komodifikasi agama lainnya, seperti tren penerbitan mushaf yang dipresentasikan oleh Eva Nugraha dari Fakultas Ushuluddin dan fenomena komik Islam oleh Edwin Wieringa dari Universitas Koein Jerman. (Anastasia Tovita)
Average Rating