Read Time:3 Minute, 35 Second
Awal Agustus 2016 lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag mengubah gelar akademiknya. Demi bersaing dengan lulusan perguruan tinggi umum dan pengintegrasian ilmu menjadi alasan utama.
Pupus sudah harapan Muhammad Reza Baihaki mendapatkan dua gelar berbeda saat lulus sarjana nanti. Mahasiswa yang mengambil double degree di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mendapat kabar bahwa FSH akan menerapkan gelar Sarjana Hukum (SH) untuk semua jurusan.
Reza yang mengambil studi di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) Kelas Internasional dan Ilmu Hukum ini berpendapat peraturan yang baru keluar tersebut terlalu terburu-buru. Mahasiswa semester tujuh ini merasa keputusan tersebut tak tepat.
Pergantian gelar yang terjadi di FSH merupakan imbas dari Peraturan Menteri Agama (PMA) yang baru-baru ini diedarkan Kementerian Agama (Kemenag). Di dalam PMA menjelaskan pergantian gelar strata 1 dan 2 yang ada di lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan Kemenag.
Selasa, 9 Agustus 2016 lalu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menandatangani PMA No. 33 tahun 2016 tentang Gelar Akademik Pendidikan Tinggi Keagamaan yang menggantikan PMA No. 36 tahun 2009 tentang Penetapan Pembidangan Ilmu dan Gelar Akademik di Lingkungan Perguruan Tinggi Agama.
Pada PMA No. 33 tahun 2016, Kemenag melampirkan 54 jurusan yang mengalami perubahan gelar. Di antara perubahan tersebut ialah SH untuk jurusan di FSH, Sarjana Pendidikan (S.Pd) untuk jurusan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Sarjana Sosial (S.Sos) untuk jurusan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Sarjana Agama (S.Ag) untuk jurusan di Fakultas Ushuluddin, dan Sarjana Ekonomi (S.E) untuk jurusan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Menanggapi PMA No. 33 tahun 2016, Wakil Dekan I Bidang Akademik FSH Euis Amalia menerangkan, bergantinya gelar merupakan usul dari pihak fakultas ke Kemenag. Mahasiswa juga mendukung untuk mendapatkan gelar SH. “Kami akan terapkan mulai wisuda 102 nanti,” ungkapnya, Rabu (21/9).
Terkait perbedaan beban mata kuliah dan SKS yang ada di setiap jurusan di FSH, lanjut Euis, akan ada peninjauan kembali untuk kurikulum. Peninjauan bertujuan agar lulusan yang berasal dari selain Ilmu Hukum mempunyai kompetensi dalam hukum positif.
Selain kurikulum, FSH akan memberikan berbagai pelatihan untuk mahasiswanya. FSH akan memberikan pelatihan litigasi, legal drafting, dan kontrak bisnis kepada mahasiswa saat mendekati kelulusan. “Pelatihan akan dicantumkan dalam Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI),” tambah Euis.
Terhitung 9 Agustus 2016, seluruh lembaga pendidikan tinggi di bawah Kemenag harus menaati PMA, namun hingga kini UIN Jakarta belum secara resmi mengikutinya. Belum diterapkannya PMA di UIN Jakarta lantaran ada beberapa hal yang masih dalam peninjauan kembali.
Senin 5 September 2016 lalu, wakil rektor (warek) dan dekan fakultas tertentu dari semua lembaga pendidikan tinggi di bawah Kemenag mengadakan pertemuan dengan Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bakhtiar untuk membahas nomenklatur jurusan dan gelar.
Di antara poin yang ditinjau kembali adalah nomenklatur gelar dan jurusan. Sebagai contoh Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) yang ada di Fidikom seharusnya ada di FITK namun masih dalam pertimbangan kembali. “Karena bimbingan yang ditujukan untuk masyarakat, maka dari itu dipertimbangkan untuk tetap ada juga di Fidikom,” ungkap Warek I Bidang Akademik UIN Jakarta Fadhilah Suralaga, Senin (20/9).
Tak hanya itu, secara pribadi Fadhilah tidak setuju jika FSH menerapkan gelar SH untuk semua jurusannya. Pasalnya, Fadhilah menilai tak semua jurusan memberikan materi bermuatan hukum. “Mungkin selain jurusan Ilmu Hukum bisa mendapatkan Sarjana Hukum Islam (SH.I),” tambah Fadhilah.
Namun, jika FSH tetap menggunakan gelar SH, Fadhilah menyarankan adanya penambahan mata kuliah yang berkaitan dengan masalah hukum. Kompetensi lulusan dan pancapaian pembelajarannya pun harus diubah. “Mahasiswa juga menginginkan pergantian gelar,” tambahnya.
Menanggappi PMA yang baru terbit itu, Amsal Bakhtiar beralasan agar lulusan perguruan tinggi agama dapat bersaing dengan lulusan sekolah tinggi umum. Tak hanya itu, pengintegrasian ilmu pun jadi faktor utama.
Akan tetapi bobot mata kuliah dan SKS yang berbeda menjadi masalah baru. Amsal memberikan alasan materi kuliah yang tidak sesuai akan memberikan surat edaran untuk menambah beban SKS dan revisi mata kuliah.
Perubahan gelar akademik yang disahkan Menteri Agama merupakan hasil diskusi semua pihak dari lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag. Amsal menjelaskan sudah dua tahun belakangan diskusi terkait gelar dan jurusan ini dilakukan.
Amsal pun menegaskan lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag harus mematuhi PMA No. 33 tahun 2016 karena tidak memiliki otoritas untuk menentukan gelar dan menolak peraturan dari pusat. “Kecuali jika perguruan tinggi keluar dari Kemenag,” tutupnya.
Eko Ramdani
Average Rating