DSM
Read Time:2 Minute, 12 Second
Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilihan Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (22/12) banyak surat suara yang abstain dan tidak sah. Dalamhasil hitung cepat versi Lembaga Pers Mahasiswa Institut yang dibenarkan oleh Khaidir Ali selaku Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Komisi Pemilihan Umum (KPU), tercatat 3404 dari 18613 atau 18% surat suara yang abstain dan tidak sah.
Ketidaksahan surat suara terjadi mayoritas karena adanya dua coblosan dalam satu surat suara. Hal ini terjadi lantaran pemilih tidak membuka surat suara secara utuh. Selain itu, abstain juga menjadi faktor surat suara tidak terhitung.
Menurut salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Jamilatus Saadah, banyaknya surat suara yang abstain dan tidak sah dikarenakan kurangnya sosialisasi dari Komisi Pelaksana Pemungutan Suara (KPPS) dan KPU. Ia mengaku tidak mengerti tata cara pencoblosan lantaran tiada sosialisasi sama sekali dari KPPS dan KPU mengenai tata cara pencoblosan. “Hampir saja salah memasukkan surat suara,” keluhnya, Jumat (23/12).
Senada dengan Saadah, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Imam Syahputra juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi tata cara pencoblosan. Ia mengaku, mengetahui tata cara pencoblosan dari sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di televisi. “Belum tentu tata cara Pemira sama dengan Pilkada,” katanya, Kamis (22/12).
Selain itu, Imam menambahkan, sosialisasi sangat diperlukan terlebih untuk mahasiswa baru yang belum pernah merasakan Pemira sebelumnya. Sebab, pemilih dari mahasiswa baru pun mendapat hak suara.
Sehubungan dengan itu, Divisi Acara KPPS FST Elda Oktaviani menyatakan jika KPPS dan KPU memang kurang mensosialisasikan tata cara pencoblosan. Hal itu dikarenakan Humas KPPS FST hanya satu orang. Ia mengaku sosialisasi yang dilakukan sebatas melalui media sosial. Selain itu, mereka juga menyiasati dengan menggandeng pembawa acara saat hari pemilihan, yang bertujuan menjelasan perihal tata cara pencoblosan.
Akan tetapi, Elda juga berkilah tidak semua ketidakpahaman tata cara pencoblosan pemilih adalah salah KPPS, hanya karena kurangnya sosialisasi. Menurutnya, tata cara pencoblosan Pemira hampir sama dengan Pilkada maupun pemilihan lain di Indonesia. Sehingga, mahasiswa yang memang rata-rata sudah berumur lebih dari 17 tahun dan memiliki hak suara, pasti sudah mengetahui tata cara pencoblosan.
Dengan alasan yang sama, Khaidir juga mengakui minimnya sosialisasi tata cara pencoblosan dari KPU. Terbatasnya tenaga KPU menjadikan kurang adanya sosialisasi tata cara pencoblosan. Ditambah lagi, lanjut Khaidir, banyaknya sengketa selama Pemira membuat KPU harus membagi tenaga dan waktu untuk menyelesaikan semua pekerjaan mereka.
Khaidir menambahkan, KPU sudah memuat tata cara pencoblosan dan pengenalan calon dengan mengunggah gambar di akun instagramKPU 2016, yaitu @kpu_uinjkt16. Selain itu, KPU juga melakukan konsolidasi dengan koordinator KPPS di setiap fakultas untuk meminta bantuan mensosialisasikan ke semua mahasiswa. “Kami sudah berusaha maksimal untuk semuanya,” Kata Ali, Jumat (23/12).
Average Rating