Karut-marut Laporan BKD

Read Time:3 Minute, 53 Second
Audit Itjen Kemenag menyatakan sejumlah dosen UIN Jakarta tak memenuhi BKD. Dosen pun kocar-kacir memperbaiki laporan BKD yang tak lengkap.
Awal  Maret 2015, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mendadak sibuk dengan kedatangan tim auditor Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama (Kemenag) RI yang memeriksa hasil penilaian Beban Kerja Dosen (BKD). Banyak ditemukan kasus dosen tak memenuhi BKD. Dokumen yang tak lengkap menjadi salah satu alasannya.
Neneng Sunengsih misalnya. Oleh Itjen, dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) ini dinyatakan belum memenuhi BKD di tahun 2013 dan 2014.  “Dokumen saya di bidang pengabdian masyarakat tahun 2013 dinyatakan kurang. Sedangkan tahun 2014, saya  belum mengunggah dokumen di bidang penelitian,” ujarnya, Jumat (24/4).
Sama halnya Neneng. Burhanudin Milama, dosen Jurusan Pendidikan Kimia, FITK juga dinyatakan tidak memenuhi BKD di tahun 2014 karena laporannya tidak lengkap. Namun, assessortak memberi keterangan jelas dokumen apa yang harus ia lengkapi.
Seperti yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 2009 ayat 8. Di situ, mengatur bahwa dosen harus memenuhi beban kerjanya minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS  di setiap semester. BKD mencakup tiga bidang, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan penulisan karya ilmiah, serta pengabdian masyarakat.
Oleh karena itu, laporan BKD menuntut dosen untuk selalu mendokumentasikan surat tugas dan laporan kegiatan yang telah dilakukan. Namun, dalam praktiknya, tak sedikit dosen mengabaikan. “Rata-rata dosen lupa di mana menyimpan dokumen yang dibutuhkan,” tutur  Kepala Pusat Audit dan Pengendalian Mutu, Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Jakarta, Salamah Agung, Jumat (17/4).
Untuk melancarkan proses penilaian, LPM sebenarnya sudah melakukan sosialisasi kepada dosen terkait pedoman umum laporan BKD online. Di situ, mengatur dosen harus mengunggah laporan BKD-nya ke sistem informasi yang nantinya akan dinilai assessor. Namun, selama proses sosialisasi, Salamah tak menampik banyak dosen yang tidak hadir. Walhasil, saat audit Itjen pertengahan Maret lalu, banyak dosen yang tak memenuhi  BKD.
Neneng misalnya. Saat sosialisasi, Ia mengaku tak mengikuti hingga akhir lantaran ada jadwal mengajar.  Ia juga mengaku, selama ini dirinya sudah terbiasa bekerja tanpa surat tugas. Sehingga oleh Itjen, dokumen BKD-nya di tahun 2013 dinyatakan tidak lengkap. Berangkat dari situ, menurut Neneng, kini dosen mulai harus terbiasa dengan sistem BKD online yang baru diterapkan selama setahun itu.
Lain lagi dengan Burhan. Ia mengaku kesulitan mengumpulkan surat-surat tugas laporan BKD yang kegiatannya tak didanai kampus. Pasalnya, surat tugas selama ini hanya diberikan kepada dosen yang menjalankan tugas kampus. Sedangkan jika melakukan sendiri tak ada surat tugas yang terbit sehingga perlu mengumpulkan surat keterangan. “Karena selama ini kita belum biasa,” tutur Burhan, Jumat (24/4).
Tak hanya dokumentasi berkas BKD yang kacau, menurut Salamah, selama ini UIN Jakarta memang belum menerapkan sistem penilaian BKD secara komprehensif. Tak ada penilaian yang terstruktur, serta jumlah assessor yang cukup. “Keterbatasan dana membuat kami tak bisa menggaji assessor yang kompeten dengan jumlah yang cukup,” ujarnya.
Sebelumnya, Salamah menerangkan, assessor hanya menegur dosen lewat emailatau sistem informasi BKD jika terdapat dosen yang tidak melengkapi laporan BKD-nya. Dan tak ada tindak lanjut. Sehingga tak banyak perkembangan dari teguran itu. Baru setelah kedatangan audit Itjen, Salamah mengaku melakukan penilaian komprehensif. “Bahkan untuk tiga semester sebelumnya,” katanya.
Saat ini, UIN Jakarta memiliki 858 dosen yang telah tersertifikasi dengan 89 assessor. Satu assessor dibebani 20 dosen yang telah tersertifikasi untuk dinilai setiap satu semester. Padahal, satu dosen saja diaudit oleh dua assessor.  “Bahkan, kalau bisa satu assessor 10 dosen saja, jangan terlalu banyak,” kata salah satu assessor BKD UIN Jakarta, Abdul Halid, Rabu (15/4).
Selain itu, persepi antarassessor terkait penilain pun berbeda. Burhan misalnya, ia  dinyatakan tak memenuhi BKD karena dari kedua assessor yang menilai laporan BKD-nya berbeda pendapat. Salah satu asessor menyatakan Burhan belum memenuhi BKD. Padahal, yang lain sudah meloloskannya.
Ditemui di ruangannya, Senin (20/4), Wakil Rektor (Warek) Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga membenarkan adanya kekurangan berkas pada laporan BKD dosen. Menurut Fadhilah, selama ini dosen belum terbiasa dengan persoalan administrasi seperti itu. Apalagi sesuai dengan Peraturan Rektor UIN Jakarta tahun 2013 tentang Pedoman Pengaturan Beban Kerja Dosen, dosen harus melaporkan dokumen tersebut setiap akhir semester.
Ke depan, UIN Jakarta sedikit demi sedikit akan memperbaiki sistem ini. Kampus pun nantinya akan berusaha untuk menambah fasilitas dosen untuk penelitian dan pengabdian masyarakat. “Kami juga  mendorong dosen untuk melakukan penelitian yang bekerja sama dengan mahasiswa atau universitas lain,” jelas Fadhilah.
Sampai saat ini, data resmi mengenai jumlah dosen yang tak memenuh BKD dan dicabut tunjangan profesi atau yang berkewajiban mengembalikan tunjangannya pada negara belum ada. “Untuk jumlah saya belum bisa sebutkan, namun, jika dilihat dari hasil temuan Itjen kemarin memang ada dosen yang dicabut dan harus mengembalikan tunjangan profesinya,” tutup Fadhilah.

Erika Hidayanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Ironi Tunjangan Profesi
Next post Pionir Setengah Hati