Perjalanan Hidup Sang Penentang Kolonialisme

Perjalanan Hidup Sang Penentang Kolonialisme

Read Time:2 Minute, 51 Second
Perjalanan Hidup Sang Penentang Kolonialisme

Judul buku: Seri Buku Saku Tempo Douwes Dekker “Sang Inspirator Revolusi.”
Cetakan pertama: 2017
Penulis: Tim Liputan Ernest Douwes Dekker (Tempo. 20-26 Agustus 2012)
Penerbit: Gramedia
Jumlah halaman: 168
ISBN: 978-602-424-395-1

Ernest François Eugène Douwes Dekker adalah seorang pribumi yang memiliki darah keturunan Belanda, Prancis, Jerman dan Jawa. Percampuran darah yang mengalir di dalam tubuhnya bukan alasan untuk tidak menjunjung nilai-nilai kemerdekaan. E.F.E Douwes Dekker atau DD masih satu keturunan Eduard Douwes Dekker, penulis buku Max Havelaar.
DD sapaan akrab sekaligus nama penanya bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara sering disebut tiga serangkai. Mereka membentuk partai politik pertama di Indonesia bernama Indische Partij (IP) pada 6 September 1912. IP didirikan dengan tujuan untuk kemerdekaan Hindia.
Sesudah diresmikannya Indische Partij, DD melakukan tur propaganda di tanah Jawa dari satu kota ke kota lainnya melalui kereta api. Dalam Tur propagandanya, ia berorasi tentang
penyadaran kepada pribumi akan kolonialisme yang dilakukan Belanda. Ia memulai orasi pertamanya di gerbong kereta. Orasinya dilakukan sebelum meninggalkan Kota Bandung pada pagi buta tanggal 15 September 1912.
Salah satu media milik DD “De Expres” menjadi wadah baginya untuk mewartakan agenda partai dan arah pandangan partai. Tak luput juga kritikannya terhadap pemerintah Belanda. Puncaknya adalah ketika Tjipto, Soewardi dan para pengikutnya menyebarkan selebaran berjudul “Als ik eens Nederlande was” atau “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Isinya mengolok-olok pemerintah kolonial yang merayakan kemerdekaan di tanah jajahan. Setelah hal itu terjadi, kedua temannya ditangkap dan disusul oleh Douwes Dekker.
Akibatnya, mereka diasingkan ke Belanda. Ini bukan pertama kalinya DD ditangkap dan diasingkan. Sebelumnya ia pernah menjadi relawan tentara di Afrika Selatan melawan tentara Inggris dan ditahan dalam pertempuran Daspoort. Ia ditahan bersama tahanan perang lainnya di pegunungan Diyatamala setinggi 4.000 meter.
Tiga serangkai memilih Belanda sebagai tempat pengasingan karena diimingi pendidikan. Sampai akhirnya mereka melanjutkan studi dan ikut serta dalam Indische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia (PI). Melalui PI, tiga serangkai aktif melakukan pidato dan diskusi. Di sana DD pun bertemu dengan mahasiswa rantau dari Indonesia. Salah satunya adalah
Moh. Hatta.
DD dikenal sebagai anak yang cerdas. Selain berkarier dalam bidang politik dan jurnalistik,
ia pun berkuliah di Universitas Zurich. Sebenarnya DD hanyalah seorang lulusan sekolah tingkat menengah Hogere Burger School (HBS). Tapi dengan Curiculum Vitae (CV) yang ia tulis sepanjang 10 halaman, ia berhasil diterima pihak fakultas Ilmu Negara program studi doktoral. Padahal lazimnya, pelamar adalah lulusan Sarjana.
Danudirdja Setiabudi adalah nama yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada DD. Sebab, DD dikenal akrab dengan Soekarno. Sekembalinya DD dari Belanda, ia diangkat menjadi menteri negara penasihat penting Soekarno pada 1 Mei 1947. Kemudian, DD masuk dalam kabinet pemerintahan Sjahrir II.
Agresi militer dua yang dilancarkan Belanda membuat DD harus ditangkap dan kembali ke
Indonesia pada Juni 1949. Kala ditahan, dirinya telah mengalami sakit-sakitan. Sebelum meninggal di Bandung, ia sempat dirawat di rumah sakit karena penyakit bronkitis dan jantung. Dokter menganjurkannya untuk diet ketat tapi ia tidak menuruti hal itu dan malah makan sate hingga akhirnya ketahuan. Saat itu, DD justru marah-marah dan pulang ke rumah menggunakan becak dari rumah sakit.
Buku ini merupakan buku yang menarik dibaca. Mengingat Douwes Dekker adalah seorang politikus yang gemar menulis dan hasil tulisannya dituangkan pada kegiatan jurnalistik. Ia tidak senang pada kolonialisme Belanda di Indonesia. Kritikannya terhadap pemerintah tak segan dituangkan dalam tulisannya. Berkali-kali diasingkan dan mendekam di penjara tak melunturkan semangatnya berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Di bab terakhir buku ini dijelaskan bahwa Douwes Dekker menjadi mualaf dan menginginkan pemakamannya
dimakamkan secara Islam.

NVM

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Ironi Semangat Dekolonisasi Previous post Ironi Semangat Dekolonisasi
Eksplorasi Tradisi Uang Panai Next post Eksplorasi Tradisi Uang Panai