Banding Terbalik Sisi Otoriter Soeharto

Read Time:2 Minute, 37 Second


Judul              : Piye Kabare..? Penak Jamanku To!
Penulis           : Belinda JK, Dk
Penerbit         : Damian Press
Isi                   : 243 Halaman
Terbit             : Cetakan 1, Maret 2014
ISBN              : 978-602-97197-96

Siapa tidak kenal dengan Presiden Indonesia yang menjabat paling lama? Tentulah semua orang pasti merujuk pada Soeharto. Pemimpin Indonesia ke-2 ini meski dikenal dengan pemerintahan otoriter, rezim militer dan  membumihanguskan bagi siapa saja yang membangkang terhadap kebijakannya. Di sudut yang berbeda, ia telah membawa Indonesia berjaya di berbagai bidang, salah satunya ialah bidang pangan.

Di zaman Orde Baru (Orba), Indonesia populer di mata dunia atas swasembada pangannya. Tepatnya pada tahun 1984, negara telah berhasil menjalankan swasembada beras yang berefek mengurangi kemiskinan dan mensejerahterahkan rakyat dalam tempo relatif dekat.

Dalam waktu 16 tahun itu, kepemimpinan Seoharto sudah bisa mensuplai kebutuhan dalam negeri dan memegang ekspor pangan di berbagi penjuru negara. Maka sudah sepantasnya Soeharto mendapatkan penghargaan dari organisasi kancah internasional yaitu dari WHO (World Health Organization).

Selain itu, Population Award  juga didapat oleh Indonesia, yaitu penghargaan karena bisa mengontrol secara langsung keberlangsungan jumlah penduduk. Pada masa ini, selain transmigrasai, program Keluarga Berencana (KB) menjadi andalan dalam mengurangi kepadatan penduduk.

Program KB kala itu dijadikan oleh Seoharto sebagai keberhasilan seorang  pemimpin baik tingkat daerah, bupati bahkan gebernur. Bagi Soeharto, seorang pemimpin baru dianggap sukses dan bisa direkomendasikan menjadi pemimpin selanjutnya apabila berhasil mensosialisasikan KB dan bisa menurunkan kepadatan penduduk sedemikian rupa.

Buku yang berjudul Piye Kabare..? Penak Jamanku To! ini juga memaparkan bahwa negara Indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap hubungan negara-negara. Salah satunya, Indonesia menjadi salah satu dari lima pelopor terbentuknya organisasi ASEAN (Association of South East Asian Nations) bersama Malaysia, Singapura, Filiphina, dan Thailand.

Selain itu pun, buku ini menyebutkan sepuluh warisan yang ditinggalkan Soeharto untuk negeri seperti program Wajib Belajar 6 Tahun, Taman Mini Indonesia Indah, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, dan Stablitas Hubungan Luar Negeri Indonesia-Australia serta infrastruktur yang memadai.

Jargon “Piye Kabare..? Penak Jamanku To!” yang diiringi dengan foto ‘The smilling General Soeharto’, ini tidak asing lagi. Kadang kala sering ditemui di sudut jalan atau bahkan di bagian belakang truk yang terkadang mengundang senyum bagi mereka yang pernah merasakan hidup di bawah pemerintahannya era tahun 80-an hingga 90-an akhir.

Sebuah sapaan yang hangat dari kenangan masa lalu ini membangkitkan nostaliga di era Orba sehingga membuat teringat pada masa kepemimipinannya. Belinda JK, Mayang Lestari dan Moh. Alfan berhasil memaparkan prestasi nasional maupun internasional saat kepemimpinan Soeharto dalam buku yang terbit tahun 2014 ini.

Meski Soeharto dipandang otoriter selama 32 tahun, ternyata dibalik itu semua Indonesia juga pernah menjadi Macan Asia dan disegani oleh negara-negara lain. Buku ini cocok dibaca untuk semua umur karena bahasanya lugas dan mudah dimengerti. Namun, dalam buku ini banyak pengulangan kalimat di setiap bab, Sehingga membuat pembaca merasa bosan akan hal tersebut.

KF

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Strategi Politik Parpol Dongkrak Eksistensi
Next post Hilangnya Ajaran Nabi Setelah Wafat