Jantan

Read Time:2 Minute, 37 Second

Oleh: Jonathan Alfrendi*

Lembaga mahasiswa merupakan wadah yang paling gampang ditemui di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Akan menjadi salah ketika di suatu perguruan tinggi tak memiliki lembaga mahasiswa. Sebab, lembaga kemahasiswaan merupakan pilar bagi mahasiswa dalam mengasah bakat, mempertajam keilmuannya, serta belajar politik. Itu sebabnya, penamaan lembaga mahasiswa di setiap kampus sangat beragam, disesuaikan dengan visi kelembagaan itu sendiri.
Bila ditelusuri jauh ke belakang, keberhasilan mahasiswa dalam merobohkan pemerintahan militer Orde Baru tak lepas dari peran lembaga kemahasiswaan. Kala itu, mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan memiliki jiwa militan demi menyelamatkan negeri ini dari pemerintahan korup. Setelah reformasi diraih dan pemerintahan silih berganti, semangat revolusioner dalam diri mahasiswa malah mengendur.
Lembaga mahasiswa yang seharusnya melakukan rangkaian kegiatan yang mempertajam sikap kritis, mengawal proses demokratisasi dan peka isu sosial malah kini terjangkit event organizer syndrom. Di kebanyakan kampus, organisasi kemahasiswaan seperti BEM, DPM, HMJ, bahkan UKM, gemar mengadakan event bersifat insidental dan berkiblat kepada proyek kegiatan, termasuk di kampus kita tercinta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di kampus kita, lembaga kemahasiswaan amat doyan mengadakan lomba-lomba olahraga, kuliner expo, ajang pencarian ambasador, atau mengundang selebritis populer, hingga membuat seminar “pesanan” dari korporasi. Mereka juga lebih manut terhadap usulan pimpinan fakultas atau dosen dalam membuat suatu rencana program kerja ketimbang dari usulan sesama mahasiswa. Lebih mengerikan, dengan memakai jas almamater kampusnya, mereka tak sungkan menjadi penonton setia berbagai talkshow dan infotainment di stasiun televisi, menjadikan almamater kehilangan marwahnya. Padahal penggunaan almamater tak boleh sembarang tempat dan asal-asalan, karena melambangkan semangat perjuangan melawan ketidak-adilan.
Sindrom ini semakin terlihat tatkala aktivitas mereka selalu disibukkan dengan membuat proposal. Mereka menyiapkan tumpukan proposal guna mencari laba. Proposal tersebut dikemas seindah mungkin, dengan dalih akan digunakan untuk mengadakan seminar berskala nasional, bakti sosial, dan lain sebagainya, pokoknya yang bertujuan profit. Sikap kritis mereka semakin tumpul dan mencemarkan visi kelembagaannya dari semula. Tak heran, kini banyak lembaga kemahasiswaan bermental event organizer.
Lembaga kemahasiswaan bukan lagi menjadi penggerak perubahan. Sepanjang sejarah negeri ini, lembaga kemahasiswaan merupakan wadah perubahan dan perjuangan. Perhatikan, dari periode pra-kemerdekaan hingga runtuhnya Orde Baru, organisasi kemahasiswaan selalu ada dan berlipat ganda serta berperan penting dalam pembentukan republik ini.
Dan, jarang sekali kita melihat di negara lain lembaga kemahasiswaan konsisten menjadi agen perubahan bagi negerinya. Itu sebabnya, lembaga kemahasiswaan masih diperlukan sebagai garda keilmuan dan kontrol sosial.
Lembaga kemahasiswaan sudah sepatutnya kembali ke khitah. Kikislah jiwa-jiwa pragmatis dan materialis bagi setiap anggota yang tergabung dalam lembaga kemahasiswaan. Apalagi di awal tahun ini, pimpinan universitas telah melantik secara serentak kepengurusan periode baru berbagai lembaga kemahasiswaan yg berada di UIN Jakarta. Dan di semester baru ini kita berharap kepada mereka yang telah dilantik harus berani lakukan kegiatan bersifat revolusioner, minimal tak bermental event organizer.
Aktif melakukan grup diskusi guna melahirkan ragam solusi cerdas yang berkaitan dengan persoalan kekinian. Minimal mengorganisir mahasiswa untuk melakukan aksi seperti menolak revisi UU KPK. Atau bisa juga dimulai dengan mengontrol berbagai kebijakan kampus yang berpotensi merugikan civitas akademika, seperti hilangnya tempat ruang terbuka hijau akibat proyek gagap lahan parkir yang sedang hits belakangan ini, bisa membuat lembaga kemahasiswaan kembali jantan.

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Doa Sepuntung Mole
Next post Memulihkan kembali Kerukunan antar Umat beragama melalui Pemahaman “Bentuk dan Substansi Agama”