Darurat Industri Tambang

Read Time:2 Minute, 5 Second




Oleh: Aci Sutanti*

Menyoal industri tambang di Indonesia, bak jamur yang tumbuh liar di mana saja ia kehendaki. Sehingga, bukan perkara mudah untuk menghentikan atau bahkan menghilangkan industri tambang dari Indonesia.

Semisal, Tambang Grasberg yang berada di Papua. Tambang ini memproduksi emas dan tembaga terbesar di dunia. Walaupun tambang tersebut berada di Indonesia, namun 67,3 persen kepemilikannya dikuasai oleh PT Freeport yang berbasis di Amerika Serikat. Sehingga tak ayal jika keuntungan dari tambang tersebut bukanlah ditujukan untuk Indonesia. 

Melainkan untuk negara asing yang dengan mudahnya ‘menjajah’ negara yang katanya sudah merdeka sejak tahun 1945 ini. Tak berhenti di sana, industri pertambangan di Indonesia mulai bergerak ke barat Papua, tepatnya di Pulau Sulawesi. Berbeda dengan tambang emas dan tembaga di Papua, tambang bijih nikel mulai merajalela di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Tambang tersebut dikuasai oleh PT ANTAM (Persero) Tbk.

Lagi-lagi, hasil tambang bukanlah untuk kebutuhan masyarakat Indonesia, melainkan untuk diekspor ke luar negeri. Dan bijih nikel asal Sulawesi Tenggara tersebut, setiap tahunnya diekspor ke Australia dan China.

Dilihat dari dua kasus di atas, industri pertambangan bukannya menguntungkan Indonesia, namun sebaliknya. Tak hanya merusak lingkungan yang ada akibat pertambangan, banyak masyarakat yang juga kehilangan mata pencahariannya.

Seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Profesi warga sekitar yang kebanyakan sebagai petani dan peternak akan kehilangan lahannya. Karena seperti yang diketahui, sekitar 13 desa akan terkena dampak pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia. Sehingga hal ini menyebabkan banyak warga di sana yang beralih profesi.

Banyaknya industri tambang yang tersebar di Indonesia, membuat negara yang sedang dipimpin oleh Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ini menyandang predikat Indonesia Darurat Tambang. Bagaimana tidak, tambang-tambang tersebut sangat merugikan Indonesia, terlebih masyarakatnya.

Tak hanya itu, sembilan anak di Samarinda, Kalimantan Timur tenggelam di kolam bekas galian. Tambang tersebut sebelumnya dikelola oleh PT Himco Coal, setelah hasil tambangnya dieksploitasi habis, bekas galian dibiarkan begitu saja.

Masih banyak lagi kasus tambang di Indonesia yang menyengsarakan Masyarakat Indonesia. Peristiwa di atas hanyalah kasus kecil yang muncul ke permukaan. Masih banyak lagi kasus tambang yang seolah-olah ditutupi oleh pemerintah.

Dalam membangun industri ekstraktif seperti pertambangan, banyak tahapan yang seharusnya melibatkan masyarakat. Sehingga, masyarakat harus lebih jeli dalam menyetujui atau bahkan menolak ijin pembangunan tersebut.


Tak hanya peran masyarakat, peran pemerintah pun sangat penting dalam kasus tersebut. Seharusnya, pemerintah lebih cerdas dalam mengeluarkan ijin terkait pembangunan industri. Sebelum memutuskan, hendaknya pemerintah memilih mana yang menguntungkan dan mana yang  akan merugikan. 

*Penulis adalah mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, FITK, UIN Jakarta 

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post RATS, Kenalkan Airsoft Gun pada Publik
Next post Atlet Bulu Tangkis Nasional Bermimpi dalam Keterbatasan