Ironi Tunjangan Profesi

Read Time:3 Minute, 11 Second

Tunjangan profesi ditahan, sebagian dosen mulai resah dan bertanya-tanya.  Pihak LPM hingga keuangan turut angkat suara mengenai penahanan ini.
Setelah menunggu selama tiga bulan, dana tunjangan profesi akhirnya turun. Namun, tidak semua dosen tersertifikasi menerima tunjangan tersebut. Sebagian dari mereka menanyakan alasan tunjangan profesinya yang belum juga turun. 
Marhamah Shaleh, dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) mengaku belum mendapat tunjangan profesinya selama tiga bulan, terhitung sejak Januari hingga Maret 2015. “Saya kira alasan belum turun itu karena memang pembagiannya ke beberapa pihak dulu. Ketika dicek ke pihak Lembaga Penjamin Mutu (LPM), katanya sudah dicairkan semuanya,” ujarnya, Selasa (21/4).
Sekretaris Jurusan PAI itu menerangkan, awal 2015 lalu Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama (Kemenag) memeriksa penilaian Beban Kerja Dosen (BKD) dan dosen yang bermasalah dipanggil untuk memperbaiki kekurangannya. Namun, ia tidak turut dipanggil. Setelah kembali meminta klarifikasi dari LPM, Marhamah dinyatakan memiliki jabatan tetap di universitas lain sehingga tunjangan profesinya ditahan.
Selain Marhamah, Neneng Sunengsih juga belum menerima tunjangan profesinya. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) ini mengaku, telah menyerahkan berkas-berkas sesuai dengan persyaratan BKD. Namun, ia mendapat laporan bahwa dokumennya belum lengkap. “Saya langsung koordinasi dengan Itjen, mereka bilang saya sudah aman. Ketika dosen lain sudah cair tunjangannya, tapi kok saya belum menerimanya,” ujarnya, Kamis (23/4).
Neneng mengaku, ia tidak mengunggah data penelitian tahun 2014 yang menjadi salah satu poin penilaian dalam BKD. Neneng tidak dapat mengunggah dokumen melalui sistem onlinekarena sudah lewat batas waktu pengunggahan. Akibatnya, data tersebut tidak dapat diunggah.
Untuk menilai mutu kerja, dosen diharuskan mengunggah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan BKD mereka melalui sistem online. Penilaian ini merupakan salah satu syarat agar dosen mendapatkan tunjangan profesinya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 37 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 mengenai tunjangan profesi, dosen dapat mendapatkan tunjangan profesi jika ia telah memiliki sertifikat pendidik, melaksanakan tridarma perguruan tinggi, dan tidak terikat sebagai tenaga tetap pada satuan kerja lain. Jika terbukti, maka tunjangan profesinya dicabut.
Salamah Agung, Kepala Pusat Audit dan Pengendalian Mutu, LPM menjelaskan alasan penahanan tunjangan profesi dosen. “Banyak kasus dosen yang telah menyerahkan dokumen-dokumen mereka, namun setelah diperiksa Itjen ternyata banyak data yang kurang,” ujarnya, Jumat (17/4).
Salamah menerangkan, kekura- ngan itu membuat beberapa dosen harus mengembalikan tunjangan profesi    nya yang telah diterima semester lalu. Pemberian tunjangan berdasarkan pada hasil audit internal tahun 2014. “Namun, saat ini kita belum mendapatkan data pasti mengenai jumlah dosen yang harus mengembalikan dana tersebut,” katanya.
Pihak keuangan angkat suara menanggapi keluhan dosen-dosen yang belum mendapatkan tunjangan profesinya. Sulamah Susilawati, Kepala Bagian Keuangan UIN Jakarta menerangkan, alur pencairan tunjangan profesi belum dilaksanakan dengan baik.
Awalnya, pihak keuangan mengajukan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap bulannya. Lalu, KPPN akan langsung mencairkan dana ke rekening setiap dosen.
“Jika ada kesalahan atau kekurangan dokumen, pihak KPPN harusnya memberikan retur atau pengembalian dokumen yang nantinya akan diperbaiki,” ujar Sulamah, Jumat (24/4).  Namun, jumlah tunjangan yang diterima dosen tidak sesuai dengan permintaan.  Padahal, saat itu pihak keuangan tidak mendapatkan retur apapun.
Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada menerangkan, penahanan tunjangan sertifikasi disebabkan oleh telatnya penilaian BKD. “Begitu saya diminta untuk mengajukan tunjangan untuk bulan Februari lalu, saya minta LPM untuk melakukan penilaian dosen terlebih dulu,” ujarnya, Jumat (25/4). Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Dede menegaskan dosen-dosen harus dinilai dulu sebelum menerima tunjangan profesinya.
43 dosen, ungkap Dede,  belum mendapatkan tunjangan profesi karena mereka memiliki jabatan di universitas lain, sebagai rektor, wakil rektor, atau jabatan lain. Itjen menyimpulkan dosen-dosen tersebut  harus menghentikan kegiatan di universitas lain kecuali telah memenuhi tugas mereka di UIN Jakarta, yakni hadir di kampus selama lima hari dalam seminggu dari pukul 07.00-16.00.
“Saya tidak mengabaikan hak dosen. Jangan sampai saya memberikan hak-hak dosen tapi mahasiswanya tidak diurus. Saya bukan sedang mengurus dosen, tapi mengurus mahasiswa,” pungkasnya.

Nur Hamidah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pendidikan untuk Semua Anak
Next post Karut-marut Laporan BKD