Merekonstruksi Intelektualisme Mahasiswa Di Tengah Gejolak Apatisme

Read Time:2 Minute, 56 Second
Sumber: 1.bp.blogspot.com

Oleh: Mohamad Syauqi Hadzami*

Kita ketahui bersama bahwa mahasiswa  memiliki sederet titel sosial mulai dari agent of change, agent of social control dsb. Bahkan, menurut sebagian besar masyarakat menyebut mahasiswa adalah orang yang serba bisa, serba tahu yang dianggap mampu menyelesaikan segala persoalan dengan memanfaatkan pisau analisisnya. Namun, apakah yang terjadi saat ini? Keadaan mahasiswa di mata masyarakat justru berbeda dari apa yang diharapkan. Mahasiswa tidak lagi merakyat dan menyatu dengan rakyat. Justru mahasiswa membuat sekat dengan merasa lebih elit dengan segudang citranya yang berjuluk intelektual muda.

Melihat kondisi saat ini, mahasiswa lupa akan tugas beratnya serta kodratnya sebagai penuntut ilmu dan penyebar ilmu, meneliti dan inovasi serta mengabdi kepada masyarakat (tri dharma perguruan tinggi). Menurunnya peserta yang memilih jalan untuk aksi turun ke jalan dan sedikitnya mahasiwa yang mengikuti kajian serta diskusi tentang masalah bangsa dan rakyat merupakan salah satu indikator bahwasanya banyak sekali mahasiswa yang ragu dan bahkan terkesan tidak mau untuk berpanas-panasan di jalan. Padahal mahasiswa merupakan bagian dari elemen rakyat yang posisinya sangat central yang bertugas sebagai “agen” pengingat keadaan bangsa yang sebenarnya karena kemampuannya dalam membaca situasi dan kondisi, sehingga dapat membuat opini rakyat menjadi satu untuk bersama bergerak menuju perubahan dengan cerdas dan optimis.

Melemahnya pergerakan mahasiswa ini pun banyak dilatarbelakangi oleh melemahnya budaya membaca, menulis dan berdiskusi di kalangan mahasiswa yang pada akhirnya membuat kritisme pemikiran terhadap keadaan sekelilingnya pun turut melemah. Ya, lagi-lagi dengan kebudayaan mahasiswa yang dibuatnya sendiri. Perpustakaan yang kian sepi, ruangan-ruangan yang penuh dengan diskusi yang bernuansa keilmuan mulai menghilang. Paradigma yang berkembang sekarang ini di antara para mahasiswa adalah kuliah dan belajar dan lulus 4 tahun lalu mendapatkan pekerjaan dan hidup tenang dengan predikat IPK tinggi. Mahasiswa saat ini bisa dibilang lebih memikirkan dirinya dan persiapan masa depannya, bukan memikirkan persiapan masa depan bangsa dan negaranya. Wajar, kalau saat ini sesama warga (rakyat) saling sikut-menyikut di jalan, budaya ramah yang kian menghilang, individualistis yang berujung pada sikap apatisme karena semuanya ingin maju dan aman sendiri-sendiri. Ada salah satu Kutipan kata-kata dari Buya Hamka,“Kalau hidup sekadar hidup babi hutan pun hidup, kalau bekerja sekadar bekerja, kerapun bekerja”. Kata-kata tersebut mengingatkan kepada kita bahwa harus ada perbedaan yang mendasar antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Ya, rasa kepedulian dan saling menghargai serta nilai kebaikan lainnya itu berangkat dari pemikiran (berfikir) dan panggilan hati (intuisi) yang harus dimiliki dalam diri manusia (Saat ini kita berbicara mahasiswa).

Berangkat dari semua persoalan dan keadaan yang terjadi, perlu adanya sesuatu yang harus dilakukan untuk berubah. Tentu saja, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa sinergisitas dan kesamaan tujuan dari semua stake holder yang ada di dalam kampus.  Tekad dan niat yang tulus untuk mengubah masalah menjadi peluang perubahan harus dioptimalkan. SDM di kampus yang begitu banyak perlu diakomodir dan menyaalurkan aspirasinya sesuai bidang masing-masing dalam pencapaian sebuah tujuan bersama.

Sekarang, tugas kita bersama adalah bagaimana rasa kekeluargaan dan saling peduli untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa bisa timbul kembali. Sehingga mahasiswa dalam pergerakannya membawa nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan, niat, tekad yang tulus, inisiatif, empati, cerdas dan optimis. Menghidupkan kembali insan-insan akademis, persatuan, kebudayaan dan identitas bangsa yang ramah, peduli, gotong-royong sesuai dengan falsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-hadist. Maka, akan terbentuk suatu kelompok mahasiswa yang sadar akan masalah dan menginginkan sebuah keadaan yang lebih baik, yang nantinya tercipta gerakan massif dikalangan mahasiswa yang berdedikasi dan menginspirasi.

*Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sedjarah dan Keboedajaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Tantangan Baru Media di Era Digital
Next post Kenalkan Kampus Lewat Education Expo