Lewat Kertas Kenalkan Papercraft

Read Time:3 Minute, 21 Second


Kertas tak selalu menjadi wadah penampung tinta. Komunitas Peri Kertas mengubah kertas menjadi karya.
Jika masyarakat pada umumnya menjadikan kertas sebagai tempat untuk menggoreskan tinta, beda halnya dengan Komunitas Paper Replika Indonesia (Peri) Kertas. Kertas, di tangan mereka dapat disulap menjadi pelbagai barang unik. Mulai dari mainan robot-robotan hingga replika hewan dan rumah adat. Barang-barang tersebut dibuat menggunakan teknik seni merakit kertas yang dikenal dengan nama papercraft.
Berawal dari ketertarikannya pada papercraft di sebuah  majalah origami, Rouf Rephanus mulai menekuni hobi seni merakit kertas. Ia pun berinisiatif untuk membentuk Komunitas yang diberi nama Peri Kertas. Tujuannya sederhana, Ia ingin masyarakat dapat mengenal kreasi papercaft. Menurutnya Papercraft memiliki teknik yang cukup mudah. Alat dan bahan yang digunakan pun mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau.
Papercraft merupakan pengembangan ketiga teknik seni lipat kertas origami. Rouf menjelaskan, hal yang membedakan antara papercraft dengan seni lipat kertas lainnya yaitu hasil produk tiga dimensi. Tak hanya itu, lanjut Rouf, teknik yang digunakan pun berbeda. papercraft menggunakan tiga langkah proses pembuatan, mulai dari pemotongan, pelipatan, hingga pengeleman.
Sebelum proses pembuatan berlangsung, terlebih dulu mendesain pola objek yang akan dibuat. Untuk membuat desain, mereka biasanya menggunakan 3D Max yang dapat membantu keahlian mereka. Desain inilah yang nantinya akan menentukan produk apa yang nantinya akan dihasilkan. “Kita juga memposting di website desain pola yang kita buat. Jadi masyarakat bisa lebih mudah untuk mengakses via internet,” ungkapnya, Jumat (1/9).
Usai mendesain, pola tersebut dicetak pada kertas. Jenis kertas yang digunakan sangat berpengaruh dalam proses pembuatan hingga hasil produk. Oleh karenanya, dalam papercraft menggunakan kertas yang memiliki tebal sekitar 100-200 gram. Pola yang sudah tercetak pun dipotong sesuai gambar. Potongan-potongan pola pun dilipat untuk disatukan menggunakan lem. Lamanya proses pembuatan tergantung pada tingkat kesulitannya. “Jika mudah, 1,5 jam proses selesai. Sebaliknya, kalau sulit bahkan butuh waktu berbulan-bulan,”tuturnya Rouf, Jumat (1/9).
Beberapa kalangan masyarakat pun tak sedikit yang tertarik dengan produk-produk papercraft. Di kalangan remaja misalnya, seringkali mereka berburu produk papercraft sebagai cenderamata ataupun sekadar barang koleksi. Berbeda halnya anak-anak yang lebih senang menggunakan sebagai barang mainan. Tak hanya itu, papercraft juga dapat meningkatkan sistem motorik anak. “Papercraft dapat melatih saraf motorik anak dengan produk tiga dimensinya,” ungkap Rouf.
Berbagai langkah dilakukan komunitas ini untuk mengenalkan papercraft kepada masyarakat. Baik secara langsung ke masyarakat sepertihalnya workshop maupun via media sosial misalnya facebook dan website. “Dari situlah biasanya kita memberikan pengetahuan tentang papercraft, contoh produk hingga cara pembuatannya,”ujar Rouf.
Peri Kertas pun pernah mendapatkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri) pada 2012 dinobatkan sebagai pembuat produk papercraft terbanyak menggunakan kertas bekas. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 2692 produk papercraft dengan lama pengerjaan 14 hari. Sedangkan pada 2014 Peri Kertas mendapatkan penghargaan kembali dari Muri sebagai karya papercraft tertinggi dengan tinggi 10 meter.
Berdiri sejak September 2009, komunitas ini kini beranggotakan sekitar 15 ribu orang yang tersebar di 36 regional di Indonesia. Rouf menambahkan, untuk bergabung ke dalam komunitas pun cukup mudah, dengan gabung di grup facebook dan mengunggah produk papercraft yang telah dibuat. “Tak perlu syarat yang aneh-aneh,” ungkapnya.
Meskipun begitu Rouf juga mengakui apresiasi masyarakat terhadap produk papercraft masih kurang. Meski demikian hal tersebut tak menyurutkan keinginannya untuk terus mengembang dan mengenalkan papercraft kepada masyarakat Indonesia.
Salah satu anggota Peri Kertas Andri Setiawan mengungkapkan, mereka mengadakan kegiatan seperti halnya, workshop, hingga mengadakan pameran produk papercraft. Di beberapa daerah, komunitas melakukan pelatihan di sekolah-sekolah setiap minggunya. “Sesuai jadwal ekstrakulikuler sekolah,” ucapnya, Senin (4/9). 
Salah seorang anggota Peri Kertas Rezha Wijaya memiliki ketertarikan hobi dibidang crafting. Ia pun memilih bergabung ke Peri Kertas untuk meningkatkan kemampuannya. “Saya juga belajar dari teman-teman yang memiliki berbagai macam backgroundyang berbeda,” ujar Rezha, Sabtu (2/9).
Sejak dirinya bergabung di Peri kertas pada Februari 2015 silam Ia mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman terkait papercraft. Sering kali pula mendapat udangan untuk mengikuti beberapa kesempatan dalam acara-acara workshop dan talkshow terkait papercraft. “Banyak pengalaman berharga, terlebih lagi banyak bertemu teman dengan berbagai macam latar belakang,” tuturnya, Sabtu (2/9).

Atik Zuliati

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Titik Hitam Jebakan Kehidupan
Next post Restorasi Orde Baru